Hassan Al-Maliki, Cendekiawan Arab Saudi yang Bakal Dieksekusi karena Miliki Buku Terlarang
Sabtu, 13 November 2021 - 07:26 WIB
Sejak menjadi penguasa de facto, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) telah menggembar-gemborkan banyak reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan catatan HAM kerajaan, yang telah berulang kali dicap sebagai salah satu algojo top di dunia.
Di antara reformasi itu adalah pengumuman bulan April oleh Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) Kerajaan yang mengutip dekrit Kerajaan bahwa Kerajaan akan mengakhiri hukuman mati bagi pelanggar remaja.
Baru-baru ini, Kerajaan Arab Saudi membebaskan Ali al-Nimr, yang sempat menghadapi kemungkinan eksekusi mati karena menghadiri protes pro-demokrasi ketika dia berusia 17 tahun. Pembebasan terjadi setelah kelompok HAM mengatakan dia disiksa untuk memberikan pengakuan palsu.
Namun Reprieve mengatakan dekrit kerajaan bulan Maret tidak pernah secara resmi terwujud dan mereka mengetahui setidaknya sembilan pelanggar remaja lainnya yang tetap berisiko dijatuhi hukuman mati.
Mereka juga mengetahui satu pelaku kriminal anak lainnya yang sedang dihukum mati sekarang, Abdullah al-Howaiti yang berusia 14 tahun ketika dia dihukum atas tuduhan pembunuhan dan perampokan bersenjata, dalam proses sidang yang oleh Human Rights Watch disebut “sangat tidak adil”.
Ini mengikuti eksekusi bulan Juni terhadap Mustafa al-Darwish yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan terorisme setelah ditangkap atas pelanggaran terkait protes ketika dia berusia 17 tahun.
“Untuk setiap berita baik, seperti pembebasan Ali al-Nimr, ada kemarahan seperti eksekusi Mustafa al-Darwish atau Abdullah al-Howaiti yang dijatuhi hukuman mati,” lanjut Basyouni.
Basyouni mengatakan ada gumaman bahwa Arab Saudi berencana untuk mengakhiri hukuman mati untuk pelanggaran yang tidak mematikan, sebuah perubahan yang akan mengurangi separuh jumlah eksekusi setiap tahun.
“Tetapi sampai ini secara resmi ditulis ke dalam hukum Kerajaan, sejumlah bandar narkoba, pekerja migran yang rentan, dan tahanan politik tetap berisiko dieksekusi,” katanya.
Di antara reformasi itu adalah pengumuman bulan April oleh Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) Kerajaan yang mengutip dekrit Kerajaan bahwa Kerajaan akan mengakhiri hukuman mati bagi pelanggar remaja.
Baru-baru ini, Kerajaan Arab Saudi membebaskan Ali al-Nimr, yang sempat menghadapi kemungkinan eksekusi mati karena menghadiri protes pro-demokrasi ketika dia berusia 17 tahun. Pembebasan terjadi setelah kelompok HAM mengatakan dia disiksa untuk memberikan pengakuan palsu.
Namun Reprieve mengatakan dekrit kerajaan bulan Maret tidak pernah secara resmi terwujud dan mereka mengetahui setidaknya sembilan pelanggar remaja lainnya yang tetap berisiko dijatuhi hukuman mati.
Mereka juga mengetahui satu pelaku kriminal anak lainnya yang sedang dihukum mati sekarang, Abdullah al-Howaiti yang berusia 14 tahun ketika dia dihukum atas tuduhan pembunuhan dan perampokan bersenjata, dalam proses sidang yang oleh Human Rights Watch disebut “sangat tidak adil”.
Ini mengikuti eksekusi bulan Juni terhadap Mustafa al-Darwish yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan terorisme setelah ditangkap atas pelanggaran terkait protes ketika dia berusia 17 tahun.
“Untuk setiap berita baik, seperti pembebasan Ali al-Nimr, ada kemarahan seperti eksekusi Mustafa al-Darwish atau Abdullah al-Howaiti yang dijatuhi hukuman mati,” lanjut Basyouni.
Basyouni mengatakan ada gumaman bahwa Arab Saudi berencana untuk mengakhiri hukuman mati untuk pelanggaran yang tidak mematikan, sebuah perubahan yang akan mengurangi separuh jumlah eksekusi setiap tahun.
“Tetapi sampai ini secara resmi ditulis ke dalam hukum Kerajaan, sejumlah bandar narkoba, pekerja migran yang rentan, dan tahanan politik tetap berisiko dieksekusi,” katanya.
(min)
tulis komentar anda