Tolak Penyelidikan Perang Narkoba, Duterte: ICC Tidak Punya Yurisdiksi

Kamis, 16 September 2021 - 23:54 WIB
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menolak penyelidikan perang narkoba yang dilakukan pemerintahannya. Foto/Russia Today
MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte menolak penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap perang narkoba yang dilancarkannya. Ia mengklaim negaranya telah keluar dari Statuta Roma dan ICC tidak lagi memiliki yurisdiksi.

ICC sebelumnya memberi lampu hijau kepada jaksa untuk menyelidiki tuduhan kejahatan yang dilakukan di Filipina antara 2011 dan 2019 sebagai bagian dari perang Duterte terhadap narkoba. Menurut sebuah pernyataan dari badan internasional itu, penyelidikan pengadilan dibenarkan karena kekhawatiran tentang pembunuhan di luar proses hukum di negara itu antara Juli 2017 dan Maret 2019.



Menanggapi penyelidikan tersebut, Duterte menjelaskan bahwa pemerintahannya tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan apa pun.



“Filipina telah meninggalkan Statuta Roma, sehingga ICC tidak lagi memiliki yurisdiksi atas negara tersebut,” menurut kepala penasihat hukum kepresidenan Salvador Panelo seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (16/9/2021).

Untuk diketahui Statuta Roma adalah perjanjian internasional yang menjadi dasar bagi pembentukan ICCgunamengadili kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Pemerintah tidak akan membiarkan anggota ICC mana pun untuk mengumpulkan informasi dan bukti di sini di Filipina,” ujar Panelo di stasiun radio lokal Filipina DZBB, menambahkan bahwa setiap pejabat ICC yang ingin memasuki negara itu akan dilarang.



Terlepas dari klaim pemerintahan Duterte bahwa negara tersebut telah keluar dari perjanjian ICC, badan internasional tersebut berpendapat bahwa pihaknya masih memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki dugaan kejahatan yang terjadi ketika negara Asia Tenggara itu menjadi anggota pengadilan.

Menyusul peluncuran penyelidikan ICC, presiden Persatuan Pengacara Rakyat Nasional Edre Olalia, memuji langkah itu sebagai awal dari akhir impunitas. Demikian pula, kelompok hak asasi Filipina Karapatan menyatakan bahwa Duterte dan pengikutnya harus bertanggung jawab atas kejahatan tersebut.

Setelah terpilih pada tahun 2016, Duterte meluncurkan perang terhadap narkoba, berjanji untuk membersihkan negara itu dari narkotika ilegal dengan memerintahkan polisi nasional untuk membunuh tersangka jika mereka yakin petugas dalam bahaya.

Sejak Juli 2016, setidaknya 6.181 orang telah dibunuh oleh pihak berwenang selama lebih dari 200.000 operasi anti-narkoba, menurut data yang dirilis oleh pemerintah Filipina. Sedangkan ICC menyebut angka sebenarnya adalah antara 12.000 dan 30.000.

(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More