Pemenggalan Guru karena Kartun Nabi Muhammad Ungkap Perpecahan Sekuler Prancis

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 01:09 WIB
loading...
Pemenggalan Guru karena Kartun Nabi Muhammad Ungkap Perpecahan Sekuler Prancis
Lilin dinyalakan di tugu peringatan untuk memberi penghormatan kepada Samuel Paty, guru Prancis yang dipenggal kepalanya di pinggiran kota Paris di Conflans-Sainte-Honorine. Foto/REUTERS/Eric Gaillard/File Photo
A A A
PARIS - Beberapa guru di Prancis mengatakan mereka menyensor diri mereka sendiri untuk menghindari konfrontasi dengan murid dan orang tua murid terkait agama dan kebebasan berbicara. Masalah itu terungkap ketika seorang guru dipenggal setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada para siswanya di kelas dalam diskusi tentang kebebasan berekspresi.

Guru sejarah bernama Samuel Paty telah menunjukkan beberapa kartikatur yang mengejek Nabi Muhammad dalam pelajaran tentang kebebasan berekspresi. Dia diserang pria etnis Chechnya berusia 18 tahun pada Jumat pekan lalu, saat dalam perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar. (Baca: Guru Dipenggal karena Kartun Nabi Muhammad, Imam Prancis: Kami Mohon Maaf )

Gambar-gambar yang dipertontonkan Paty itu pertama kali diterbitkan oleh majalah satire Charlie Hebdo pada tahun 2006 yang menyebabkan serangan mematikan di kantor redaksinya pada 2015.



Pembunuhan terhadap Paty itu telah menyebabkan kemarahan di negara di mana pemisahan gereja dan negara dipertahankan dengan keras oleh banyak orang. Ini juga telah mengungkap perpecahan dalam masyarakat di mana komunitas Muslim yang besar merasa keyakinannya tidak dihormati dengan benar.

"Garis patahan itu, jika ada, semakin kuat selama 10-20 tahun terakhir," kata Delphine Girard, guru yang mulai mengajar pada tahun 2004. Tahun 2004 adalah tahun di mana Prancis melarang pemakaian jilbab di sekolah. (Baca: Imbas Guru Dipenggal, Prancis Akan Usir 231 Warga Asing Radikal )

"Pelajar seakan-akan menjadi corong pemikiran yang tidak datang dari mereka...tetapi dari orang-orang yang ingin memaksakan identitas agama yang semakin kuat," ujarnya, seperti dikutip Reuters, Jumat (23/10/2020).

Penyensoran sendiri memiliki banyak bentuk; dari guru sekolah dasar yang memilih untuk tidak membaca dongeng "Tiga Babi Kecil" di kelas karena takut mendapat reaksi keras dari beberapa orang tua Muslim, hingga guru sejarah yang mengatakan bahwa mereka menghindari sindiran agama.

Sekularisme negara, atau "laicité" adalah pusat identitas nasional Prancis dan menuntut pemisahan agama dan kehidupan publik.

Sekolah secara historis telah menanamkan nilai-nilai republik pada warganya—tugas yang menurut beberapa guru menjadi semakin sulit karena minoritas Muslim Prancis dan penganut agama lain berusaha untuk mengekspresikan identitas agama mereka.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1468 seconds (0.1#10.140)