Pakar: Manuver China di Laut Natuna Utara Harus Disikapi Tegas

Rabu, 09 Maret 2022 - 19:38 WIB
Jakarta Defence Studies menggelar seminar online pada Rabu (9/3/2022). Foto/jds
JAKARTA - Lembaga think tank nonprofit yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), CNA, melaksanakan penelitian mengenai berbagai pelanggaran yang dilakukan kapal milik atau berbendera China di zona maritim negara lain.

CNA menemukan kesenjangan antara kebijakan dan retorika pemerintah China mengenai perannya dalam lingkungan maritim transnasional dan aktivitas terlarang yang dilaporkan telah dilakukan oleh para aktor China.

Research Scientist CNA, Heidi Holz menjelaskan, aktivitas maritim ilegal yang dilakukan oleh para aktor RRC menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungan di berbagai negara pesisir, melanggar kedaulatan negara tersebut, dan merugikan warga negara tersebut.



Menurut Heidi, dugaan aktivitas ilegal itu bertentangan dengan retorika resmi Beijing yang menunjukkan dukungan bagi hukum, peraturan, dan norma maritim internasional.





Untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang kontradiksi nyata tersebut, sambung dia, CNA memeriksa 15 insiden saat para actor Republik Rakyat China (RRC) dituduh melakukan aktivitas ilegal antara tahun 2018 dan 2021 di wilayah maritim di sekitar Asia Tenggara, pesisir Atlantik, di Afrika, dan negara Kepulauan Pasifik.



Menurut Heidi, dari 15 studi kegiatan ilegal yang dilakukan aktor China, pihaknya melihat laporan media di negara terdampak dan sekaligus menganalisis basis data kelayakan kapal.

Melalui hal itu, pihaknya mendapat gambaran lengkap melalui perilaku perusahaan kapal China, apa yang dikatakan pemerintah China melalui kegiatan ilegal, juga melalui hasil konferensi pers pejabat di Beijing, dan laporan kebijakan resmi China.

"Kami juga melihat peraturan perundangan terkait secara internasional, kami juga melihat peraturan domestik yang berlaku, apa saja norma hukum yang diremehkan oleh aktor China," ujar Heidi menjelaskan hasil penelitian CNA.

Dari semua insiden pelanggaran di zona perairan negara lain, kecuali satu kasus, menurut Heidi, Beijing berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap citra China dengan membantah atau mengaburkan tuduhan bahwa mereka terlibat dalam perilaku ilegal tersebut.

"Strategi RRC untuk menyangkal dan mengaburkan perilaku buruk ini sangat mengganggu dan dapat menciptakan kesan bahwa, Beijing secara terang-terangan melanggar hukum, aturan, dan norma-norma internasional, bukan mengakui dan menangani perilaku ilegal dari beberapa aktor RRC," papar Heidi di acara yang dihelat Jakarta Defence Studies (JDS) dengan diikuti 70 lebih wartawan media nasional dan daerah ini.

Heidi juga menyebut, China memiliki kapal armada untuk menangkap ikan di laut lepas. China juga memiliki banyak sekali boat yang estimasinya mencapai 10 ribu armada, serta China juga mengoperasikan kapal besar dan modern, termasuk armada militernya.

Berbagai pelanggaran kapal individu atau perusahaan milik China yang kedapatan melanggar harusnya juga menjadi tanggung jawab pemerintah China.

"Seluruh kapal mereka beroperasi secara global. saat saya menyebutkan saya sebutkan RRC. Aktor China harus mematuhi tentang hukum laut atau UNCLOS, Beijing bertanggung jawab terhadap perilaku China di luar negeri. Pasal 94, negara RRC bertanggung jawab memastikan kapal mereka mematuhi peraturan perundangan berlaku, RRC harus memastikan pelaku pelanggaran bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukan," ucap Heidi.

Research Analyst Ryan Loomis menyatakan, CNA mengamati pemerintah China selalu menggunakan metode silent atau sunyi jika ditemukan ada kasus kapal mereka melakukan pelanggaran maritim di negara lain.

"Silent itu merupakan taktik yang kami amati. Kasus oleh aktor China ini, tidak ada media China yang merespon tuduhan tersebut. Kemudian kapal China juga menyangkal semua tuduhan terlepas dari berbagai perbedaan transhipment di laut lepas," ungkap Ryan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More