China Sebut Tuduhan Pelanggaran HAM Muslim Uighur Kebohongan Abad Ini
loading...
A
A
A
Zhao mengutip konferensi pers baru-baru ini yang diadakan di Beijing, di mana pejabat pemerintah dan penduduk terpilih dari Xinjiang berbicara tentang stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi di kawasan itu. Dia mendorong para pejabat AS untuk membaca transkripnya.
Pada jumpa pers itu, Zhao juga membidik para pejabat kedutaan AS karena gagal memenuhi tugas mereka dalam mempromosikan hubungan bilateral. Dia menuduh misi diplomatik tersebut menerbitkan lebih dari 60 informasi palsu.
Sementara itu, Beijing sebelumnya telah menolak seruan dari Uni Eropa dan negara-negara anggota PBB untuk mengizinkan pengamat independen masuk ke Xinjiang.
Selain penolakan, China juga telah memanfaatkan media pemerintah dalam upayanya untuk mendikte narasi di Xinjiang. Publikasi berbahasa Inggris seperti tabloid nasionalistik Global Times telah mengeluarkan laporannya sendiri dalam upaya untuk melawan penyelidikan yang antara lain dilakukan oleh BBC dan Institut Kebijakan Strategis Australia.(Baca juga: ICC Tolak Investigasi Penindasan China Terhadap Muslim Uighur )
Pada bulan Juli, pemerintahan Trump memberi sanksi kepada pejabat Partai Komunis yang dikatakan terkait atau terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, yang berbatasan dengan Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Afghanistan di barat, serta Pakistan dan India di selatan.
The Uyghur Human Rights Project mengatakan kepada Newsweek awal bulan ini bahwa ada beberapa kekhawatiran di antara komunitas Uighur bahwa pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden yang akan datang tidak akan cukup tangguh menghadapi China.
"Namun, dukungan bipartisan tentang masalah di Washington dan kemampuan Biden untuk memerintahkan negara-negara koalisi untuk menekan China, keduanya merupakan tanda-tanda yang menggembirakan," kata LSM itu.
Pada jumpa pers itu, Zhao juga membidik para pejabat kedutaan AS karena gagal memenuhi tugas mereka dalam mempromosikan hubungan bilateral. Dia menuduh misi diplomatik tersebut menerbitkan lebih dari 60 informasi palsu.
Sementara itu, Beijing sebelumnya telah menolak seruan dari Uni Eropa dan negara-negara anggota PBB untuk mengizinkan pengamat independen masuk ke Xinjiang.
Selain penolakan, China juga telah memanfaatkan media pemerintah dalam upayanya untuk mendikte narasi di Xinjiang. Publikasi berbahasa Inggris seperti tabloid nasionalistik Global Times telah mengeluarkan laporannya sendiri dalam upaya untuk melawan penyelidikan yang antara lain dilakukan oleh BBC dan Institut Kebijakan Strategis Australia.(Baca juga: ICC Tolak Investigasi Penindasan China Terhadap Muslim Uighur )
Pada bulan Juli, pemerintahan Trump memberi sanksi kepada pejabat Partai Komunis yang dikatakan terkait atau terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, yang berbatasan dengan Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Afghanistan di barat, serta Pakistan dan India di selatan.
The Uyghur Human Rights Project mengatakan kepada Newsweek awal bulan ini bahwa ada beberapa kekhawatiran di antara komunitas Uighur bahwa pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden yang akan datang tidak akan cukup tangguh menghadapi China.
"Namun, dukungan bipartisan tentang masalah di Washington dan kemampuan Biden untuk memerintahkan negara-negara koalisi untuk menekan China, keduanya merupakan tanda-tanda yang menggembirakan," kata LSM itu.
(ber)