Inggris Sanksi 6 Jenderal Termasuk Panglima Milliter Myanmar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Dominic Raab mengumumkan penjatuhan sanksi lebih lanjut terhadap enam jenderal anggota militer Dewan Administrasi Negara (SAC) Myanmar , termasuk Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing. Sanksi dijatuhkan atas peran mereka dalam mengawasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sejak kudeta militer .
Enam tokoh yang terkena sanksi Inggris ini antara lain; Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, Sekretaris SAC Letnan Jenderal Aung Lin Dwe, Sekretaris Bersama SAC Letnan Jenderal Ye Win Oo, Jenderal Tin Aung San, Jenderal Maung Maung Kyaw dan Letnan Jenderal Moe Myint Tun.
London sebelumnya memasukkan 19 tokoh militer lainya dalam daftar yang dijatuhi sanksi.
Sanksi terbaru ini akan melarang mereka untuk bepergian ke Inggris Raya, dan akan mencegah bisnis dan institusi menangani dana atau sumber daya ekonomi mereka di Inggris. Inggris sekarang telah menjatuhkan sanksi terhadap semua anggota militer SAC, yang dibentuk setelah kudeta untuk menjalankan fungsi negara.
Menlu Raab mengatakan bahwa serangkaian sanksi yang dijatuhkan hari Kamis (25/2/2021) mengirimkan pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM akan dimintai pertanggungjawaban, dan pihak berwenang harus menyerahkan kembali kendali kepemimpinan ke pemerintah yang dipilih oleh rakyat Myanmar.
Junta militer telah melakukan kudeta terhadap pemerintah terpilih Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Suu Kyi dan para pejabat pemerintah sipil lainnya hingga kini masih ditahan.
“Pesan saya kepada rakyat Myanmar sederhana—Inggris bekerja sama dengan mitra internasional kami untuk mendukung hak Anda atas demokrasi dan kebebasan berekspresi”, ujar Raab, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Jumat (26/2/2021).
Sanksi baru ini menindaklanjuti tiga orang dari militer Myanmar yang juga dijatuhi sanksi pekan lalu oleh Inggris. Sanksi tersebut difokuskan pada mereka yang bertanggung jawab langsung atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi dan militer selama kudeta di Myanmar.
Tahap kedua sanksi menargetkan SAC, yang dibentuk setelah kudeta untuk menjalankan fungsi negara. Panglima Tertinggi, sebagai Ketua SAC dan Kepala Tatmadaw (militer), dijatuhi sanksi atas keterlibatannya dalam mengawasi dan mengarahkan pelanggaran HAM serius sejak kudeta 1 Februari.
Menurut pernyataan Raab, sehubungan dengan upaya sanksi, Inggris akan menghentikan sementara semua promosi perdagangan dengan Myanmar. Pada saat yang sama, Inggris juga berkoordinasi dengan bisnis Inggris dan masyarakat sipil untuk membentuk kembali pendekatan perdagangan Inggris dengan Myanmar.
Departemen Perdagangan Internasional Inggris akan memimpin tugas ini untuk memastikan bahwa perusahaan Inggris di Myanmar tidak berbisnis dengan perusahaan atau institusi milik militer.”Hal ini juga sejalan dengan langkah kami melindungi peran penting perdagangan dalam pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi,” kata Raab.
Enam tokoh yang terkena sanksi Inggris ini antara lain; Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, Sekretaris SAC Letnan Jenderal Aung Lin Dwe, Sekretaris Bersama SAC Letnan Jenderal Ye Win Oo, Jenderal Tin Aung San, Jenderal Maung Maung Kyaw dan Letnan Jenderal Moe Myint Tun.
London sebelumnya memasukkan 19 tokoh militer lainya dalam daftar yang dijatuhi sanksi.
Sanksi terbaru ini akan melarang mereka untuk bepergian ke Inggris Raya, dan akan mencegah bisnis dan institusi menangani dana atau sumber daya ekonomi mereka di Inggris. Inggris sekarang telah menjatuhkan sanksi terhadap semua anggota militer SAC, yang dibentuk setelah kudeta untuk menjalankan fungsi negara.
Menlu Raab mengatakan bahwa serangkaian sanksi yang dijatuhkan hari Kamis (25/2/2021) mengirimkan pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM akan dimintai pertanggungjawaban, dan pihak berwenang harus menyerahkan kembali kendali kepemimpinan ke pemerintah yang dipilih oleh rakyat Myanmar.
Junta militer telah melakukan kudeta terhadap pemerintah terpilih Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Suu Kyi dan para pejabat pemerintah sipil lainnya hingga kini masih ditahan.
“Pesan saya kepada rakyat Myanmar sederhana—Inggris bekerja sama dengan mitra internasional kami untuk mendukung hak Anda atas demokrasi dan kebebasan berekspresi”, ujar Raab, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Jumat (26/2/2021).
Sanksi baru ini menindaklanjuti tiga orang dari militer Myanmar yang juga dijatuhi sanksi pekan lalu oleh Inggris. Sanksi tersebut difokuskan pada mereka yang bertanggung jawab langsung atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi dan militer selama kudeta di Myanmar.
Tahap kedua sanksi menargetkan SAC, yang dibentuk setelah kudeta untuk menjalankan fungsi negara. Panglima Tertinggi, sebagai Ketua SAC dan Kepala Tatmadaw (militer), dijatuhi sanksi atas keterlibatannya dalam mengawasi dan mengarahkan pelanggaran HAM serius sejak kudeta 1 Februari.
Menurut pernyataan Raab, sehubungan dengan upaya sanksi, Inggris akan menghentikan sementara semua promosi perdagangan dengan Myanmar. Pada saat yang sama, Inggris juga berkoordinasi dengan bisnis Inggris dan masyarakat sipil untuk membentuk kembali pendekatan perdagangan Inggris dengan Myanmar.
Departemen Perdagangan Internasional Inggris akan memimpin tugas ini untuk memastikan bahwa perusahaan Inggris di Myanmar tidak berbisnis dengan perusahaan atau institusi milik militer.”Hal ini juga sejalan dengan langkah kami melindungi peran penting perdagangan dalam pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi,” kata Raab.
(min)