Mengapa Kolonialisme Sampah Jadi Bumerang? Thailand Sudah Melawan!

Selasa, 14 Januari 2025 - 15:15 WIB
loading...
A A A
Para ahli juga memperingatkan bahwa jika Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyelesaikan perselisihan yang sedang berlangsung mengenai perjanjian untuk mengakhiri polusi plastik, hal itu dapat menyebabkan krisis kesehatan manusia yang besar.

Kekhawatiran utama termasuk meningkatnya paparan mikroplastik—partikel plastik kecil yang dihasilkan dari dari penguraian benda-benda plastik yang lebih besar—yang ditemukan di mana-mana, dari udara dan air hingga makanan dan jaringan tubuh manusia.

Mikroplastik juga ditambahkan ke produk-produk tertentu untuk meningkatkan mutunya. Misalnya, mikroplastik digunakan dalam scrub pengelupas kulit atau pasta gigi sebagai butiran abrasif. Bahkan ketika dibilas, mikroplastik tidak terurai karena air dan malah terakumulasi di lingkungan.

Penelitian menemukan bahwa mikroplastik membutuhkan waktu 100 hingga 1.000 tahun untuk terurai sedemikian rupa sehingga menghilang.

Orang-orang juga berisiko menghirup polutan beracun dari pembakaran sampah plastik. Pembakaran ini melepaskan bahan kimia dan partikel berbahaya, yang meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, terutama di daerah dengan pengelolaan sampah yang buruk, menurut sebuah artikel yang diterbitkan di British Medical Journal pada bulan Januari.

5. Indonesia Masih Menerima Sampah

Beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, juga secara historis dibayar untuk menerima sampah plastik.

Sebelumnya, China merupakan pasar terbesar untuk sampah rumah tangga dan telah mengambil hampir setengah dari sampah plastik dunia sejak 1992 hingga memberlakukan larangan pada 2018. Ini menjadi momen penting bagi perdagangan.

Pada tahun yang sama, 2018, sampah plastik yang dikirim ke Thailand melonjak hingga lebih dari 500.000 ton – peningkatan sepuluh kali lipat dari jumlah rata-rata sebelum 2015, menurut statistik dari departemen bea cukai Thailand.

Sementara itu, setelah larangan China, Inggris mulai mengekspor lebih banyak sampah plastik ke Turki daripada negara lain mana pun, dengan jumlah yang meningkat dari 12.000 ton pada 2016 menjadi 209.642 ton pada 2020. Ini mencakup sekitar 30 persen dari ekspor sampah plastik Inggris.

Pada Mei 2021, Turki mengumumkan larangan impor sampah plastik polimer etilen, yang biasa digunakan dalam kemasan makanan dan wadah seperti botol. Kebijakan ini dicabut beberapa hari setelah diberlakukan menyusul tekanan dari industri plastik lokal, yang mengandalkan impor limbah sebagai bahan baku.
(ahm)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0882 seconds (0.1#10.173)