Ukraina Sebut Syarat Negosiasi Damai, Salah Satunya Rusia Kalah Perang
Selasa, 19 Juli 2022 - 07:47 WIB
KIEV - Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Dmitry Kuleba menegaskan negosiasi damai dengan Moskow akan masuk akal hanya setelah kekalahan Rusia di medan perang.
Dalam wawancara dengan Forbes Ukraina yang diterbitkan pada Senin (18/7/2022), Kuleba menyebut "perilaku agresif" Rusia sebagai alasan tidak adanya pembicaraan damai. Dia berdalih setiap negosiasi "terkait langsung dengan situasi di garis depan."
“Saya memberi tahu semua mitra satu hal sederhana: ‘Rusia harus duduk di meja perundingan setelah kalah di medan perang. Kalau tidak, itu akan menjadi bahasa ultimatum lagi,'” papar Kuleba.
Dia menekankan Presiden Zelensky tidak mengesampingkan “kemungkinan negosiasi” tetapi percaya bahwa “tidak ada alasan” untuk pembicaraan sekarang.
“Dia mengomunikasikan ini dengan sangat jelas kepada para pemimpin negara yang telah mengisyaratkan negosiasi. Para pemimpin ini juga berhenti membicarakannya,” ujar Kuleba.
Pada Juni, negosiator utama Ukraina David Arakhamia menyarankan Kiev yakin dapat mencapai "posisi yang menguntungkan" pada akhir Agustus setelah melakukan "operasi serangan balasan di daerah-daerah tertentu."
Pada Minggu, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev yang sekarang menjadi wakil ketua Dewan Keamanan negara itu, mengatakan tidak ada keraguan bahwa semua tujuan operasi militer negaranya di Ukraina akan tercapai.
Pada saat yang sama, dia mencatat “tindakan seperti itu tidak bersifat langsung,” mengacu pada beberapa pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya.
“Presiden telah berulang kali berbicara tentang ini, ada skenario tertentu tentang bagaimana operasi semacam itu berlangsung,” papar Medvedev.
Moskow dan Kiev memulai pembicaraan damai empat hari setelah dimulainya serangan militer Rusia di Ukraina pada akhir Februari.
Kedua belah pihak telah mengadakan beberapa putaran secara langsung di Belarusia dan kemudian melanjutkan pembicaraan melalui tautan video.
Pada akhir Maret, delegasi dari Rusia dan Ukraina bertemu sekali lagi, di Istanbul. Namun, sejak itu, pembicaraan benar-benar terhenti.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia telah memberikan Ukraina rancangan perjanjian tetapi Kiev mengabaikannya.
Peskov sebelumnya menuduh AS dan sekutunya “secara aktif bertaruh pada perang yang berkelanjutan” dan tidak membiarkan Kiev “berpikir atau berbicara tentang atau mendiskusikan perdamaian.”
Moskow juga telah memperingatkan Barat agar tidak memasok senjata ke Ukraina, dengan mengatakan ini hanya akan menyebabkan perpanjangan konflik dan korban yang tidak perlu tetapi tidak akan mengubah hasilnya.
Dalam wawancara dengan Forbes Ukraina yang diterbitkan pada Senin (18/7/2022), Kuleba menyebut "perilaku agresif" Rusia sebagai alasan tidak adanya pembicaraan damai. Dia berdalih setiap negosiasi "terkait langsung dengan situasi di garis depan."
“Saya memberi tahu semua mitra satu hal sederhana: ‘Rusia harus duduk di meja perundingan setelah kalah di medan perang. Kalau tidak, itu akan menjadi bahasa ultimatum lagi,'” papar Kuleba.
Dia menekankan Presiden Zelensky tidak mengesampingkan “kemungkinan negosiasi” tetapi percaya bahwa “tidak ada alasan” untuk pembicaraan sekarang.
“Dia mengomunikasikan ini dengan sangat jelas kepada para pemimpin negara yang telah mengisyaratkan negosiasi. Para pemimpin ini juga berhenti membicarakannya,” ujar Kuleba.
Pada Juni, negosiator utama Ukraina David Arakhamia menyarankan Kiev yakin dapat mencapai "posisi yang menguntungkan" pada akhir Agustus setelah melakukan "operasi serangan balasan di daerah-daerah tertentu."
Pada Minggu, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev yang sekarang menjadi wakil ketua Dewan Keamanan negara itu, mengatakan tidak ada keraguan bahwa semua tujuan operasi militer negaranya di Ukraina akan tercapai.
Pada saat yang sama, dia mencatat “tindakan seperti itu tidak bersifat langsung,” mengacu pada beberapa pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya.
“Presiden telah berulang kali berbicara tentang ini, ada skenario tertentu tentang bagaimana operasi semacam itu berlangsung,” papar Medvedev.
Moskow dan Kiev memulai pembicaraan damai empat hari setelah dimulainya serangan militer Rusia di Ukraina pada akhir Februari.
Kedua belah pihak telah mengadakan beberapa putaran secara langsung di Belarusia dan kemudian melanjutkan pembicaraan melalui tautan video.
Pada akhir Maret, delegasi dari Rusia dan Ukraina bertemu sekali lagi, di Istanbul. Namun, sejak itu, pembicaraan benar-benar terhenti.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia telah memberikan Ukraina rancangan perjanjian tetapi Kiev mengabaikannya.
Peskov sebelumnya menuduh AS dan sekutunya “secara aktif bertaruh pada perang yang berkelanjutan” dan tidak membiarkan Kiev “berpikir atau berbicara tentang atau mendiskusikan perdamaian.”
Moskow juga telah memperingatkan Barat agar tidak memasok senjata ke Ukraina, dengan mengatakan ini hanya akan menyebabkan perpanjangan konflik dan korban yang tidak perlu tetapi tidak akan mengubah hasilnya.
(sya)
tulis komentar anda