Moskow Sanksi Pejabat UE, Prancis Panggil Dubes Rusia
Rabu, 05 Mei 2021 - 10:28 WIB
PARIS - Prancis memanggil Duta Besar (Dubes) Rusia untuk negara itu, Alexey Meshkov, terkait langkah-langkah pembatasan yang diberlakukan Moskow terhadap pejabat Eropa. Demikian pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Prancis.
Dalam pertemuan, yang terjadi pada 3 Mei, juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan Paris telah menyatakan keprihatinan atas keputusan Rusia untuk memberlakukan batasan jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan di misi diplomatik di negara itu.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri Prancis mengutuk keputusan Moskow yang melarang delapan warga negara Uni Eropa (UE) memasuki Rusia, termasuk Presiden Parlemen Eropa David Sassoli dan Jacques Maire, anggota delegasi Prancis untuk Majelis Parlemen Dewan Eropa. Paris menekankan bahwa tindakan seperti itu tidak mungkin meredakan ketegangan antara Moskow dan Eropa, dan mengatakan pihaknya mengharapkan Kremlin untuk menampilkan perilaku "bertanggung jawab" dalam situasi saat ini seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (5/5/2021).
Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengatakan pemanggilan duta besar adalah bagian dari demark atau aksi yang dikoordinasikan oleh UE dan menekankan bahwa histeria anti-Rusia di Eropa tidak akan membantu meningkatkan hubungan antara Moskow dan blok tersebut.
Duta Besar Alexey Meshkov mengatakan tindakan pembatasan Moskow adalah sebagai tanggapan atas keputusan masa lalu yang dibuat oleh UE.
Perkembangan itu terjadi sehari setelah pejabat senior Uni Eropa memanggil duta besar Rusia untuk blok itu Vladimir Chizhov untuk mengutuk tindakan hukuman Moskow.
Perselisihan antara kedua belah pihak dimulai setelah Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap enam warga Rusia pada 2 dan 22 Maret. Langkah-langkah pembatasan diberlakukan sebagai tanggapan atas dugaan peracunan pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny dan penganiayaan yang diklaim terhadap anggota komunitas LGBT di Chechnya.
Ketegangan meningkat lebih lanjut pada pertengahan April setelah Republik Ceko mengusir 18 diplomat Rusia, mengklaim mereka bekerja untuk intelijen negara. Praha kemudian menuduh perwira intelijen militer Rusia berada di balik ledakan di sebuah depot militer. Kremlin membantah tuduhan tersebut.
Selanjutnya, beberapa negara Eropa lainnya, termasuk Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia mengusir diplomat Rusia sebagai bentuk solidaritas dengan Republik Ceko. Moskow menanggapi juga dengan melakukan pengusiran diplomatiknya sendiri.
Dalam pertemuan, yang terjadi pada 3 Mei, juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan Paris telah menyatakan keprihatinan atas keputusan Rusia untuk memberlakukan batasan jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan di misi diplomatik di negara itu.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri Prancis mengutuk keputusan Moskow yang melarang delapan warga negara Uni Eropa (UE) memasuki Rusia, termasuk Presiden Parlemen Eropa David Sassoli dan Jacques Maire, anggota delegasi Prancis untuk Majelis Parlemen Dewan Eropa. Paris menekankan bahwa tindakan seperti itu tidak mungkin meredakan ketegangan antara Moskow dan Eropa, dan mengatakan pihaknya mengharapkan Kremlin untuk menampilkan perilaku "bertanggung jawab" dalam situasi saat ini seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (5/5/2021).
Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengatakan pemanggilan duta besar adalah bagian dari demark atau aksi yang dikoordinasikan oleh UE dan menekankan bahwa histeria anti-Rusia di Eropa tidak akan membantu meningkatkan hubungan antara Moskow dan blok tersebut.
Duta Besar Alexey Meshkov mengatakan tindakan pembatasan Moskow adalah sebagai tanggapan atas keputusan masa lalu yang dibuat oleh UE.
Perkembangan itu terjadi sehari setelah pejabat senior Uni Eropa memanggil duta besar Rusia untuk blok itu Vladimir Chizhov untuk mengutuk tindakan hukuman Moskow.
Perselisihan antara kedua belah pihak dimulai setelah Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap enam warga Rusia pada 2 dan 22 Maret. Langkah-langkah pembatasan diberlakukan sebagai tanggapan atas dugaan peracunan pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny dan penganiayaan yang diklaim terhadap anggota komunitas LGBT di Chechnya.
Ketegangan meningkat lebih lanjut pada pertengahan April setelah Republik Ceko mengusir 18 diplomat Rusia, mengklaim mereka bekerja untuk intelijen negara. Praha kemudian menuduh perwira intelijen militer Rusia berada di balik ledakan di sebuah depot militer. Kremlin membantah tuduhan tersebut.
Selanjutnya, beberapa negara Eropa lainnya, termasuk Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia mengusir diplomat Rusia sebagai bentuk solidaritas dengan Republik Ceko. Moskow menanggapi juga dengan melakukan pengusiran diplomatiknya sendiri.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda