Bisakah Indonesia Gunakan Myanmar untuk Seimbangkan AS dan China?

Senin, 15 Maret 2021 - 09:23 WIB
loading...
Bisakah Indonesia Gunakan...
Seorang demonstran antikudeta militer Myanmar menginjak gambar Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing di Town Hall Square, Copenhagen, Denmark, 13 Maret 2021. Foto/Ritzau Scanpix/Martin Sylvest via REUTERS
A A A
JAKARTA - Upaya Indonesia untuk membuat perdamaian di Myanmar pascakudeta tidak hanya menunjukkan solidaritas Asia Tenggara, itu adalah cara untuk menunjukkan kredensial demokrasi Jakarta kepada pemerintahan baru di Amerika Serikat (AS). Demikian disampaikan para ahli.

Kudeta militer Myanmar terhadap partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang terpilih secara demokratis yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi pada 1 Februari hanyalah yang terbaru dari serangkaian masalah yang mengancam persatuan di 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).



Dr Greta Nabbs-Keller, seorang peneliti untuk Asia Tenggara dan Indo-Pasifik di University of Queensland’s Centre for Policy Futures di Australia, mengatakan blok tersebut juga menemukan dirinya berada di tengah perebutan kekuasaan multi-negara, dengan China, AS, India dan Jepang semuanya bersaing untuk mendapatkan pengaruh di kawasan itu.

“Dengan menegaskan kepemimpinan dan agensi, Jakarta berusaha untuk menjaga Naypyidaw tetap kuat di kamp ASEAN untuk menghindari negara itu tergelincir lebih jauh di bawah pengaruh Beijing,” kata Nabbs-Keller.

“Keinginan Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan di ASEAN, dengan mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi dan tata pemerintahan yang baik yang diabadikan dalam Piagam ASEAN, sementara itu, diungkapkan dengan tulus tetapi juga sebagai cara untuk meningkatkan kredensial demokratisnya dengan pemerintahan Biden,” ujarnya, seperti dikutip South China Morning Post, Senin (15/3/2021).

Para pengamat mengatakan Indonesia memahami bahwa Presiden AS Joe Biden menempatkan aliansi di garis depan kebijakan luar negeri Washington dan bahwa sikap ini telah digarisbawahi dengan kembalinya Kurt Campbell, arsitek ”poros untuk Asia” mantan Presiden AS Barack Obama.

“Kurt Campbell mewakili tangan yang akrab dan mantap dalam hubungan Indonesia-AS. Penunjukannya merupakan perkembangan yang disambut baik di kalangan diplomatik Indonesia,” kata Nabbs-Keller.

Diplomat veteran, yang juga asisten menteri luar negeri AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik di bawah Hillary Clinton dari 2009 hingga 2013, sekarang menjadi koordinator Indo-Pasifik di Dewan Keamanan Nasional [NSC]. Dengan hingga 20 anggota, tim Campbell menempati direktorat NSC regional terbesar, menyoroti fokus Biden dalam melibatkan sekutu Asia untuk menahan meningkatnya ketegasan China di Indo-Pasifik.

“Saya pikir Indonesia memahami bahwa dengan pemerintahan Joe Biden akan ada lebih banyak harapan bahwa ASEAN memainkan peran utama di kawasan dan Indonesia memainkan peran utama dalam Asean,” kata Aaron Connelly, seorang peneliti politik Asia Tenggara di kelompok think tank International Institute for Strategic Studies.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1455 seconds (0.1#10.140)