Saudi-Qatar Buka Blokade Jadi Sinyal Unifikasi Negara Teluk
loading...
A
A
A
RIYADH - Blokade Arab Saudi terhadap Qatar akan resmi berakhir karena Riyadh sepakat untuk membuka perbatasan laut, udara dan darat dengan Doha. Namun, resolusi tersebut bukan akhir dari konflik kedua negara tersebut kendati memunculkan harapan akan kembali bersatunya negara-negara Teluk.
Kesepakatan itu tercapai bertepatan dengan konferensi negara-negara Teluk yang digelar di kota al-Ula, Arab Saudi, kemarin. Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani menghadiri pertemuan tersebut dan disambut hangat Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS).
Resolusi tercapai atas usaha keras Jared Kushner, menantu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang menjadi mediator dalam menjembatani ketegangan kedua belah pihak. Seorang pejabat senior pemerintahan Trump, menegaskan terobosan mengakhiri ketegangan selama tiga tahun blokade Saudi dan tiga negara lain terhadap Qatar telah mencapai kesepakatan. Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri Kuwait Ahmad Nasser al-Sabah yang menyatakan Saudi akan membuka kembali wilayah udara, darat dan laut dengan Qatar.
(Baca juga: AS Sambut Kesepakatan Arab Saudi dan Qatar Buka Lagi Perbatasan )
Seorang pejabat AS menyatakan, Putra Mahkota MBS dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani mendatangani kesepakatan tersebut. Namun, belum ada tanda-tanda tiga negara yang menjadi aliansi Saudi yakni Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir akan mencabut blokade terhadap Qatar. “Ekspektasi kita mereka (tiga negara) akan mencabut blokade,” kata pejabat pemerintahan Trump, dilansir Reuters.
Empat negara yang terlibat ketegangan tersebut merupakan aliansi utama AS. Qatar memiliki pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah dengan 10.000 pasukan. Bahrain merupakan pangkalan Armada Kelima Angkatan Laut AS. Sedangkan Arab Saudi dan UEA juga menampung banyak tentara AS. Itu menjadi Washington memiliki kepentingan untuk menurunkan ekskalasi ketegangan di antara para aliansinya.
(Baca juga: Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir Cabut Blokade Qatar Hari Ini )
"Penasehat Gedung Putih Jared Kushner yang membantu kesepakatan terus bekerja melalui telepon hingga kesepakatan tercapai,” kata pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Saudi memang ditekan Trump membuka perbatasannya dengan Qatar, setelah menolak membuka hubungan diplomasi dengan Israel. Belum ada kabar prasyarat yang diajukan Saudi untuk membuka blokade tersebut. Resolusi itu pun dinilai hanya setengah hati dilakukan Saudi.
Saudi dan Qatar memiliki pandangan ideologi yang sangat berbeda. Di balik membaiknya hubungan Saudi dan Qatar, kedua negara masih menyimpan bara yang masih menyala. Ketika momen memburuk dan kondisi tidak mendukung, bisa saja kembali memicu konflik serta ketegangan antara Doha dan Qatar.
Ketegangan kedua negara berawal ketika Saudi tidak menyukai dukungan Qatar terhadap Ikhwanul Muslimin (IM) yang dianggap Riyadh sebagai ancaman bagi negaranya. Qatar masih melindungi banyak ulama IM. Padahal, IM menjadi organisasi terlarang di banyak negara di Timur Tengah. Tekanan Saudi agar Qatar tidak mengakomodir IM tidak pernah didengar dan dilaksanakan Doha.
Riyadh juga tidak suka dengan Qatar yang memiliki hubungan baik dengan Iran. Padahal, Iran musuh abadi bagi Saudi. Qatar dinilai memberikan banyak ruang bagi Iran di negaranya. Qatar juga tidak bersikap tegas ke Iran mengenai pengembangan senjata nuklir. Baik Saudi dan sekutunya selalu menuding Qatar memberikan dana besar kepada kelompok yang berafiliasi dengan Iran, seperti Hezbollah dan Hamas.
Permusuhan dengan Qatar juga dikarenakan kedekatan Doha dengan Turki. Diketahui, Turki memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan utama dan pemersatu di Timur Tengah. Ankara pun mendekati Doha, dan kedua belah pihak saling percaya. Bahkan, Turki pun mengirimkan pasukan ke Doha ketika Saudi menutup perbatasan dengan Qatar.
Sebenarnya awal ketegangan Qatar dan Saudi dikarenakan Doha mendukung gerakan Arab Spring pernah melanda Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2011. Saudi dan Qatar merupakan sekutu utama AS memang menghindari konflik langsung. Namun, perang proxy yang dilakukan kedua belah pihak membuat Timur Tengah juga ikut membara.
(Baca juga: Jelang Lengser, Trump dan Raja Salman Bahas Krisis Qatar vs 4 Negara Arab )
Dalam pandangan Samuel Ramani, pakar Timur Tengah asal Universitas Oxford, resolusi berakhirnya blokade Qatar oleh Saudi tidak akan menciptakan front bersatu melawan Iran. Dia memprediksi ada empat kebijakan haluan yang mendominasi Negara Teluk.
“Oman akan tetap mendekati Iran, Qatar dan Kuwait akan mempertahankan sikap bertahan, Uni Emirat Arab mengelola konfrontasi, sedangkan Arab Saudi dan Bahrain akan tetap berkonfrontasi dengan Iran,” katanya dilansir dari akun Twitter-nya.
Sedangkan dalam pandangan Khalid al-Dekhayel, pakar politik Saudi, deekskalasi krisis Qatar dan Saudi mungkin memiliki fondasi yang dangkal. "Ketidaksepakatan utama antara Riyadh dan Doha masih belum terselesaikan," ungkapnya dilansir Al Jazeera.
Hal senada diungkapkan seorang diplomat senior negara Teluk yang mengungkapkan bahwa kesepakatan itu sebagai hal baik karena menunjukkan arah perkembangan positif. Namun, kesepakatan itu tidak akan mengakhiri ketegangan di Teluk.
"Beberapa isu memang diselesaikan, tetapi akar penyebab ketegangan yakni hubungan buruk para pemimpin dan perbedaan kebijakan tentang Iran, Turki dan Ikhwanul Muslimin belum diselesaikan," kata diplomat itu kepada Axios.
Blokade selama tiga setengah tahun sangat merugikan perekonomian Qatar. Rakyat Qatar pasti tidak akah mudah memaafkan tingkah Saudi dan sekutunya. Mereka juga marah dengan sikap pemimpin Qatar yang tidak mau berkompromi dengan Saudi. Yang jelas menjadi korban adalah rakyat Qatar.
Upaya Kuwait memang patut dihargai. Sejak awal, Kuwait selalu menjadi menjadi penengah yang baik dan sabar. Kuwait menyadari konflik itu hanya akan merugikan persatuan negara-negara Arab. Langkah Kuwait itu didukung penuh pemerintahan Donald Trump yang ingin mempersatukan negara-negara aliansinya.
Banyak pihak menduga rekonsiliasi Qatar dan Saudi merupakan upaya membentuk front bersatu melawan Iran. Itu merupakan misi yang diinginkan oleh AS dan Saudi. Apalagi, kantor berita SPA mengutup penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota MBS mengatakan bahwa pertemuan pemimpin Teluk akan mempersatukan negara-negara Teluk.
“Bersatu untuk melawan dan menghadapi tantangan yang dihadapi kawasan Timur Tengah,” ungkap MBS.
MBS juga mengungkapkan, konferensi negara Teluk akan semakin inklusif menunju reunifikasi dan solidaritas. “Konferensi harus memperat dan mempersatuan untuk kebaikan dan kesejahteraan,” demikian ungkap keterangan resmi MBS.
Kesepakatan pencabutan blokade Qatar disambut banyak pihak. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif berharap rekonsiliasi Teluk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan stabilitas politik bagi semua rakyat di kawasan.
Kemudian, Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengungkapkan, restorasi persatuan Teluk akan menunjukkan kerja bersama dan bergerak ke arah yang tepat. Konferensi Negara Teluk, menurut Gargash, akan memulihkan kohesi Teluk, meskipun perlu kerja keras kedepan. "Keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan harus menjadi prioritas utama," kata Gargash.
Kementerian Luar Negeri Turki menyambut baik kesepakatan tersebut untuk menyelesaikan ketegangan. “Harapan kita adalah ketegangan bisa dicapai dengan komprehensif dan resolusi jangka panjang untuk menghormati kedaulatan dan sanksi terhadap rakyat Qatar segera dicabut,” demikian keterangan Turki.
Kesepakatan pencabutan blokade merupakan serangkaian pencapaian diplomatik yang dilakukan Kushner. Itu termasuk normalisasi hubungan diplomatik Israel dengan UEA, Bahrain, Sudan dan Maroko. “Itu merupakan terobosan masif,” kata pejabat AS.
Kesepakatan itu tercapai bertepatan dengan konferensi negara-negara Teluk yang digelar di kota al-Ula, Arab Saudi, kemarin. Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani menghadiri pertemuan tersebut dan disambut hangat Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS).
Resolusi tercapai atas usaha keras Jared Kushner, menantu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang menjadi mediator dalam menjembatani ketegangan kedua belah pihak. Seorang pejabat senior pemerintahan Trump, menegaskan terobosan mengakhiri ketegangan selama tiga tahun blokade Saudi dan tiga negara lain terhadap Qatar telah mencapai kesepakatan. Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri Kuwait Ahmad Nasser al-Sabah yang menyatakan Saudi akan membuka kembali wilayah udara, darat dan laut dengan Qatar.
(Baca juga: AS Sambut Kesepakatan Arab Saudi dan Qatar Buka Lagi Perbatasan )
Seorang pejabat AS menyatakan, Putra Mahkota MBS dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani mendatangani kesepakatan tersebut. Namun, belum ada tanda-tanda tiga negara yang menjadi aliansi Saudi yakni Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir akan mencabut blokade terhadap Qatar. “Ekspektasi kita mereka (tiga negara) akan mencabut blokade,” kata pejabat pemerintahan Trump, dilansir Reuters.
Empat negara yang terlibat ketegangan tersebut merupakan aliansi utama AS. Qatar memiliki pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah dengan 10.000 pasukan. Bahrain merupakan pangkalan Armada Kelima Angkatan Laut AS. Sedangkan Arab Saudi dan UEA juga menampung banyak tentara AS. Itu menjadi Washington memiliki kepentingan untuk menurunkan ekskalasi ketegangan di antara para aliansinya.
(Baca juga: Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir Cabut Blokade Qatar Hari Ini )
"Penasehat Gedung Putih Jared Kushner yang membantu kesepakatan terus bekerja melalui telepon hingga kesepakatan tercapai,” kata pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Saudi memang ditekan Trump membuka perbatasannya dengan Qatar, setelah menolak membuka hubungan diplomasi dengan Israel. Belum ada kabar prasyarat yang diajukan Saudi untuk membuka blokade tersebut. Resolusi itu pun dinilai hanya setengah hati dilakukan Saudi.
Saudi dan Qatar memiliki pandangan ideologi yang sangat berbeda. Di balik membaiknya hubungan Saudi dan Qatar, kedua negara masih menyimpan bara yang masih menyala. Ketika momen memburuk dan kondisi tidak mendukung, bisa saja kembali memicu konflik serta ketegangan antara Doha dan Qatar.
Ketegangan kedua negara berawal ketika Saudi tidak menyukai dukungan Qatar terhadap Ikhwanul Muslimin (IM) yang dianggap Riyadh sebagai ancaman bagi negaranya. Qatar masih melindungi banyak ulama IM. Padahal, IM menjadi organisasi terlarang di banyak negara di Timur Tengah. Tekanan Saudi agar Qatar tidak mengakomodir IM tidak pernah didengar dan dilaksanakan Doha.
Riyadh juga tidak suka dengan Qatar yang memiliki hubungan baik dengan Iran. Padahal, Iran musuh abadi bagi Saudi. Qatar dinilai memberikan banyak ruang bagi Iran di negaranya. Qatar juga tidak bersikap tegas ke Iran mengenai pengembangan senjata nuklir. Baik Saudi dan sekutunya selalu menuding Qatar memberikan dana besar kepada kelompok yang berafiliasi dengan Iran, seperti Hezbollah dan Hamas.
Permusuhan dengan Qatar juga dikarenakan kedekatan Doha dengan Turki. Diketahui, Turki memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan utama dan pemersatu di Timur Tengah. Ankara pun mendekati Doha, dan kedua belah pihak saling percaya. Bahkan, Turki pun mengirimkan pasukan ke Doha ketika Saudi menutup perbatasan dengan Qatar.
Sebenarnya awal ketegangan Qatar dan Saudi dikarenakan Doha mendukung gerakan Arab Spring pernah melanda Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2011. Saudi dan Qatar merupakan sekutu utama AS memang menghindari konflik langsung. Namun, perang proxy yang dilakukan kedua belah pihak membuat Timur Tengah juga ikut membara.
(Baca juga: Jelang Lengser, Trump dan Raja Salman Bahas Krisis Qatar vs 4 Negara Arab )
Dalam pandangan Samuel Ramani, pakar Timur Tengah asal Universitas Oxford, resolusi berakhirnya blokade Qatar oleh Saudi tidak akan menciptakan front bersatu melawan Iran. Dia memprediksi ada empat kebijakan haluan yang mendominasi Negara Teluk.
“Oman akan tetap mendekati Iran, Qatar dan Kuwait akan mempertahankan sikap bertahan, Uni Emirat Arab mengelola konfrontasi, sedangkan Arab Saudi dan Bahrain akan tetap berkonfrontasi dengan Iran,” katanya dilansir dari akun Twitter-nya.
Sedangkan dalam pandangan Khalid al-Dekhayel, pakar politik Saudi, deekskalasi krisis Qatar dan Saudi mungkin memiliki fondasi yang dangkal. "Ketidaksepakatan utama antara Riyadh dan Doha masih belum terselesaikan," ungkapnya dilansir Al Jazeera.
Hal senada diungkapkan seorang diplomat senior negara Teluk yang mengungkapkan bahwa kesepakatan itu sebagai hal baik karena menunjukkan arah perkembangan positif. Namun, kesepakatan itu tidak akan mengakhiri ketegangan di Teluk.
"Beberapa isu memang diselesaikan, tetapi akar penyebab ketegangan yakni hubungan buruk para pemimpin dan perbedaan kebijakan tentang Iran, Turki dan Ikhwanul Muslimin belum diselesaikan," kata diplomat itu kepada Axios.
Blokade selama tiga setengah tahun sangat merugikan perekonomian Qatar. Rakyat Qatar pasti tidak akah mudah memaafkan tingkah Saudi dan sekutunya. Mereka juga marah dengan sikap pemimpin Qatar yang tidak mau berkompromi dengan Saudi. Yang jelas menjadi korban adalah rakyat Qatar.
Upaya Kuwait memang patut dihargai. Sejak awal, Kuwait selalu menjadi menjadi penengah yang baik dan sabar. Kuwait menyadari konflik itu hanya akan merugikan persatuan negara-negara Arab. Langkah Kuwait itu didukung penuh pemerintahan Donald Trump yang ingin mempersatukan negara-negara aliansinya.
Banyak pihak menduga rekonsiliasi Qatar dan Saudi merupakan upaya membentuk front bersatu melawan Iran. Itu merupakan misi yang diinginkan oleh AS dan Saudi. Apalagi, kantor berita SPA mengutup penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota MBS mengatakan bahwa pertemuan pemimpin Teluk akan mempersatukan negara-negara Teluk.
“Bersatu untuk melawan dan menghadapi tantangan yang dihadapi kawasan Timur Tengah,” ungkap MBS.
MBS juga mengungkapkan, konferensi negara Teluk akan semakin inklusif menunju reunifikasi dan solidaritas. “Konferensi harus memperat dan mempersatuan untuk kebaikan dan kesejahteraan,” demikian ungkap keterangan resmi MBS.
Kesepakatan pencabutan blokade Qatar disambut banyak pihak. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif berharap rekonsiliasi Teluk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan stabilitas politik bagi semua rakyat di kawasan.
Kemudian, Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengungkapkan, restorasi persatuan Teluk akan menunjukkan kerja bersama dan bergerak ke arah yang tepat. Konferensi Negara Teluk, menurut Gargash, akan memulihkan kohesi Teluk, meskipun perlu kerja keras kedepan. "Keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan harus menjadi prioritas utama," kata Gargash.
Kementerian Luar Negeri Turki menyambut baik kesepakatan tersebut untuk menyelesaikan ketegangan. “Harapan kita adalah ketegangan bisa dicapai dengan komprehensif dan resolusi jangka panjang untuk menghormati kedaulatan dan sanksi terhadap rakyat Qatar segera dicabut,” demikian keterangan Turki.
Kesepakatan pencabutan blokade merupakan serangkaian pencapaian diplomatik yang dilakukan Kushner. Itu termasuk normalisasi hubungan diplomatik Israel dengan UEA, Bahrain, Sudan dan Maroko. “Itu merupakan terobosan masif,” kata pejabat AS.
(ynt)