Eks Tentara Anak Uganda Dinyatakan Bersalah Atas Kejahatan Perang

Jum'at, 05 Februari 2021 - 00:32 WIB
loading...
Eks Tentara Anak Uganda Dinyatakan Bersalah Atas Kejahatan Perang
ICC memvonis mantan komandan pemberontak dan tentara anak Uganda, Dominic Ongwen, bersalah atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan. Foto/ICC
A A A
DEN HAAG - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyatakan mantan komandan pemberontak dan tentara anak Uganda bersalah atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dominic Ongwen, seorang mantan tentara anak-anak yang menjadi komandan Tentara Perlawanan Tuhan (LRA), menghadapi 70 dakwaan atas pemerintahan teror di awal tahun 2000-an. ICC menghukum Ongwen atas 61 dari 70 dakwaan terhadapnya.

Pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, itu mengatakan kejahatan pria berusia 45 tahun itu termasuk pembunuhan, penyiksaan, perbudakan, pemerkosaan, dan penghamilan paksa.



Kasus ini adalah yang pertama di ICC yang melibatkan tersangka pelaku dan korban kejahatan perang yang sama, dengan Ongwen sendiri telah diculik oleh pemberontak saat masih anak-anak saat dalam perjalanan ke sekolah, menurut pembelaannya.

Seorang mantan komandan Brigade Sinia LRA, Ongwen mengatakan kepada pengadilan bahwa dia diculik dari rumahnya oleh pejuang LRA ketika dia berusia 14 tahun.

"Kami menyadari bahwa mungkin ada sesuatu yang dianggap paradoks dalam fakta bahwa cerita yang diceritakan oleh begitu banyak saksi dalam kasus ini bisa dalam keadaan lain adalah kisah Dominic Ongwen sendiri," kata jaksa Benjamin Gumpert selama persidangan.

"Tapi ini bukan alasan untuk mengharapkan kejahatan dapat dilakukan tanpa hukuman. Kami punya pilihan tentang bagaimana kami berperilaku, dan ketika pilihan itu adalah membunuh, memperkosa dan memperbudak, kami harus berharap untuk dimintai pertanggungjawaban," imbuhnya seperti dilansir dari CNN, Jumat (5/2/2021).

Putusan ini pun disambut baik oleh salah satu korban.



"Keputusan hari ini mengingatkan saya bahwa ada sesuatu yang disebut keadilan," kata Jobson Obol (42) yang selamat dari penyergapan LRA di sebuah bus pada 1999 di mana ayahnya meninggal.

"Ongwen bukan satu-satunya yang diculik saat masih anak-anak dan dipaksa masuk jajaran LRA," katanya kepada CNN di ibu kota Uganda, Kampala.

"Saya memiliki kerabat dan teman yang diculik dan melarikan diri. Mereka direhabilitasi dan diampuni oleh komunitas dan keluarga mereka sendiri," ungkapnya.

Millicent Ayot (38) kehilangan orang tua dan empat saudara kandungnya dalam serangan pembakaran LRA.

"Menghukum Ongwen memberikan sedikit kelegaan, tetapi tidak mengembalikan nyawa yang hilang," ujarnya. "Kami berharap pengadilan menahannya seumur hidup," ia menambahkan.



Menurut Statuta Roma, dokumen yang menjadi dasar pendirian ICC, pengadilan itu dapat menghukum Ongwen hingga 30 tahun penjara, atau hukuman seumur hidup dalam keadaan tertentu. Namun untuk hukuman mati tidak diatur.

Ongwen, yang dijuluki "Semut Putih", juga merupakan anggota LRA pertama yang diadili di pengadilan di Den Haag atau di mana pun atas pertumpahan darah yang terjadi di empat negara Afrika.

Kepala LRA yang menjadi buronan, Joseph Kony, melancarkan kampanye berdarah dari 2002 hingga 2004 di Uganda utara.

Pengadilan memberi hak kepada 4.095 korban untuk berpartisipasi dalam persidangan, yang dibuka pada Desember 2016, menurut siaran pers.

Kepala jaksa ICC, Fatou Bensouda, menghadirkan 109 saksi dan ahli, serta total catatan kasus mencakup lebih dari 1.760 pengajuan.

(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1915 seconds (0.1#10.140)