Pejabat dan Ulama Iran Dituduh Terlibat Seks Gay, tapi Disangkal Pemerintah
loading...
A
A
A
TEHERAN - Iran International, media berbahasa Persia yang berbasis di Washington, menyoroti tuduhan skandal seks gay terhadap pejabat dan ulama Iran dalam beberapa pekan terakhir.
Dengan rentetan tuduhan—yang telah dibantah pemerintah—laporan media tersebut mencap pemerintah Iran sebagai rezim ulama munafik.
Dalam tiga pekan terakhir terakhir, Radio Gilan, saluran Telegram yang dijalankan oleh Payman Behboudi—seorang jurnalis yang berbasis di Jerman—telah merilis tiga video berbeda yang membuat heboh di media sosial Iran.
Video pertama menunjukkan seorang laki-laki anggota Dewan Kota Bandar Anzali di provinsi utara Gilan, terlihat mengisap opium dan melakukan masturbasi.
Video kedua menunjukkan seorang pejabat berhubungan seks sesama jenis dengan seorang pemuda.
Video ketiga, yang dirilis dua hari lalu, menunjukkan seorang ulama melakukan hubungan seks sesama jenis dengan suami dari saudara perempuan istrinya.
Radio Gilan juga menerbitkan beberapa tangkapan layar obrolan seks antara ulama bernama Mehdi Haghshenas dengan saudara iparnya.
Banyak pengguna media sosial, menurut laporan Iran International, mengatakan bahwa mereka marah dengan kemunafikan rezim, para ulama, dan pejabat terkait rentetan tuduhan skandal seks sesama jenis tersebut.
Skandal ulama dan pejabat bagi banyak orang adalah pengingat akan kutipan abad ke-13 yang terkenal oleh Hafez Shirazi yang dihormati secara nasional yang mengatakan; ulama "bersinar" ketika mereka berkhotbah di mimbar tetapi ketika secara pribadi, mereka melakukan dosa yang sama seperti yang mereka katakan kepada orang-orang, agar dijauhi.
“Korupsi telah melembaga dalam sistem dan loyalitas telah menjadi komoditas yang dapat dibeli dan dijual. Tapi ini bukan masalah utamanya: Paradigma nilai juga telah hilang semuanya. Apa yang mereka khotbahkan kepada orang-orang tidak lagi dapat dipercaya oleh siapa pun, bahkan bagi banyak pendukung fanatik mereka,” kata seorang pengamat Iran yang dikutip Iran International tanpa disebutkan identitasnya.
Haghshenas, yang tuduhan tentang obrolan seks dengan saudara iparnya telah menimbulkan badai di media sosial, ditunjuk sebagai sekretaris Gilan—markas besar organisasi negara untuk amar ma'ruf, yaitu menyerukan orang lain untuk berbuat baik.
Pejabat yang bertanggung jawab untuk mempromosikan nilai-nilai Islam memegang posisi tersebut sampai seorang jurnalis mengajukan pengaduan terhadapnya ke Pengadilan Khusus untuk Ulama dan menyajikan obrolan seksnya, yang diduga otentik oleh pengadilan, sebagai bukti.
Radio Gilan mengeklaim bahwa Ayatollah Rasoul Falahati, perwakilan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei di provinsi tersebut, membantu menutupi kasus tersebut sehingga Haghshenas dicopot dari posisinya tanpa hukuman lebih lanjut.
Pada bulan Desember 2017, Vida Movahed, seorang wanita muda, melepas jilbab putihnya, meletakkannya di atas tongkat dan naik ke atas kotak utilitas di jalan Teheran yang sibuk sambil melambai-lambaikan tongkat.
Dia langsung ditangkap dan ditahan selama sebulan karena “melukai” perasaan masyarakat dengan “tindakan asusila”-nya. Sebuah foto aksi protesnya menjadi viral di media sosial dan memicu gerakan menentang wajib hijab yang kemudian dikenal dengan "White Wednesdays".
Haghshenas melakukan protes terhadap "amoralitas" Movahed dengan memegang spanduk bertuliskan, "Saya Seorang Revolusioner" sambil berdiri di atas alas di jalan untuk meniru tindakan Movahed.
Hukum pidana berbasis Syariah Islam di Iran menetapkan hukuman mati untuk penetrasi hubungan sesama jenis antara pria dewasa.
Tindakan seksual non-penetratif dihukum dengan cambukan sampai pelanggaran keempat, ketika mereka dihukum mati.
Hukuman telah dilakukan dalam beberapa kasus termasuk pada bulan November 2005 ketika Republik Islam Iran secara terbuka menggantung dua orang; Mokhtar N (24) dan Ali A (25), di Gorgan di Iran utara.
Perbuatan seksual antarperempuan, yang definisinya berbeda-beda, dihukum dengan cambuk sampai pelanggaran keempat, yang juga dihukum mati.
“Pelanggaran ini telah menciptakan suasana teror bagi kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender di seluruh Iran,” kata Jessica Stern, seorang peneliti dengan Program Hak Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender di Human Rights Watch (HRW) pada saat eksekusi terhadap kedua pemuda itu.
Pemerintah Iran telah membantah beberapa tuduhan skandal seks gay terhadap pejabat dan ulama.
Menteri Kebudayaan Mohammad Mehdi Esmaili, seperti dikutip BBC, mengatakan tidak ada laporan negatif terkait pejabat dan ulama.
Dengan rentetan tuduhan—yang telah dibantah pemerintah—laporan media tersebut mencap pemerintah Iran sebagai rezim ulama munafik.
Dalam tiga pekan terakhir terakhir, Radio Gilan, saluran Telegram yang dijalankan oleh Payman Behboudi—seorang jurnalis yang berbasis di Jerman—telah merilis tiga video berbeda yang membuat heboh di media sosial Iran.
Video pertama menunjukkan seorang laki-laki anggota Dewan Kota Bandar Anzali di provinsi utara Gilan, terlihat mengisap opium dan melakukan masturbasi.
Video kedua menunjukkan seorang pejabat berhubungan seks sesama jenis dengan seorang pemuda.
Video ketiga, yang dirilis dua hari lalu, menunjukkan seorang ulama melakukan hubungan seks sesama jenis dengan suami dari saudara perempuan istrinya.
Radio Gilan juga menerbitkan beberapa tangkapan layar obrolan seks antara ulama bernama Mehdi Haghshenas dengan saudara iparnya.
Banyak pengguna media sosial, menurut laporan Iran International, mengatakan bahwa mereka marah dengan kemunafikan rezim, para ulama, dan pejabat terkait rentetan tuduhan skandal seks sesama jenis tersebut.
Skandal ulama dan pejabat bagi banyak orang adalah pengingat akan kutipan abad ke-13 yang terkenal oleh Hafez Shirazi yang dihormati secara nasional yang mengatakan; ulama "bersinar" ketika mereka berkhotbah di mimbar tetapi ketika secara pribadi, mereka melakukan dosa yang sama seperti yang mereka katakan kepada orang-orang, agar dijauhi.
“Korupsi telah melembaga dalam sistem dan loyalitas telah menjadi komoditas yang dapat dibeli dan dijual. Tapi ini bukan masalah utamanya: Paradigma nilai juga telah hilang semuanya. Apa yang mereka khotbahkan kepada orang-orang tidak lagi dapat dipercaya oleh siapa pun, bahkan bagi banyak pendukung fanatik mereka,” kata seorang pengamat Iran yang dikutip Iran International tanpa disebutkan identitasnya.
Haghshenas, yang tuduhan tentang obrolan seks dengan saudara iparnya telah menimbulkan badai di media sosial, ditunjuk sebagai sekretaris Gilan—markas besar organisasi negara untuk amar ma'ruf, yaitu menyerukan orang lain untuk berbuat baik.
Pejabat yang bertanggung jawab untuk mempromosikan nilai-nilai Islam memegang posisi tersebut sampai seorang jurnalis mengajukan pengaduan terhadapnya ke Pengadilan Khusus untuk Ulama dan menyajikan obrolan seksnya, yang diduga otentik oleh pengadilan, sebagai bukti.
Radio Gilan mengeklaim bahwa Ayatollah Rasoul Falahati, perwakilan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei di provinsi tersebut, membantu menutupi kasus tersebut sehingga Haghshenas dicopot dari posisinya tanpa hukuman lebih lanjut.
Pada bulan Desember 2017, Vida Movahed, seorang wanita muda, melepas jilbab putihnya, meletakkannya di atas tongkat dan naik ke atas kotak utilitas di jalan Teheran yang sibuk sambil melambai-lambaikan tongkat.
Dia langsung ditangkap dan ditahan selama sebulan karena “melukai” perasaan masyarakat dengan “tindakan asusila”-nya. Sebuah foto aksi protesnya menjadi viral di media sosial dan memicu gerakan menentang wajib hijab yang kemudian dikenal dengan "White Wednesdays".
Haghshenas melakukan protes terhadap "amoralitas" Movahed dengan memegang spanduk bertuliskan, "Saya Seorang Revolusioner" sambil berdiri di atas alas di jalan untuk meniru tindakan Movahed.
Hukum pidana berbasis Syariah Islam di Iran menetapkan hukuman mati untuk penetrasi hubungan sesama jenis antara pria dewasa.
Tindakan seksual non-penetratif dihukum dengan cambukan sampai pelanggaran keempat, ketika mereka dihukum mati.
Hukuman telah dilakukan dalam beberapa kasus termasuk pada bulan November 2005 ketika Republik Islam Iran secara terbuka menggantung dua orang; Mokhtar N (24) dan Ali A (25), di Gorgan di Iran utara.
Perbuatan seksual antarperempuan, yang definisinya berbeda-beda, dihukum dengan cambuk sampai pelanggaran keempat, yang juga dihukum mati.
“Pelanggaran ini telah menciptakan suasana teror bagi kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender di seluruh Iran,” kata Jessica Stern, seorang peneliti dengan Program Hak Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender di Human Rights Watch (HRW) pada saat eksekusi terhadap kedua pemuda itu.
Pemerintah Iran Bantah Tuduhan
Pemerintah Iran telah membantah beberapa tuduhan skandal seks gay terhadap pejabat dan ulama.
Menteri Kebudayaan Mohammad Mehdi Esmaili, seperti dikutip BBC, mengatakan tidak ada laporan negatif terkait pejabat dan ulama.
(mas)