ICC akan Selidiki Dugaan Kejahatan Kemanusian Dalam Perang Narkoba Duterte
loading...
A
A
A
JENEWA - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) akan membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam "perang melawan narkoba" Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. ICC menilai banyak pelanggaran serius dalam operasi tersebut.
“Majelis Pra-Peradilan I Pengadilan Kriminal Internasional mengabulkan permintaan Penuntut Umum untuk memulai penyelidikan sehubungan dengan kejahatan dalam yurisdiksi Pengadilan yang diduga dilakukan di wilayah Filipina antara 1 November 2011 dan 16 Maret 2019 dalam konteks yang disebut kampanye 'perang melawan narkoba'," kata ICC dalam sebuah pernyataan.
Menurut ICC, seperti dilansir Anadolu Agency pada Kamis (16/9/2021), apa yang disebut kampanye 'perang melawan narkoba' tidak dapat dilihat sebagai operasi penegakan hukum yang sah dan pembunuhan-pembunuhan itu tidak sah atau hanya sebagai ekses dalam operasi yang dinyatakan sah.
Permintaan untuk menyelidiki kasus terhadap Duterte diajukan pada 14 Juni oleh mantan jaksa ICC, Fatou Bensouda.
'Perang melawan narkoba' pemerintah Duterte diluncurkan segera setelah ia menjabat pada Juni 2016.
Dia melakukan penangkapan besar-besaran terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Duterte juga membiarkan polisi membunuh setiap penjahat dan pengguna narkoba.
Pada 2018, Duterte mengumumkan penarikan Filipina dari Statuta Roma, yang mulai berlaku pada Maret 2019. Statuta Roma adalah sebuah perjanjian untuk membentuk ICC untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai kekebalan hukum
Sejak itu, Duterte telah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan ICC, mengklaim bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi di Filipina karena negara Asia Tenggara itu telah menarik diri dari keanggotaannya.
Namun, ICC mengatakan masih memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan oleh Duterte dari November 2011 hingga Maret 2019, ketika negara itu masih menandatangani statuta tersebut.
Angka resmi terbaru yang dirilis pada Juni menunjukkan bahwa hingga akhir April 2021, polisi dan pasukan keamanan lainnya telah membunuh setidaknya 6.117 tersangka pengedar narkoba selama operasi.
Lihat Juga: Mantan Presiden Duterte Pilih Turun Takhta dengan Ikut Pemilu Wali Kota, Ada Apa Gerangan?
“Majelis Pra-Peradilan I Pengadilan Kriminal Internasional mengabulkan permintaan Penuntut Umum untuk memulai penyelidikan sehubungan dengan kejahatan dalam yurisdiksi Pengadilan yang diduga dilakukan di wilayah Filipina antara 1 November 2011 dan 16 Maret 2019 dalam konteks yang disebut kampanye 'perang melawan narkoba'," kata ICC dalam sebuah pernyataan.
Menurut ICC, seperti dilansir Anadolu Agency pada Kamis (16/9/2021), apa yang disebut kampanye 'perang melawan narkoba' tidak dapat dilihat sebagai operasi penegakan hukum yang sah dan pembunuhan-pembunuhan itu tidak sah atau hanya sebagai ekses dalam operasi yang dinyatakan sah.
Permintaan untuk menyelidiki kasus terhadap Duterte diajukan pada 14 Juni oleh mantan jaksa ICC, Fatou Bensouda.
'Perang melawan narkoba' pemerintah Duterte diluncurkan segera setelah ia menjabat pada Juni 2016.
Dia melakukan penangkapan besar-besaran terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Duterte juga membiarkan polisi membunuh setiap penjahat dan pengguna narkoba.
Pada 2018, Duterte mengumumkan penarikan Filipina dari Statuta Roma, yang mulai berlaku pada Maret 2019. Statuta Roma adalah sebuah perjanjian untuk membentuk ICC untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai kekebalan hukum
Sejak itu, Duterte telah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan ICC, mengklaim bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi di Filipina karena negara Asia Tenggara itu telah menarik diri dari keanggotaannya.
Namun, ICC mengatakan masih memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan oleh Duterte dari November 2011 hingga Maret 2019, ketika negara itu masih menandatangani statuta tersebut.
Angka resmi terbaru yang dirilis pada Juni menunjukkan bahwa hingga akhir April 2021, polisi dan pasukan keamanan lainnya telah membunuh setidaknya 6.117 tersangka pengedar narkoba selama operasi.
Lihat Juga: Mantan Presiden Duterte Pilih Turun Takhta dengan Ikut Pemilu Wali Kota, Ada Apa Gerangan?
(ian)