AS Isyaratkan Akan Kerahkan Tank dan Ratusan Tentara ke Suriah
A
A
A
WASHINGTON - Pentagon mengisyaratkan akan memerintahkan pengerahan tank dan ratusan tentara Amerika Serikat (AS) ke Suriah timur. Para pejabat Washington kepada Fox News mengungkapkan kemungkinan pengerahan tersebut.
Menurut para pejabat, tank-tank yang kemungkinan dikerahkan akan datang dari unit yang sudah dikerahkan ke Timur Tengah. Potensi penyebaran kendaraan tempur itu pertama kali dilaporkan oleh Newsweek.
Rencana tersebut muncul satu hari setelah Presiden Donald Trump mengumumkan gencatan senjata permanen di Suriah timur laut. Dia juga mengatakan bahwa sejumlah kecil pasukan AS akan menjaga ladang minyak yang sebelumnya dikuasasi kelompok Islamic State (ISIS) dan sekarang di tangan pasukan Kurdi Suriah.
“Kami telah mengamankan minyak dan oleh karena itu sejumlah kecil pasukan AS akan tetap berada di daerah tersebut. Di mana mereka memiliki minyak dan kita akan melindunginya dan kita akan memutuskan apa yang akan kita lakukan dengan minyak itu di masa depan," kata Trump.
Pada hari Kamis, Presiden Trump mengklarifikasi pernyataannya dalam sebuah tweet. "Ladang Minyak yang dibahas dalam pidato saya tentang Turki/Kurdi kemarin yang dikendalikan oleh ISIS sampai Amerika Serikat mengambil alih dengan bantuan Kurdi. Kami tidak akan pernah membiarkan ISIS kembali memiliki bidang-bidang itu!," tulis Trump di Twitter, seperti dikutip Fox News, Jumat (25/10/2019).
Seorang pejabat AS memberi tahu Fox News bahwa gencatan senjata sebagian besar terjadi, tetapi tidak semua orang setuju.
Komandan utama Kurdi dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS, Jenderal Mazloum Abdi, dalam sebuah tweet pada Kamis pagi menuduh Turki melanggar gencatan senjata.
"Terlepas dari pengumuman Turki tentang akhir operasi militer, mereka dan para jihadis mereka terus melakukan pelanggaran dan melancarkan serangan ke bagian depan timur Serekaniye. Penjamin gencatan senjata harus melaksanakan tanggung jawab mereka untuk mengendalikan Turki," tulis dia.
Komentar Jenderal Mazloum itu merujuk pada pemerintahan Trump sebagai penjamin gencatan senjata.
Presiden Trump mengatakan Kamis pagi mengaku telah berbicara dengan Jenderal Mazloum. Trump mengklaim sangat menikmati percakapan dengan jenderal Kurdi tersebut.
"Dia menghargai apa yang telah kita lakukan, dan saya menghargai apa yang telah dilakukan oleh Kurdi. Mungkin sudah waktunya bagi Kurdi untuk mulai menuju ke wilayah minyak!," imbuh tweet Trump.
Ketika Presiden Trump menggembar-gemborkan keberhasilan gencatan senjata dengan Turki, Menteri Pertahanan AS Mark Esper justru pesimis tentang sekutu NATO tersebut.
“Turki menempatkan kita semua dalam situasi yang sangat mengerikan. Saya pikir serangan itu tidak beralasan. Saya pikir Presiden Erdogan terpaku untuk melakukan serangan ini karena satu dan lain alasan, dan tidak ada kemungkinan kami akan memulai perang dengan sekutu NATO. Sekutu NATO," kata Esper.
"Arah Turki sehubungan dengan aliansi menuju ke arah yang salah," imbuh Esper. "Kami melihat mereka berputar lebih dekat ke orbit Rusia."
Di Capitol Hill pada Rabu, utusan khusus presiden untuk Suriah mengakui bahwa menarik semua pasukan AS dari Suriah akan menjadi kesalahan.
"Kami jelas memiliki pasukan di sana untuk sebuah misi, misi itu mengalahkan ISIS jadi jika Anda menghapus pasukan itu sebelum misi itu selesai maka Anda memiliki masalah dan kami memiliki masalah sekarang dan kami sedang berusaha untuk melewatinya," kata James Jeffrey, Utusan kusus presiden untuk Suriah dan pertempuran anti-ISIS.
Dia kemudian mengatakan kepada panel Senat bahwa rencana mempertahankan ladang minyak belum selesai.
Sementara itu, pasukan Rusia telah berpatroli di kota Amuda, Suriah utara, hari Kamis. Pasukan Suriah, penasihat militer Rusia, dan polisi militer dikerahkan di zona 30 kilometer (19 mil) di sepanjang sebagian besar perbatasan timur laut, di bawah kesepakatan yang dicapai Selasa oleh Rusia dan Turki.
Menurut para pejabat, tank-tank yang kemungkinan dikerahkan akan datang dari unit yang sudah dikerahkan ke Timur Tengah. Potensi penyebaran kendaraan tempur itu pertama kali dilaporkan oleh Newsweek.
Rencana tersebut muncul satu hari setelah Presiden Donald Trump mengumumkan gencatan senjata permanen di Suriah timur laut. Dia juga mengatakan bahwa sejumlah kecil pasukan AS akan menjaga ladang minyak yang sebelumnya dikuasasi kelompok Islamic State (ISIS) dan sekarang di tangan pasukan Kurdi Suriah.
“Kami telah mengamankan minyak dan oleh karena itu sejumlah kecil pasukan AS akan tetap berada di daerah tersebut. Di mana mereka memiliki minyak dan kita akan melindunginya dan kita akan memutuskan apa yang akan kita lakukan dengan minyak itu di masa depan," kata Trump.
Pada hari Kamis, Presiden Trump mengklarifikasi pernyataannya dalam sebuah tweet. "Ladang Minyak yang dibahas dalam pidato saya tentang Turki/Kurdi kemarin yang dikendalikan oleh ISIS sampai Amerika Serikat mengambil alih dengan bantuan Kurdi. Kami tidak akan pernah membiarkan ISIS kembali memiliki bidang-bidang itu!," tulis Trump di Twitter, seperti dikutip Fox News, Jumat (25/10/2019).
Seorang pejabat AS memberi tahu Fox News bahwa gencatan senjata sebagian besar terjadi, tetapi tidak semua orang setuju.
Komandan utama Kurdi dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS, Jenderal Mazloum Abdi, dalam sebuah tweet pada Kamis pagi menuduh Turki melanggar gencatan senjata.
"Terlepas dari pengumuman Turki tentang akhir operasi militer, mereka dan para jihadis mereka terus melakukan pelanggaran dan melancarkan serangan ke bagian depan timur Serekaniye. Penjamin gencatan senjata harus melaksanakan tanggung jawab mereka untuk mengendalikan Turki," tulis dia.
Komentar Jenderal Mazloum itu merujuk pada pemerintahan Trump sebagai penjamin gencatan senjata.
Presiden Trump mengatakan Kamis pagi mengaku telah berbicara dengan Jenderal Mazloum. Trump mengklaim sangat menikmati percakapan dengan jenderal Kurdi tersebut.
"Dia menghargai apa yang telah kita lakukan, dan saya menghargai apa yang telah dilakukan oleh Kurdi. Mungkin sudah waktunya bagi Kurdi untuk mulai menuju ke wilayah minyak!," imbuh tweet Trump.
Ketika Presiden Trump menggembar-gemborkan keberhasilan gencatan senjata dengan Turki, Menteri Pertahanan AS Mark Esper justru pesimis tentang sekutu NATO tersebut.
“Turki menempatkan kita semua dalam situasi yang sangat mengerikan. Saya pikir serangan itu tidak beralasan. Saya pikir Presiden Erdogan terpaku untuk melakukan serangan ini karena satu dan lain alasan, dan tidak ada kemungkinan kami akan memulai perang dengan sekutu NATO. Sekutu NATO," kata Esper.
"Arah Turki sehubungan dengan aliansi menuju ke arah yang salah," imbuh Esper. "Kami melihat mereka berputar lebih dekat ke orbit Rusia."
Di Capitol Hill pada Rabu, utusan khusus presiden untuk Suriah mengakui bahwa menarik semua pasukan AS dari Suriah akan menjadi kesalahan.
"Kami jelas memiliki pasukan di sana untuk sebuah misi, misi itu mengalahkan ISIS jadi jika Anda menghapus pasukan itu sebelum misi itu selesai maka Anda memiliki masalah dan kami memiliki masalah sekarang dan kami sedang berusaha untuk melewatinya," kata James Jeffrey, Utusan kusus presiden untuk Suriah dan pertempuran anti-ISIS.
Dia kemudian mengatakan kepada panel Senat bahwa rencana mempertahankan ladang minyak belum selesai.
Sementara itu, pasukan Rusia telah berpatroli di kota Amuda, Suriah utara, hari Kamis. Pasukan Suriah, penasihat militer Rusia, dan polisi militer dikerahkan di zona 30 kilometer (19 mil) di sepanjang sebagian besar perbatasan timur laut, di bawah kesepakatan yang dicapai Selasa oleh Rusia dan Turki.
(mas)