Lawan Pelecehan, Kaum Perempuan Kuwait Luncurkan Gerakan #LanAsket

Minggu, 14 Februari 2021 - 14:32 WIB
loading...
Lawan Pelecehan, Kaum Perempuan Kuwait Luncurkan Gerakan #LanAsket
Kaum perempuan di Kuwait luncurkan gerakan #LanAsket untuk melawan pelecehan seksual. Foto/Al Arabiya
A A A
KUWAIT CITY - Kaum perempuan di Kuwait menyerukan diakhirinya pelecehan seksual di negara itu dan memperkenalkan undang-undang yang menghukum para pelaku, yang menurut para aktivisbebas begitu lamatanpa hukuman.

Di bawah hashtag bahasa Arab "LanAsket" - diterjemahkan menjadi "Saya tidak akan dibungkam" - kaum perempuan Kuwait berbagi cerita yang tidak terhitung jumlahnya secara online. Mulai dari catcall di pusat perbelanjaan dan toko bahan makanan, diikuti dengan mobil yang melaju kencang di jalan yang ramai, hingga disentuh secara tidak sopan di siang hari bolong.

Kampanye tersebut pertama kali dipicu oleh blogger Kuwait Ascia al-Faraj, yang berbicara tentang pengalamannya sendiri tentang pelecehan seksual di negara tersebut.



“Setiap kali saya pergi keluar, ada seseorang yang melecehkan saya atau melecehkan wanita lain di jalan. Apakah kamu tidak malu?” kata al-Faraj dalam sebuah video yang diposting di Snapchat-nya seperti dikutip dari Al Arabiya, Minggu (14/2/2021).

Di negara di mana berbicara secara terbuka tentang pelecehan seksual dianggap tabu, gerakan tersebut dengan cepat menarik perhatian perempuan biasa - termasuk warga negara Kuwait, ekspatriat yang tinggal di negara tersebut, perempuan konservatif, dan perempuan yang lebih liberal.

“Gerakan ini untuk setiap orang di Kuwait. Kami semua tidak akan tinggal diam tentang ketidakadilan yang terjadi pada kami,” kata pendiri halaman Instagram Lan Asket, Dr. Shayma Shamo, kepada Al Arabiya.

Akun Lan Asket telah digunakan untuk berbagi cerita tentang orang-orang yang mengalami pelecehan seksual dan infografik tentang topik pelecehan.

Laman tersebut, yang diluncurkan dua minggu lalu, sejauh ini telah mengumpulkan hampir 11.000 pengikut dan telah menerima dukungan nasional dari pebisnis lokal, Anggota Parlemen Kuwait, dan bahkan kedutaan Amerika Serikat (AS).



Shamo, yang bekerja bersama tim untuk menerjemahkan dan memverifikasi cerita yang dikirim ke Lan Asket, mengatakan bahwa sekitar 50 persen orang yang melapor pernah mengalami pelecehan di Kuwait ketika mereka berusia di bawah 18 tahun.

"Dua puluh persen dari mereka yang mengaku mengalami pelecehan seksual antara usia satu dan 12 tahun," ungkap Shamo.

"Para perempuan tersebut seringkali terlalu takut untuk melapor, dan mereka yang melakukannya diberhentikan atau tidak pernah dihubungi oleh polisi setelah mengajukan pengaduan," katanya.

Dokter Kuwait saat ini bekerja dengan tim pengacara, pengembang, dan aktivis untuk membantu membangun aplikasi yang memungkinkan korban pelecehan seksual melaporkan insiden dengan aman ke polisi dan memastikan kasus mereka ditangani.

Menurut aktivis dan desainer Kuwait Najeeba Hayat gerakan ini bertujuan untuk mengubah cara pelecehan seksual dilihat sebagai insiden umum dalam masyarakat Kuwait serta mengubah undang-undang negara untuk melindungi para korban yang melapor.



Dikatakan oleh Hayat, perubahan nyata hanya akan datang jika orang secara terbuka mendiskusikan seberapa sering perempuan dilecehkan di negara tersebut dan jika peleceh dihukum atas tindakan mereka.

“Kami membutuhkan pendekatan tiga dimensi untuk menyingkirkan pelecehan. Pelecehan, pada akhirnya, bukan hanya tindakan yang lahir dari ketiadaan. Pelecehan adalah masalah sosial," tegasnya.

Hayat, yang memiliki latar belakang ilmu politik, juga telah bekerja dengan aktivis, pengacara, serta pendidik lainnya untuk melobi perubahan politik saat gerakan tersebut terus mendapatkan momentum di Kuwait.

Gerakan tersebut memicu percakapan di negara itu, yang menurut sejarawan dan aktivis Kuwait Lujain al-Farhan sedang menunggu untuk terjadi.

“Bagi beberapa orang, melihat seseorang yang mau mendengarkan dan (memberi) mereka ruang aman lebih dari cukup, bagi yang lain itu adalah tanda harapan! Banyaknya yang berbicara, mencari perubahan, bekerja menuju lingkungan yang lebih aman memberi dan memastikan bahwa kita semua bersama-sama,” kata al-Farhan.



Al-Farhan telah menggunakan platformnya untuk menawarkan wawasan Kuwait tentang pergerakan di seluruh dunia dan sepanjang sejarah yang menyerukan perubahan dan diakhirinya pelecehan seksual.

“Dengan menunjukkan bagaimana perubahan dan hukum telah ditetapkan di masa lalu. Jika (perubahan mungkin terjadi di) masa lalu, mengapa kita tidak? Kami memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk melakukan (hal yang sama sekarang),” serunya.

Seruan para wanita itu didengar oleh anggota parlemen Kuwait, Abdulaziz al-Saqobi, yang pekan lalu mengajukan proposal ke parlemen Kuwait untuk undang-undang yang mengkriminalkan pelecehan seksual.

Menurut proposal tersebut, pelanggar akan dihukum dengan hukuman penjara tidak lebih dari satu tahun dan denda hingga USD36.428, atau salah satu dari dua hukuman tersebut.

Untuk diketahui, Kuwait saat ini tidak memiliki undang-undang yang melarang pelecehan seksual.

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1812 seconds (0.1#10.140)