Taliban Paksa Wanita yang Cerai Kembali ke Mantan Suami yang Kasar
loading...
A
A
A
Di bawah rezim yang digulingkan, pengadilan keluarga khusus dengan hakim dan pengacara perempuan didirikan untuk mengadili kasus-kasus seperti itu, tetapi otoritas Taliban telah membuat sistem peradilan baru mereka menjadi urusan laki-laki.
Nazifa mengatakan kepada AFP bahwa lima mantan kliennya telah melaporkan berada dalam situasi yang sama dengan Marwa.
Pengacara lain, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada AFP bahwa dia baru-baru ini menyaksikan kasus pengadilan di mana seorang wanita berjuang melawan pemaksaan dirinya dipersatukan kembali dengan mantan suaminya.
Dia menambahkan bahwa perceraian di bawah pemerintahan Taliban terbatas ketika seorang suami adalah seorang pecandu narkoba atau telah meninggalkan negara itu.
“Tetapi dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau ketika suami tidak menyetujui cerai, maka pengadilan tidak mengabulkannya,” katanya.
Jaringan penampungan dan layanan nasional yang pernah mendukung perempuan hampir seluruhnya runtuh, sementara Kementerian Urusan Perempuan dan Komisi Hak Asasi Manusia telah dihapus.
Sana berusia 15 tahun ketika menikah dengan sepupunya, 10 tahun lebih tua darinya.
"Dia akan memukuli saya jika bayi kami menangis atau makanannya tidak enak," katanya sambil menyiapkan teh di atas kompor gas di sebuah rumah tempat dia tinggal secara rahasia.
"Dia biasa mengatakan bahwa seorang wanita tidak memiliki hak untuk berbicara."
Dengan bantuan proyek layanan hukum gratis, dia memenangkan perceraian dari suaminya di pengadilan-–tetapi kelegaannya hancur ketika komandan Taliban datang mengetuk.
Terancam akan kehilangan hak asuh atas keempat putrinya, dia kembali ke mantan suaminya yang saat itu juga telah menikah dengan wanita lain.
Nazifa mengatakan kepada AFP bahwa lima mantan kliennya telah melaporkan berada dalam situasi yang sama dengan Marwa.
Pengacara lain, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada AFP bahwa dia baru-baru ini menyaksikan kasus pengadilan di mana seorang wanita berjuang melawan pemaksaan dirinya dipersatukan kembali dengan mantan suaminya.
Dia menambahkan bahwa perceraian di bawah pemerintahan Taliban terbatas ketika seorang suami adalah seorang pecandu narkoba atau telah meninggalkan negara itu.
“Tetapi dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau ketika suami tidak menyetujui cerai, maka pengadilan tidak mengabulkannya,” katanya.
Jaringan penampungan dan layanan nasional yang pernah mendukung perempuan hampir seluruhnya runtuh, sementara Kementerian Urusan Perempuan dan Komisi Hak Asasi Manusia telah dihapus.
Taliban Mengetuk Pintu
Sana berusia 15 tahun ketika menikah dengan sepupunya, 10 tahun lebih tua darinya.
"Dia akan memukuli saya jika bayi kami menangis atau makanannya tidak enak," katanya sambil menyiapkan teh di atas kompor gas di sebuah rumah tempat dia tinggal secara rahasia.
"Dia biasa mengatakan bahwa seorang wanita tidak memiliki hak untuk berbicara."
Dengan bantuan proyek layanan hukum gratis, dia memenangkan perceraian dari suaminya di pengadilan-–tetapi kelegaannya hancur ketika komandan Taliban datang mengetuk.
Terancam akan kehilangan hak asuh atas keempat putrinya, dia kembali ke mantan suaminya yang saat itu juga telah menikah dengan wanita lain.