Konvoi Pengungsi Mariupol Tiba di Zaporizhzhia
Minggu, 15 Mei 2022 - 15:25 WIB
ZAPORIZHZHIA - Konvoi mobil dan van yang membawa pengungsi dari kota Mariupol yang hancur tiba di kota Zaporizhzhia yang dikuasai Ukraina pada Sabtu waktu setempat setelah menunggu berhari-hari agar pasukan Rusia mengizinkan mereka pergi.
Mariupol, yang sekarang sebagian besar dikuasai Rusia, telah diratakan selama perang berusia 80 hari. Ukraina secara bertahap telah mengevakuasi warga sipil dari kota yang hancur itu selama lebih dari dua bulan.
Pengungsi pertama-tama harus keluar dari Mariupol dan kemudian entah bagaimana pergi ke Berdyansk - sekitar 80 km lebih jauh ke barat di sepanjang pantai - dan pemukiman lain sebelum 200 km berkendara menuju barat laut ke Zaporizhzhia.
Nikolai Pavlov, seorang pensiunan berusia 74 tahun, mengatakan bahwa dia telah tinggal di ruang bawah tanah selama sebulan setelah apartemennya dihancurkan. Seorang kerabat yang menggunakan "jalan berputar rahasia" berhasil membawanya keluar dari Mariupol ke Berdyansk.
"Kami hampir tidak berhasil, ada banyak orang tua di antara kami ... perjalanan itu melelahkan. Tapi itu sepadan," katanya setelah konvoi tiba dalam kegelapan seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (15/5/2022).
Seorang pembantu Wali Kota Mariupol sebelumnya mengatakan konvoi berjumlah antara 500 hingga 1.000 mobil, mewakili evakuasi tunggal terbesar dari kota itu sejak invasi Rusia pada 24 Februari.
Iryna Petrenko (63) mengatakan dia awalnya tinggal untuk merawat ibunya yang berusia 92 tahun, yang kemudian meninggal.
"Kami menguburkannya di sebelah rumahnya, karena tidak ada tempat untuk menguburkan siapa pun," ungkapnya.
"Untuk sementara waktu, pihak berwenang Rusia tidak mengizinkan sejumlah besar mobil pergi," katanya.
Saat ini hanya pabrik baja Azovstal yang luas di kota pelabuhan itu yang masih berada di tangan para pejuang Ukraina setelah pertempuran yang berkepanjangan.
"Rumah orang tua saya terkena serangan udara, semua jendela pecah," kata Yulia Panteleeva (27) yang mengungsi bersama anggota keluarga lainnya.
"Saya tidak bisa berhenti membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi pada kami jika kami tinggal di rumah," imbuhnya.
Moskow menyebut tindakannya sebagai "operasi militer khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan menyingkirkan apa yang digambarkannya sebagai nasionalisme anti-Rusia. Sedangkan Ukraina dan Barat mengatakan Rusia melancarkan perang tanpa alasan.
Mariupol, yang sekarang sebagian besar dikuasai Rusia, telah diratakan selama perang berusia 80 hari. Ukraina secara bertahap telah mengevakuasi warga sipil dari kota yang hancur itu selama lebih dari dua bulan.
Pengungsi pertama-tama harus keluar dari Mariupol dan kemudian entah bagaimana pergi ke Berdyansk - sekitar 80 km lebih jauh ke barat di sepanjang pantai - dan pemukiman lain sebelum 200 km berkendara menuju barat laut ke Zaporizhzhia.
Nikolai Pavlov, seorang pensiunan berusia 74 tahun, mengatakan bahwa dia telah tinggal di ruang bawah tanah selama sebulan setelah apartemennya dihancurkan. Seorang kerabat yang menggunakan "jalan berputar rahasia" berhasil membawanya keluar dari Mariupol ke Berdyansk.
"Kami hampir tidak berhasil, ada banyak orang tua di antara kami ... perjalanan itu melelahkan. Tapi itu sepadan," katanya setelah konvoi tiba dalam kegelapan seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (15/5/2022).
Seorang pembantu Wali Kota Mariupol sebelumnya mengatakan konvoi berjumlah antara 500 hingga 1.000 mobil, mewakili evakuasi tunggal terbesar dari kota itu sejak invasi Rusia pada 24 Februari.
Iryna Petrenko (63) mengatakan dia awalnya tinggal untuk merawat ibunya yang berusia 92 tahun, yang kemudian meninggal.
"Kami menguburkannya di sebelah rumahnya, karena tidak ada tempat untuk menguburkan siapa pun," ungkapnya.
"Untuk sementara waktu, pihak berwenang Rusia tidak mengizinkan sejumlah besar mobil pergi," katanya.
Saat ini hanya pabrik baja Azovstal yang luas di kota pelabuhan itu yang masih berada di tangan para pejuang Ukraina setelah pertempuran yang berkepanjangan.
"Rumah orang tua saya terkena serangan udara, semua jendela pecah," kata Yulia Panteleeva (27) yang mengungsi bersama anggota keluarga lainnya.
"Saya tidak bisa berhenti membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi pada kami jika kami tinggal di rumah," imbuhnya.
Moskow menyebut tindakannya sebagai "operasi militer khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan menyingkirkan apa yang digambarkannya sebagai nasionalisme anti-Rusia. Sedangkan Ukraina dan Barat mengatakan Rusia melancarkan perang tanpa alasan.
(ian)
tulis komentar anda