Kantor HAM PBB: Trump Harus Hentikan Bahasa yang 'Sangat Berbahaya'
loading...
A
A
A
JENEWA - Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump harus berhenti menggunakan bahasa "sangat berbahaya" yang dia dan para pemimpin politik lainnya gunakan tentang hasil pemilu AS.
Bahasa sangat berbahaya itu disebut memicu penyerbuan gedung US Capitol di Washington pekan ini. Penyerbuan berdarah itu pun dikecam berbagai negara.
“Kita sangat terganggu oleh hasutan untuk melakukan kekerasan dan kebencian oleh para pemimpin politik dan kami menyerukan kepada Presiden Amerika Serikat dan para pemimpin politik lainnya untuk menyangkal, secara terbuka menyangkal, narasi palsu dan berbahaya yang sedang disebarkan,” ungkap juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB Ravina Shamdasani menanggapi pertanyaan tentang tanggung jawab pribadi Trump pada kekerasan berdarah di US Capitol.
“Bahasa yang menghasut seperti ini bisa sangat berbahaya,” papar Shamdasani dalam pengarahan online. (Baca Juga: Kasihan Trump, Marah dan Mengisolir Diri di Gedung Putih)
Komentarnya mengikuti seruan Kepala HAM PBB Michelle Bachelet pada Kamis malam untuk penyelidikan menyeluruh atas peristiwa di US Capitol, Washington, yang menewaskan lima orang. (Baca Juga: Menteri Transportasi dan Pendidikan Mundur, Staf Gedung Putih Eksodus)
Shamdasani juga mengungkapkan keprihatinannya tentang tampilan simbol "supremasi kulit putih" di luar US Capitol seperti bendera Konfederasi, simbol anti-Semit, dan jerat. (Baca Juga: Setelah US Capitol Diserbu, Kini Para Politisi Israel yang Ketakutan)
“Kami mengutuk tampilan simbol-simbol rasis yang terbuka ini,” tegas Shamdasani.
Kondisi Presiden Donald Trump setelah para pendukungnya menyerbu gedung US Capitol kini dikabarkan semakin memprihatinkan.
Trump dikabarkan semakin mengisolasi diri di dalam Gedung Putih. Dia hanya mengandalkan sekelompok kecil orang yang benar-benar pendukung fanatiknya. Dia pun memarahi orang-orang yang berani berbeda pendapat dengannya.
"Para pejabat keamanan nasional yang setia pada sumpah mereka kepada Konstitusi akan berjaga-jaga sampai Hari Pelantikan dan kemudian akan menyerahkan kekuasaan kepada presiden baru yang terpilih," ungkap seorang pejabat pemerintah AS pada Reuters.
Bahasa sangat berbahaya itu disebut memicu penyerbuan gedung US Capitol di Washington pekan ini. Penyerbuan berdarah itu pun dikecam berbagai negara.
“Kita sangat terganggu oleh hasutan untuk melakukan kekerasan dan kebencian oleh para pemimpin politik dan kami menyerukan kepada Presiden Amerika Serikat dan para pemimpin politik lainnya untuk menyangkal, secara terbuka menyangkal, narasi palsu dan berbahaya yang sedang disebarkan,” ungkap juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB Ravina Shamdasani menanggapi pertanyaan tentang tanggung jawab pribadi Trump pada kekerasan berdarah di US Capitol.
“Bahasa yang menghasut seperti ini bisa sangat berbahaya,” papar Shamdasani dalam pengarahan online. (Baca Juga: Kasihan Trump, Marah dan Mengisolir Diri di Gedung Putih)
Komentarnya mengikuti seruan Kepala HAM PBB Michelle Bachelet pada Kamis malam untuk penyelidikan menyeluruh atas peristiwa di US Capitol, Washington, yang menewaskan lima orang. (Baca Juga: Menteri Transportasi dan Pendidikan Mundur, Staf Gedung Putih Eksodus)
Shamdasani juga mengungkapkan keprihatinannya tentang tampilan simbol "supremasi kulit putih" di luar US Capitol seperti bendera Konfederasi, simbol anti-Semit, dan jerat. (Baca Juga: Setelah US Capitol Diserbu, Kini Para Politisi Israel yang Ketakutan)
“Kami mengutuk tampilan simbol-simbol rasis yang terbuka ini,” tegas Shamdasani.
Kondisi Presiden Donald Trump setelah para pendukungnya menyerbu gedung US Capitol kini dikabarkan semakin memprihatinkan.
Trump dikabarkan semakin mengisolasi diri di dalam Gedung Putih. Dia hanya mengandalkan sekelompok kecil orang yang benar-benar pendukung fanatiknya. Dia pun memarahi orang-orang yang berani berbeda pendapat dengannya.
"Para pejabat keamanan nasional yang setia pada sumpah mereka kepada Konstitusi akan berjaga-jaga sampai Hari Pelantikan dan kemudian akan menyerahkan kekuasaan kepada presiden baru yang terpilih," ungkap seorang pejabat pemerintah AS pada Reuters.
(sya)