Saudi-Qatar Buka Blokade Jadi Sinyal Unifikasi Negara Teluk
loading...
A
A
A
Riyadh juga tidak suka dengan Qatar yang memiliki hubungan baik dengan Iran. Padahal, Iran musuh abadi bagi Saudi. Qatar dinilai memberikan banyak ruang bagi Iran di negaranya. Qatar juga tidak bersikap tegas ke Iran mengenai pengembangan senjata nuklir. Baik Saudi dan sekutunya selalu menuding Qatar memberikan dana besar kepada kelompok yang berafiliasi dengan Iran, seperti Hezbollah dan Hamas.
Permusuhan dengan Qatar juga dikarenakan kedekatan Doha dengan Turki. Diketahui, Turki memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan utama dan pemersatu di Timur Tengah. Ankara pun mendekati Doha, dan kedua belah pihak saling percaya. Bahkan, Turki pun mengirimkan pasukan ke Doha ketika Saudi menutup perbatasan dengan Qatar.
Sebenarnya awal ketegangan Qatar dan Saudi dikarenakan Doha mendukung gerakan Arab Spring pernah melanda Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2011. Saudi dan Qatar merupakan sekutu utama AS memang menghindari konflik langsung. Namun, perang proxy yang dilakukan kedua belah pihak membuat Timur Tengah juga ikut membara.
(Baca juga: Jelang Lengser, Trump dan Raja Salman Bahas Krisis Qatar vs 4 Negara Arab )
Dalam pandangan Samuel Ramani, pakar Timur Tengah asal Universitas Oxford, resolusi berakhirnya blokade Qatar oleh Saudi tidak akan menciptakan front bersatu melawan Iran. Dia memprediksi ada empat kebijakan haluan yang mendominasi Negara Teluk.
“Oman akan tetap mendekati Iran, Qatar dan Kuwait akan mempertahankan sikap bertahan, Uni Emirat Arab mengelola konfrontasi, sedangkan Arab Saudi dan Bahrain akan tetap berkonfrontasi dengan Iran,” katanya dilansir dari akun Twitter-nya.
Sedangkan dalam pandangan Khalid al-Dekhayel, pakar politik Saudi, deekskalasi krisis Qatar dan Saudi mungkin memiliki fondasi yang dangkal. "Ketidaksepakatan utama antara Riyadh dan Doha masih belum terselesaikan," ungkapnya dilansir Al Jazeera.
Hal senada diungkapkan seorang diplomat senior negara Teluk yang mengungkapkan bahwa kesepakatan itu sebagai hal baik karena menunjukkan arah perkembangan positif. Namun, kesepakatan itu tidak akan mengakhiri ketegangan di Teluk.
"Beberapa isu memang diselesaikan, tetapi akar penyebab ketegangan yakni hubungan buruk para pemimpin dan perbedaan kebijakan tentang Iran, Turki dan Ikhwanul Muslimin belum diselesaikan," kata diplomat itu kepada Axios.
Blokade selama tiga setengah tahun sangat merugikan perekonomian Qatar. Rakyat Qatar pasti tidak akah mudah memaafkan tingkah Saudi dan sekutunya. Mereka juga marah dengan sikap pemimpin Qatar yang tidak mau berkompromi dengan Saudi. Yang jelas menjadi korban adalah rakyat Qatar.
Upaya Kuwait memang patut dihargai. Sejak awal, Kuwait selalu menjadi menjadi penengah yang baik dan sabar. Kuwait menyadari konflik itu hanya akan merugikan persatuan negara-negara Arab. Langkah Kuwait itu didukung penuh pemerintahan Donald Trump yang ingin mempersatukan negara-negara aliansinya.
Banyak pihak menduga rekonsiliasi Qatar dan Saudi merupakan upaya membentuk front bersatu melawan Iran. Itu merupakan misi yang diinginkan oleh AS dan Saudi. Apalagi, kantor berita SPA mengutup penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota MBS mengatakan bahwa pertemuan pemimpin Teluk akan mempersatukan negara-negara Teluk.
“Bersatu untuk melawan dan menghadapi tantangan yang dihadapi kawasan Timur Tengah,” ungkap MBS.
MBS juga mengungkapkan, konferensi negara Teluk akan semakin inklusif menunju reunifikasi dan solidaritas. “Konferensi harus memperat dan mempersatuan untuk kebaikan dan kesejahteraan,” demikian ungkap keterangan resmi MBS.
Permusuhan dengan Qatar juga dikarenakan kedekatan Doha dengan Turki. Diketahui, Turki memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan utama dan pemersatu di Timur Tengah. Ankara pun mendekati Doha, dan kedua belah pihak saling percaya. Bahkan, Turki pun mengirimkan pasukan ke Doha ketika Saudi menutup perbatasan dengan Qatar.
Sebenarnya awal ketegangan Qatar dan Saudi dikarenakan Doha mendukung gerakan Arab Spring pernah melanda Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2011. Saudi dan Qatar merupakan sekutu utama AS memang menghindari konflik langsung. Namun, perang proxy yang dilakukan kedua belah pihak membuat Timur Tengah juga ikut membara.
(Baca juga: Jelang Lengser, Trump dan Raja Salman Bahas Krisis Qatar vs 4 Negara Arab )
Dalam pandangan Samuel Ramani, pakar Timur Tengah asal Universitas Oxford, resolusi berakhirnya blokade Qatar oleh Saudi tidak akan menciptakan front bersatu melawan Iran. Dia memprediksi ada empat kebijakan haluan yang mendominasi Negara Teluk.
“Oman akan tetap mendekati Iran, Qatar dan Kuwait akan mempertahankan sikap bertahan, Uni Emirat Arab mengelola konfrontasi, sedangkan Arab Saudi dan Bahrain akan tetap berkonfrontasi dengan Iran,” katanya dilansir dari akun Twitter-nya.
Sedangkan dalam pandangan Khalid al-Dekhayel, pakar politik Saudi, deekskalasi krisis Qatar dan Saudi mungkin memiliki fondasi yang dangkal. "Ketidaksepakatan utama antara Riyadh dan Doha masih belum terselesaikan," ungkapnya dilansir Al Jazeera.
Hal senada diungkapkan seorang diplomat senior negara Teluk yang mengungkapkan bahwa kesepakatan itu sebagai hal baik karena menunjukkan arah perkembangan positif. Namun, kesepakatan itu tidak akan mengakhiri ketegangan di Teluk.
"Beberapa isu memang diselesaikan, tetapi akar penyebab ketegangan yakni hubungan buruk para pemimpin dan perbedaan kebijakan tentang Iran, Turki dan Ikhwanul Muslimin belum diselesaikan," kata diplomat itu kepada Axios.
Blokade selama tiga setengah tahun sangat merugikan perekonomian Qatar. Rakyat Qatar pasti tidak akah mudah memaafkan tingkah Saudi dan sekutunya. Mereka juga marah dengan sikap pemimpin Qatar yang tidak mau berkompromi dengan Saudi. Yang jelas menjadi korban adalah rakyat Qatar.
Upaya Kuwait memang patut dihargai. Sejak awal, Kuwait selalu menjadi menjadi penengah yang baik dan sabar. Kuwait menyadari konflik itu hanya akan merugikan persatuan negara-negara Arab. Langkah Kuwait itu didukung penuh pemerintahan Donald Trump yang ingin mempersatukan negara-negara aliansinya.
Banyak pihak menduga rekonsiliasi Qatar dan Saudi merupakan upaya membentuk front bersatu melawan Iran. Itu merupakan misi yang diinginkan oleh AS dan Saudi. Apalagi, kantor berita SPA mengutup penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota MBS mengatakan bahwa pertemuan pemimpin Teluk akan mempersatukan negara-negara Teluk.
“Bersatu untuk melawan dan menghadapi tantangan yang dihadapi kawasan Timur Tengah,” ungkap MBS.
MBS juga mengungkapkan, konferensi negara Teluk akan semakin inklusif menunju reunifikasi dan solidaritas. “Konferensi harus memperat dan mempersatuan untuk kebaikan dan kesejahteraan,” demikian ungkap keterangan resmi MBS.