Orang Papua Barat Menentang Manuver Benny Wenda Minta Bantuan China

Jum'at, 30 April 2021 - 15:46 WIB
Benny Wenda, pentolan separatis Papua Barat yang bersembunyi di Oxford, Inggris. Foto/REUTERS
JAKARTA - Benny Wenda , pentolan separatis Papua Barat, meminta bantuan Partai Komunis China (PKC) untuk intervensi masalah di wilayah Indonesia tersebut. Namun, manuver Wenda ditentang tokoh Papua Barat.

PKC merupakan partai yang mengendalikan pemerintah China saat ini.





Yoab Syatfle, Perdana Menteri Pemerintahan Sementara Republik Federal Papua Barat, menyampaikan sikap penentangan atas langkah Wenda.

Menurutnya, Wenda hanyalah pengungsi politik yang telah memperoleh suaka di Inggris.

"Pejabat Pemerintahan Sementara Republik Federal Papua Barat pada dasarnya menolak pernyataan Beny Wenda yang bukan Pemimpin Papua Barat," katanya dalam sebuah pernyataan.

"Itu hanyalah ungkapan kepentingan pribadi Beny Wenda dan tidak sedikitpun memajukan kepentingan Papua Barat dan memperjuangkan rakyatnya untuk kemerdekaan."

Yoab Syatfle mengatakan Pemerintah Sementara Republik Federal Papua Barat menjadikan semua negara anggota PBB termasuk China menjadi anggota Dewan Keamanan PBB, dengan harga tinggi dan menghargai semua upaya ini dalam perlindungan dan kelangsungan hidup masyarakat adat di seluruh dunia.

"Kami mencari politik dan kemanusiaan internasional dengan mengejar upaya diplomatik dan menjaga komunikasi terbuka dengan semua negara anggota PBB," paparnya.

"Kami sama sekali tidak menciptakan konspirasi politik atau kebuntuan, tetapi secara ketat mengikuti Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara, Piagam PBB, serta Aturan dan Prosedur Sidang Umum," imbuh dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Benny Wenda meminta bantuan Partai Komunis China (PKC) untuk intervensi masalah di Papua Barat.

Manuver politik separatis yang dideklarasikan sebagai presiden interim United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) itu disampaikan melalui surat kabar The Australian dan Australia West Papua Association yang berbasis di Sydney beberapa waktu lalu.

"Perjuangan kami telah berlangsung selama hampir 60 tahun," kata pentolan separatis itu dari kediamannya di Oxford dekat London, Inggris.

“Rakyat saya tidak aman di tangan Indonesia. Hampir 500.000 pria, wanita dan anak-anak telah terbunuh sejak 1960," lanjut dia.

"Pada dasarnya ada genosida lambat yang dilakukan oleh Indonesia, dan Australia serta Selandia Baru menolak untuk bertindak atas krisis kemanusiaan ini.”

"Jika China ingin mendukung kami, kami akan menyambut mereka dengan tangan terbuka," imbuh dia, seraya menambahkan bahwa kelompok itu terbuka untuk menerima bantuan dari negara mana pun, bahkan jika mereka tidak selaras secara ideologis.



Komentar Wenda itu muncul hanya seminggu setelah para pemimpin Provinsi Malaita di Kepulauan Solomon melanjutkan hubungan diplomatiknya dengan Taiwan, meskipun pemerintah nasionalnya mengalihkan hubungan resmi ke Beijing pada September 2019.

“Apa yang telah kami lihat dengan keterlibatan Republik Rakyat China di negara-negara lain di kawasan ini adalah bahwa semuanya terlihat cukup baik pada awalnya, tetapi pada akhirnya, negara-negara tersebut pada akhirnya merasa sulit untuk menangani masalah yang datang dengan menanganinya bersama China," kata pemimpin Malaita, Daniel Suidani.

Permintaan bantuan China oleh Wenda muncul saat dorongan soft power Partai Komunis China ke wilayah Pasifik Selatan berlanjut melalui propaganda, bantuan asing, dan investasi infrastruktur di bawah Belt and Road Initiative (BRI).

BRI adalah skema pendanaan infrastruktur global senilai triliun dollar yang telah dikritik karena membuat negara-negara berkembang dibebani utang.

Dalam sebuah wawancara pada Oktober 2020, Wenda mengatakan kepada Lowy Institute bahwa Australia dan Selandia Baru perlu bekerja lebih keras untuk mengamankan kemerdekaan Papua Barat, mengeklaim bahwa Papua Barat, jika merdeka, akan menjadi negara benteng dalam melawan pengaruh China.

“Orang Melanesia adalah pejuang di garis depan dalam Perang Dunia Kedua,” katanya. "Kami adalah pertahanan garis depan," lanjut dia kala itu.

Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Polhukam resmi melabeli Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT).

Benny Wenda sejak awal berkoar-koar menentang pelabelan teroris terhadap KKB Papua, kelompok yang dia anggap bagian dari kubunya.

Markas Besar Polri menyatakan pihaknya bakal melakukan penyusunan ulang terkait dengan pola operasi penanganan setelah KKB Papua dinyatakan sebagai organisasi teroris.

"Berarti akan kami susun lagi pola operasinya," kata Asisten Kapolri Bidang Operasi (Asops) Irjen Imam Sugianto di Jakarta pada hari Kamis.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More