Pemenggalan Guru karena Kartun Nabi Muhammad Ungkap Perpecahan Sekuler Prancis

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 01:09 WIB
loading...
A A A
"Saya banyak menyensor diri sendiri tentang isu-isu seputar laicité," kata seorang guru yang sebelumnya bekerja di sebuah sekolah menengah Paris yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akibatnya. "Saya benar-benar membenci nilai-nilai Prancis." (Baca juga: Buntut Pemenggalan Guru, Prancis Tutup Masjid di Paris )

Pengalamannya menunjukkan bahwa meski pembunuhan Paty sangat menghancurkan, itu tidak sepenuhnya mengejutkan.

Mengingat serangan tahun 2015 terhadap Charlie Hebdo, dia mengatakan bahwa dia menghindari mendiskusikannya pada hari berikutnya dengan murid-muridnya.

"Kami diam sebentar dan saya melanjutkan hidup. Saya pengecut."

Sekularisme diabadikan dalam hukum Prancis pada tahun 1905 setelah perjuangan anti-klerikal dengan Gereja Katolik. Dalam beberapa dekade terakhir, keinginan di antara beberapa Muslim Prancis untuk mengekspresikan identitas agama mereka telah mendominasi perdebatan seputar keseimbangan kebutuhan agama dan sekuler.

Beberapa guru mengatakan bahwa di banlieues—pinggiran kota terpencil yang mengelilingi kota-kota Prancis—daftar topik sensitif dalam kurikulum terus berkembang dan menyalahkan keluarga dan komunitas lokal karena memengaruhi anak-anak.

Pemerintah mengaku mengetahui ada masalah dengan swasensor di antara para guru. Hal itu disampaikan juru bicara pemerintah Gabriel Attal kepada wartawan.

Kurikulum nasional Prancis menetapkan kerangka kerja dan mengarahkan guru ke situs web yang menyarankan materi pengajaran dan rencana pelajaran. Untuk pelajaran tentang kebebasan berekspresi bagi anak usia 13 tahun—kelas yang sama yang diajarkan Paty— kartun karya Charlie Hebdo adalah saran umum.

"Karikatur bukanlah Mein Kampf," kata guru sejarah Maxime Reppert, mengacu pada manifesto Nazi Hitler. "Mereka bukan panggilan untuk menghasut kebencian."

Dalam penghormatan emosional kepada Paty pada hari Rabu, Presiden Emmanuel Macron mengatakan Prancis akan mempertahankan nilai-nilainya dan melindungi para gurunya. "Tekanan, pelecehan dan ketidaktahuan tidak memiliki tempat di Prancis," katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0868 seconds (0.1#10.140)