Perawan Rusia dan Kokain, Iklan Cabul LSM Spanyol Bikin Moskow Naik Pitam
Selasa, 28 September 2021 - 20:43 WIB
MADRID - Kedutaan Besar Rusia di Madrid telah mengajukan protes kepada pejabat Spanyol setelah sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) menempatkan papan iklan di sejumlah kota. Dalam iklannya, lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu mencantumkan obat-obatan terlarang dan perempuan muda Rusia untuk dijual sebagai bagian dari kampanye.
Iklan yang diposting minggu lalu untuk menandai HariAnti Perdagangan Manusia internasional, menampilkan papan tulis bergaya restoran yang menawarkan hidangan khusus "perawan Rusia dan kokain ." Daftar lainnya termasuk "Katia, 17 tahun," dan "Sophia, 20 tahun," masing-masing seharga USD58 atau sekitar Rp827 ribu. Calon "konsumen" juga diberitahu bahwa dengan biaya tambahan, mereka dapat merokok ganja, menghirup narkotika yang dilarang, dan tidak menggunakan kondom.
Organisasi yang memasang iklan tersebut, Asociacion NUEVA VIDA, menggambarkannya sebagai bagian dari upaya untuk “menghapus prostitusi”, yang tampaknya bertujuan untuk mengejutkan para pejalan kaki agar mendukung diakhirinya eksploitasi terhadap perempuan yang diperdagangkan. Para pendukung gerkaan itu ditantang untuk menemukan materi pemasaran di jalan dan mengunggah menu yang diduga remaja putri dengan tulisan “jangan beli”.
Namun kepercayaan yang terang-terangan pada stereotip tentang perempuan Rusia rupanya memantik kemarahan perwakilan diplomatik Moskow di negara itu.
“Rekan-rekan kami yang tinggal di Spanyol marah dengan aksi PR dari LSM, berbagi secara online penempatan spanduk provokatif di jalan, menyebut gadis-gadis Rusia sebagai bagian dari kampanye untuk menarik perhatian. terhadap masalah prostitusi di negara ini,” kata Kedutaan Besar Rusia dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (28/9/2021).
Para diplomat Rusia melanjutkan pernyataan dengan mencap seruan publisitas itu tidak pantas dan menuntut pihak berwenang sengera mengambil tindakan untuk menghilangkan poster dan mencegah insiden semacam itu lebih lanjut.
Bersama dengan negara-negara bekas Blok Timur lainnya seperti Ukraina, Rusia telah menghadapi tingkat perdagangan manusia yang relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Warganya dijanjikan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik di tempat lain sebelum dipaksa bekerja untuk mengembalikan utang kepada penyelundup manusia.
Indeks Perbudakan Global memperkirakan pada tahun 2016 sekitar 794.000 orang hidup dalam kondisi yang digambarkan sebagai perbudakan modern di Rusia. Tahun sebelumnya, 1.473 orang diadili karena peran mereka dalam skema untuk merampas kebebasan orang, dan lebih dari 80% dihukum.
Namun, masalah ini juga telah menjadi titik pertikaian politik dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2013, Moskow mengecam Laporan Perdagangan Manusia tahunan yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), yang menempatkan Rusia sebagai salah satu negara terburuk di dunia untuk menangani jaringan kriminal yang bertanggung jawab atas eksploitasi.
“Para penulis laporan itu sekali lagi menggunakan pendekatan ideologis yang tidak dapat diterima yang membagi negara-negara ke dalam kelompok peringkat tergantung pada simpati atau antipati politik Departemen Luar Negeri AS,” kata seorang pejabat hak asasi manusia Rusia, yang mengecam analisis tersebut bermotivasi politik.
Iklan yang diposting minggu lalu untuk menandai HariAnti Perdagangan Manusia internasional, menampilkan papan tulis bergaya restoran yang menawarkan hidangan khusus "perawan Rusia dan kokain ." Daftar lainnya termasuk "Katia, 17 tahun," dan "Sophia, 20 tahun," masing-masing seharga USD58 atau sekitar Rp827 ribu. Calon "konsumen" juga diberitahu bahwa dengan biaya tambahan, mereka dapat merokok ganja, menghirup narkotika yang dilarang, dan tidak menggunakan kondom.
Organisasi yang memasang iklan tersebut, Asociacion NUEVA VIDA, menggambarkannya sebagai bagian dari upaya untuk “menghapus prostitusi”, yang tampaknya bertujuan untuk mengejutkan para pejalan kaki agar mendukung diakhirinya eksploitasi terhadap perempuan yang diperdagangkan. Para pendukung gerkaan itu ditantang untuk menemukan materi pemasaran di jalan dan mengunggah menu yang diduga remaja putri dengan tulisan “jangan beli”.
Namun kepercayaan yang terang-terangan pada stereotip tentang perempuan Rusia rupanya memantik kemarahan perwakilan diplomatik Moskow di negara itu.
“Rekan-rekan kami yang tinggal di Spanyol marah dengan aksi PR dari LSM, berbagi secara online penempatan spanduk provokatif di jalan, menyebut gadis-gadis Rusia sebagai bagian dari kampanye untuk menarik perhatian. terhadap masalah prostitusi di negara ini,” kata Kedutaan Besar Rusia dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (28/9/2021).
Para diplomat Rusia melanjutkan pernyataan dengan mencap seruan publisitas itu tidak pantas dan menuntut pihak berwenang sengera mengambil tindakan untuk menghilangkan poster dan mencegah insiden semacam itu lebih lanjut.
Bersama dengan negara-negara bekas Blok Timur lainnya seperti Ukraina, Rusia telah menghadapi tingkat perdagangan manusia yang relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Warganya dijanjikan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik di tempat lain sebelum dipaksa bekerja untuk mengembalikan utang kepada penyelundup manusia.
Indeks Perbudakan Global memperkirakan pada tahun 2016 sekitar 794.000 orang hidup dalam kondisi yang digambarkan sebagai perbudakan modern di Rusia. Tahun sebelumnya, 1.473 orang diadili karena peran mereka dalam skema untuk merampas kebebasan orang, dan lebih dari 80% dihukum.
Namun, masalah ini juga telah menjadi titik pertikaian politik dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2013, Moskow mengecam Laporan Perdagangan Manusia tahunan yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), yang menempatkan Rusia sebagai salah satu negara terburuk di dunia untuk menangani jaringan kriminal yang bertanggung jawab atas eksploitasi.
“Para penulis laporan itu sekali lagi menggunakan pendekatan ideologis yang tidak dapat diterima yang membagi negara-negara ke dalam kelompok peringkat tergantung pada simpati atau antipati politik Departemen Luar Negeri AS,” kata seorang pejabat hak asasi manusia Rusia, yang mengecam analisis tersebut bermotivasi politik.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda