Erdogan: Muslim di Eropa Jadi Target seperti Yahudi sebelum PD II
loading...
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin Eropa lainnya, dengan melabeli rekan-rekannya tersebut sebagai "fasis" dan pendukung Islamofobia yang mengambil bagian dalam "kampanye lynch".
"Kampanye lynch" adalah praktik menghukum mati tanpa pemeriksaan pengadilan. Praktik seperti itu pernah menargetkan umat Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia (PD) II. (Baca: Dewan Cendekiawan Senior Saudi: Menghina Nabi Muhammad Hanya Melayani Ekstremis )
Erdogan melanjutkan perang kata-katanya dengan Macron menyusul komentar keras presiden Prancis tentang Islam radikal setelah pemenggalan kepala guru Samuel Paty di Paris.
Berbicara dari Istana Kepresidenan di Ankara pada hari Senin, Erdogan mengatakan bahwa Macron mendorong Islamofobia dalam skala besar dan menuduh kepala negara Eropa lainnya ikut ambil bagian. (Baca: Imbas Macron Hina Islam: Website Prancis Diretas, Produknya Diboikot di Mana-mana )
"Umat Muslim sekarang menjadi sasaran kampanye lynch yang serupa dengan yang dilakukan terhadap orang Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia II," kata Erdogan, seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (27/10/2020).
"Politisi Eropa sekarang harus mengatakan 'hentikan' kampanye kebencian yang dipimpin oleh Macron," lanjut Erdogan sebelum mengalihkan perhatiannya ke Kanselir Jerman Angela Merkel, dengan mempertanyakan bagaimana bisa ada kebebasan beragama di Jerman setelah polisi menggerebek sebuah masjid di Berlin.
Sembari menumpuk sebagian besar kesalahan pada Macron, Presiden Turki tersebut membidik para pemimpin Barat lainnya."Serangan telah menjadi kebijakan di tingkat kepala negara, saya berseru dari sini, Anda fasis, Anda adalah penghubung rantai Nazisme." (Baca juga: Umat Kristen Arab Ramai-ramai Kecam Penghinaan Prancis terhadap Islam )
Erdogan juga mengulangi pernyataan sebelumnya tentang kesehatan mental Macron, dengan menegaskan bahwa Presiden Prancis itu membutuhkan "kontrol mental". Dia juga menyerukan pemboikotan barang-barang Prancis.
Erdogan bukan satu-satunya pemimpin Muslim yang berselisih dengan Macron karena pendiriannya tentang Islam.
Pada hari Minggu, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan bahwa Presiden Prancis telah memilih untuk mendorong Islamofobia dengan menyerang Islam daripada teroris yang melakukan kekerasan, baik itu Muslim, Supremasi Kulit Putih atau ideolog Nazi.
Khan juga menerbitkan foto suratnya kepada CEO Facebook, Mark Zuckerberg, memintanya untuk melarang konten Islamofobia.
Macron memicu kemarahan setelah menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia, menyusul pembunuhan Paty bulan lalu. Dia juga menuduh Islam adalah "separatisme" dan mengatakan dia tidak akan melarang penerbitan karikatur Nabi Muhammad oleh majalah Charlie Hebdo saat dia menggarisbawahi komitmennya pada kebebasan berbicara.
Kementerian Luar Negeri Maroko mengutuk terus terbitnya kartun Nabi Muhammad, yang diproyeksikan ke beberapa gedung pemerintah Prancis setempat. Pernyataan Maroko mengatakan tindakan tersebut mencerminkan "ketidakdewasaan Prancis".
Produk Prancis telah dihapus dari toko-toko di Kuwait, Yordania, dan Qatar karena reaksi keras terhadap komentar Macron semakin menguat.
"Kampanye lynch" adalah praktik menghukum mati tanpa pemeriksaan pengadilan. Praktik seperti itu pernah menargetkan umat Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia (PD) II. (Baca: Dewan Cendekiawan Senior Saudi: Menghina Nabi Muhammad Hanya Melayani Ekstremis )
Erdogan melanjutkan perang kata-katanya dengan Macron menyusul komentar keras presiden Prancis tentang Islam radikal setelah pemenggalan kepala guru Samuel Paty di Paris.
Berbicara dari Istana Kepresidenan di Ankara pada hari Senin, Erdogan mengatakan bahwa Macron mendorong Islamofobia dalam skala besar dan menuduh kepala negara Eropa lainnya ikut ambil bagian. (Baca: Imbas Macron Hina Islam: Website Prancis Diretas, Produknya Diboikot di Mana-mana )
"Umat Muslim sekarang menjadi sasaran kampanye lynch yang serupa dengan yang dilakukan terhadap orang Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia II," kata Erdogan, seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (27/10/2020).
"Politisi Eropa sekarang harus mengatakan 'hentikan' kampanye kebencian yang dipimpin oleh Macron," lanjut Erdogan sebelum mengalihkan perhatiannya ke Kanselir Jerman Angela Merkel, dengan mempertanyakan bagaimana bisa ada kebebasan beragama di Jerman setelah polisi menggerebek sebuah masjid di Berlin.
Sembari menumpuk sebagian besar kesalahan pada Macron, Presiden Turki tersebut membidik para pemimpin Barat lainnya."Serangan telah menjadi kebijakan di tingkat kepala negara, saya berseru dari sini, Anda fasis, Anda adalah penghubung rantai Nazisme." (Baca juga: Umat Kristen Arab Ramai-ramai Kecam Penghinaan Prancis terhadap Islam )
Erdogan juga mengulangi pernyataan sebelumnya tentang kesehatan mental Macron, dengan menegaskan bahwa Presiden Prancis itu membutuhkan "kontrol mental". Dia juga menyerukan pemboikotan barang-barang Prancis.
Erdogan bukan satu-satunya pemimpin Muslim yang berselisih dengan Macron karena pendiriannya tentang Islam.
Pada hari Minggu, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan bahwa Presiden Prancis telah memilih untuk mendorong Islamofobia dengan menyerang Islam daripada teroris yang melakukan kekerasan, baik itu Muslim, Supremasi Kulit Putih atau ideolog Nazi.
Khan juga menerbitkan foto suratnya kepada CEO Facebook, Mark Zuckerberg, memintanya untuk melarang konten Islamofobia.
Macron memicu kemarahan setelah menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia, menyusul pembunuhan Paty bulan lalu. Dia juga menuduh Islam adalah "separatisme" dan mengatakan dia tidak akan melarang penerbitan karikatur Nabi Muhammad oleh majalah Charlie Hebdo saat dia menggarisbawahi komitmennya pada kebebasan berbicara.
Kementerian Luar Negeri Maroko mengutuk terus terbitnya kartun Nabi Muhammad, yang diproyeksikan ke beberapa gedung pemerintah Prancis setempat. Pernyataan Maroko mengatakan tindakan tersebut mencerminkan "ketidakdewasaan Prancis".
Produk Prancis telah dihapus dari toko-toko di Kuwait, Yordania, dan Qatar karena reaksi keras terhadap komentar Macron semakin menguat.
(min)