2 Rudal Hantam Pangkalan AS di Suriah di Tengah Operasi Militer Turkiye
loading...
A
A
A
DAMASKUS - Dua rudal menghantam sebuah pangkalan patroli militer Amerika Serikat (AS) di Suriah pada Jumat malam.
Komando Pusat (CENTCOM) Amerika tidak menyebut pelaku serangan, namun insiden itu terjadi di tengah operasi militer Turkiye—sebelumnya bernama Turki—terhadap faksi Kurdi lokal.
Mengutip pernyataan CENTCOM, Sabtu (26/11/2022), setidaknya dua proyektil menargetkan pangkalan patroli militer AS di dekat kota al-Shaddadi di Suriah timur laut semalam.
Militer AS tetap bungkam tentang jenis rudal yang digunakan dalam serangan itu, namun CENTCOM mencatat bahwa rudal ketiga yang tidak ditembakkan ditemukan oleh pasukan Kurdi di lokasi asal, yang menunjukkan bahwa itu bukan serangan lintas batas dan proyektil ditembakkan dari lokasi yang relatif dekat.
"Serangan itu tidak mengakibatkan cedera atau kerusakan pada pangkalan atau properti koalisi," kata CENTCOM Amerika.
Juru bicara CENTCOM Joe Buccino menambahkan bahwa serangan semacam ini menempatkan pasukan koalisi dan penduduk sipil dalam risiko dan merusak stabilitas dan keamanan Suriah dan kawasan yang diperoleh dengan susah payah.
Serangan rudal pada Jumat malam terjadi hanya beberapa hari setelah Pentagon menyuarakan kekhawatiran mendalam tentang operasi militer Turkiye yang sedang berlangsung, yang secara langsung mengancam personel AS yang ditempatkan di pangkalan lain di Suriah.
Berbicara sebelumnya pada hari Jumat, Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa negaranya akan melanjutkan operasinya. "Tidak peduli dengan siapa teroris berkolusi," katanya.
Menteri Pertahanan Turkiye Hulusi Akar juga merespons kekhwatiran AS. "Tidak mungkin bagi kami untuk menyakiti pasukan koalisi atau warga sipil dan bahwa satu-satunya misi TĂĽrkiye adalah mengejar kelompok teroris," katanya.
TĂĽrkiye meluncurkan operasi militer "Claw-Sword" di Irak dan Suriah pekan lalu, melakukan serangan udara dan artileri terhadap kelompok Kurdi yang dianggapnya sebagai sel teroris. Menurut Ankara, itu sebagai pembalasan atas pengeboman 13 November di Istanbul yang menewaskan enam orang.
Washington telah lama bekerja sama dengan milisi Kurdi lokal yang di bawah payung kelompok Pasukan Demokratik Suriah (SDF), dan mempertahankan sekitar 900 tentara di timur laut Suriah meskipun ada keberatan dari pemerintah di Damaskus.
Seorang komandan SDF bersikeras bahwa Washington memiliki "kewajiban moral" untuk mencegah kemungkinan serangan darat oleh sekutu NATO-nya, TĂĽrkiye.
Komando Pusat (CENTCOM) Amerika tidak menyebut pelaku serangan, namun insiden itu terjadi di tengah operasi militer Turkiye—sebelumnya bernama Turki—terhadap faksi Kurdi lokal.
Mengutip pernyataan CENTCOM, Sabtu (26/11/2022), setidaknya dua proyektil menargetkan pangkalan patroli militer AS di dekat kota al-Shaddadi di Suriah timur laut semalam.
Militer AS tetap bungkam tentang jenis rudal yang digunakan dalam serangan itu, namun CENTCOM mencatat bahwa rudal ketiga yang tidak ditembakkan ditemukan oleh pasukan Kurdi di lokasi asal, yang menunjukkan bahwa itu bukan serangan lintas batas dan proyektil ditembakkan dari lokasi yang relatif dekat.
"Serangan itu tidak mengakibatkan cedera atau kerusakan pada pangkalan atau properti koalisi," kata CENTCOM Amerika.
Juru bicara CENTCOM Joe Buccino menambahkan bahwa serangan semacam ini menempatkan pasukan koalisi dan penduduk sipil dalam risiko dan merusak stabilitas dan keamanan Suriah dan kawasan yang diperoleh dengan susah payah.
Serangan rudal pada Jumat malam terjadi hanya beberapa hari setelah Pentagon menyuarakan kekhawatiran mendalam tentang operasi militer Turkiye yang sedang berlangsung, yang secara langsung mengancam personel AS yang ditempatkan di pangkalan lain di Suriah.
Berbicara sebelumnya pada hari Jumat, Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa negaranya akan melanjutkan operasinya. "Tidak peduli dengan siapa teroris berkolusi," katanya.
Menteri Pertahanan Turkiye Hulusi Akar juga merespons kekhwatiran AS. "Tidak mungkin bagi kami untuk menyakiti pasukan koalisi atau warga sipil dan bahwa satu-satunya misi TĂĽrkiye adalah mengejar kelompok teroris," katanya.
TĂĽrkiye meluncurkan operasi militer "Claw-Sword" di Irak dan Suriah pekan lalu, melakukan serangan udara dan artileri terhadap kelompok Kurdi yang dianggapnya sebagai sel teroris. Menurut Ankara, itu sebagai pembalasan atas pengeboman 13 November di Istanbul yang menewaskan enam orang.
Washington telah lama bekerja sama dengan milisi Kurdi lokal yang di bawah payung kelompok Pasukan Demokratik Suriah (SDF), dan mempertahankan sekitar 900 tentara di timur laut Suriah meskipun ada keberatan dari pemerintah di Damaskus.
Seorang komandan SDF bersikeras bahwa Washington memiliki "kewajiban moral" untuk mencegah kemungkinan serangan darat oleh sekutu NATO-nya, TĂĽrkiye.
(min)