5 Alasan NATO Waswas Jika Donald Trump Terpilih Jadi Presiden AS Lagi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) selalu menjadi perhatian global, tidak terkecuali bagi NATO (Organisasi Traktat Atlantik Utara).
Jika tak ada perubahan, pemilihan presiden AS yang akan digelar 5 November 2024 akan menjadi ajang pertarungan antara mantan presiden Donald Trump sebagai calon presiden Partai Republik melawan Presiden Joe Biden sebagai calon presiden Partai Demokrat.
Sebagai aliansi pertahanan internasional utama, NATO memiliki kepentingan besar terhadap kestabilan politik Amerika Serikat (AS).
Maka dari itu, potensi kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS mengundang sejumlah kekhawatiran bagi NATO.
5 Alasan NATO Waswas Donald Trump Jadi Presiden AS Lagi
Foto/REUTERS
Donald Trump telah mengungkapkan skeptisisme terhadap NATO selama kampanye tahun 2016 dan masa jabatannya sebagai presiden AS.
Dia mempertanyakan kewajiban finansial anggota NATO dan menyerukan agar negara-negara anggota membayar lebih banyak untuk pertahanan mereka sendiri.
Hal itu dapat mengancam solidaritas dan komitmen kolektif NATO, yang merupakan pondasi dari kekuatan aliansi tersebut.
Jika tak ada perubahan, pemilihan presiden AS yang akan digelar 5 November 2024 akan menjadi ajang pertarungan antara mantan presiden Donald Trump sebagai calon presiden Partai Republik melawan Presiden Joe Biden sebagai calon presiden Partai Demokrat.
Sebagai aliansi pertahanan internasional utama, NATO memiliki kepentingan besar terhadap kestabilan politik Amerika Serikat (AS).
Maka dari itu, potensi kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS mengundang sejumlah kekhawatiran bagi NATO.
5 Alasan NATO Waswas Donald Trump Jadi Presiden AS Lagi
1. Ancaman bagi Komitmen AS terhadap NATO
Foto/REUTERS
Donald Trump telah mengungkapkan skeptisisme terhadap NATO selama kampanye tahun 2016 dan masa jabatannya sebagai presiden AS.
Dia mempertanyakan kewajiban finansial anggota NATO dan menyerukan agar negara-negara anggota membayar lebih banyak untuk pertahanan mereka sendiri.
Hal itu dapat mengancam solidaritas dan komitmen kolektif NATO, yang merupakan pondasi dari kekuatan aliansi tersebut.