Waspada Mutasi Baru Corona
loading...
A
A
A
KOPENHAGEN - Temuan baru mutasi virus corona melalui cerpelai akhir-akhir ini membuat pola penularan Covid-19 kian kompleks. Jika tak diantisipasi dengan matang, mutasi khusus ini juga dikhawatirkan akan berdampak pada kemanjuran vaksin.
Pekan lalu Denmark telah memerintahkan pemusnahan lebih dari 15 juta cerpelai setelah ditemukan virus corona yang bermutasi. Tercatat sejak Agustus, ada 200 orang terinfeksi virus korona melalui cerpelai. Kasus mutasi virus corona di cerpelai juga ditemukan di Yunani. Mereka yang tertular mengalami penurunan sensitivitas antibodi. Budi daya cerpelai di kawasan Kozani, Yunani, pun ditutup dan ribuan cerpelai dimusnahkan. (Baca: Nasihat yang Paling Baik adalah Kematian)
Otoritas di Jinan, China, akhir pekan lalu menemukan virus corona pada daging impor yang dari Brasil, Bolivia, dan Selandia Baru. Selain itu, dua provinsi China lainnya juga menemukan virus corona pada paket daging babi yang diimpor dari Argentina. Sebelum menyeruak di Eropa, kontaminasi virus corona juga sebelumnya dilaporkan dari kucing, anjing, bahkan singa dan harimau di kebun binatang New York, Amerika Serikat (AS).
Kasus di Denmark dikabarkan memiliki hal yang berbeda karena menular dari cerpelai ke manusia. “Menurut informasi dari otoritas Denmark, virus tersebut tidak patogenik dan tidak cepat menular,” kata ahli di Departemen Kesehatan Prancis, Gilles Salvat.
Ahli epidemiologi Cirad, lembaga penelitian Prancis, Marisa Peyre, menyebutkan perkembangan mutasi di Denmark memang "mengkhawatirkan". “Setiap kali virus menyebar di antara hewan, itu akan berubah,” paparnya kepada BBC News.
Jika virus terlalu banyak mengalami perubahan dari yang beredar di dalam manusia saat ini, menurut Peyre, itu mungkin berarti bahwa vaksin atau pengobatan apa pun yang akan segera diproduksi mungkin tidak berfungsi sebagaimana mestinya. (Baca juga: Banyak Klaster Baru, Siswa Masuk Sekolah Diusulkan Setelah Vaksinasi)
Cerpelai, seperti spesies, musang, rentan terhadap virus pernapasan. Cerpelai yang dipelihara dalam jumlah besar di peternakan telah tertular virus corona dari pekerja yang terinfeksi. Lebih dari 50 juta cerpelai setiap tahun dikembangbiakkan untuk diambil bulunya, terutama di China, Denmark, Belanda, dan Polandia. Wabah telah dilaporkan di peternakan cerpelai di Belanda, Denmark, Spanyol, Swedia, Italia, dan Amerika Serikat, dan jutaan hewan harus dimusnahkan.
Seperti manusia, cerpelai dapat mengalami berbagai gejala, mulai dari tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit sama sekali hingga gejala parah, seperti pneumonia. Para ilmuwan menduga virus menyebar di peternakan cerpelai melalui cipratan, pada pakan atau alas tidur, atau dalam debu yang mengandung kotoran. “Cerpelai telah menjadi waduk virus dan pengawasan diperlukan pada hewan liar dan domestik lain yang mungkin rentan,” ungkap Profesor Joanne Santini dari University College London.
Francois Balloux, ahli virus dari Universitas College London, sepakat dengan upaya pemusnahan cerpelai yang dilakukan banyak negara di Eropa. “Perlu upaya mengetahui risiko kalau cerpelai bisa membangkitkan pandemi kedua,” ujarnya. Meskipun begitu, dia juga menegaskan, mutasi virus corona pada cerpelai tidak menyebar luas kepada manusia secara cepat.
Pekan lalu Denmark telah memerintahkan pemusnahan lebih dari 15 juta cerpelai setelah ditemukan virus corona yang bermutasi. Tercatat sejak Agustus, ada 200 orang terinfeksi virus korona melalui cerpelai. Kasus mutasi virus corona di cerpelai juga ditemukan di Yunani. Mereka yang tertular mengalami penurunan sensitivitas antibodi. Budi daya cerpelai di kawasan Kozani, Yunani, pun ditutup dan ribuan cerpelai dimusnahkan. (Baca: Nasihat yang Paling Baik adalah Kematian)
Otoritas di Jinan, China, akhir pekan lalu menemukan virus corona pada daging impor yang dari Brasil, Bolivia, dan Selandia Baru. Selain itu, dua provinsi China lainnya juga menemukan virus corona pada paket daging babi yang diimpor dari Argentina. Sebelum menyeruak di Eropa, kontaminasi virus corona juga sebelumnya dilaporkan dari kucing, anjing, bahkan singa dan harimau di kebun binatang New York, Amerika Serikat (AS).
Kasus di Denmark dikabarkan memiliki hal yang berbeda karena menular dari cerpelai ke manusia. “Menurut informasi dari otoritas Denmark, virus tersebut tidak patogenik dan tidak cepat menular,” kata ahli di Departemen Kesehatan Prancis, Gilles Salvat.
Ahli epidemiologi Cirad, lembaga penelitian Prancis, Marisa Peyre, menyebutkan perkembangan mutasi di Denmark memang "mengkhawatirkan". “Setiap kali virus menyebar di antara hewan, itu akan berubah,” paparnya kepada BBC News.
Jika virus terlalu banyak mengalami perubahan dari yang beredar di dalam manusia saat ini, menurut Peyre, itu mungkin berarti bahwa vaksin atau pengobatan apa pun yang akan segera diproduksi mungkin tidak berfungsi sebagaimana mestinya. (Baca juga: Banyak Klaster Baru, Siswa Masuk Sekolah Diusulkan Setelah Vaksinasi)
Cerpelai, seperti spesies, musang, rentan terhadap virus pernapasan. Cerpelai yang dipelihara dalam jumlah besar di peternakan telah tertular virus corona dari pekerja yang terinfeksi. Lebih dari 50 juta cerpelai setiap tahun dikembangbiakkan untuk diambil bulunya, terutama di China, Denmark, Belanda, dan Polandia. Wabah telah dilaporkan di peternakan cerpelai di Belanda, Denmark, Spanyol, Swedia, Italia, dan Amerika Serikat, dan jutaan hewan harus dimusnahkan.
Seperti manusia, cerpelai dapat mengalami berbagai gejala, mulai dari tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit sama sekali hingga gejala parah, seperti pneumonia. Para ilmuwan menduga virus menyebar di peternakan cerpelai melalui cipratan, pada pakan atau alas tidur, atau dalam debu yang mengandung kotoran. “Cerpelai telah menjadi waduk virus dan pengawasan diperlukan pada hewan liar dan domestik lain yang mungkin rentan,” ungkap Profesor Joanne Santini dari University College London.
Francois Balloux, ahli virus dari Universitas College London, sepakat dengan upaya pemusnahan cerpelai yang dilakukan banyak negara di Eropa. “Perlu upaya mengetahui risiko kalau cerpelai bisa membangkitkan pandemi kedua,” ujarnya. Meskipun begitu, dia juga menegaskan, mutasi virus corona pada cerpelai tidak menyebar luas kepada manusia secara cepat.