Lab Nuklir Tunjukkan Aktivitas, Korut Mulai Proses Ulang Plutonium?

Rabu, 31 Maret 2021 - 07:44 WIB
Citra satelit menunjukkan laboratorium nuklir Korea Utara (Korut) menunjukkan aktivitas baru. Foto/CNBC
WASHINGTON - Citra satelit terbaru menunjukkan adanya aktivitas di fasilitas nuklir Korea Utara (Korut). Para ahli menilai ini menunjukkan rezim Kim Jong-un sedang mempersiapkan atau sudah mulai memproses ulang plutonium untuk senjata nuklir.

Foto satelit komersial menunjukkan uap atau asap yang membubung dari gedung kecil di Laboratorium Radiokimia Yongbyon dan dari pembangkit listrik tenaga panas yang berdekatan. Laboratorium itu digunakan untuk memproses ulang batang bahan bakar bekas untuk mengekstraksi plutonium untuk bom nuklir.

Foto-foto tersebut, dirilis oleh Maxar Technologies dan Center for Strategic and International Studies, diposting di situs web think tank, Beyond Parallel.



Citra satelit sebelumnya telah menunjukkan tanda-tanda aktivitas lain di pembangkit listrik tenaga panas dalam beberapa pekan terakhir. Awal bulan ini, kepala Badan Energi Atom Internasional, Rafael Mariano Grossi, mengutip tanda-tanda aktivitas di fasilitas Yongbyon dan situs lain, menyebut pekerjaan nuklir itu jelas melanggar sanksi PBB.

"Kegiatan terbaru ini menunjukkan bahwa Korea Utara sedang mempersiapkan atau telah meluncurkan upaya baru untuk pemrosesan ulang nuklir," menurut Victor Cha, warga Korea yang menjadi Ketua di Pusat Kajian Strategis dan Internasional serta mantan pejabat keamanan nasional senior di pemerintahan George W. Bush seperti dikutip dari CNBC, Rabu (31/3/2021).

Cha menilai langkah ini, bersama dengan dua putaran uji coba rudal dalam beberapa pekan terakhir, merupakan manuver politik Kim Jong-un yang ditujukan untuk menantang pemerintahan Presiden Joe Biden dan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in.

“Ini adalah serangkaian eskalasi, saya pikir itu cukup diperhitungkan. Mereka meningkatkan tekanan seperti yang mereka lakukan terhadap Presiden (Donald) Trump dan Presiden (Barack) Obama," ujar Cha.

Langkah itu, kata Cha, bukan hal baru sehubungan dengan Korut, tetapi ini terjadi cukup awal dalam pemerintahan.

Gedung Putih, Departemen Luar Negeri, dan Pentagon tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait hal ini.

"Setelah pemerintahan Biden menghadirkan front persatuan dengan sekutu di Asia, termasuk Jepang dan Korea Selatan (Korsel), serta mengambil sikap tegas dalam pembicaraan dengan China, Saya pikir Korea Utara merasa harus menanggapi," urai Cha, yang juga seorang profesor pemerintahan di Universitas Georgetown.

Untuk meningkatkan tekanan lebih lanjut, Korut dapat menembakkan rudal jarak jauh, melakukan uji coba nuklir atau meluncurkan rudal balistik antarbenua, mungkin dari kapal selam, kata Cha dan para ahli lainnya.

Korut belum melakukan uji coba rudal balistik antarbenua sejak akhir 2017. Setelah periode ketegangan yang tinggi, pemerintahan Trump melanjutkan diplomasi dengan Pyongyang. Pembicaraan di Hanoi pada 2019 antara Trump dan Kim Jong-un akhirnya gagal tanpa kesepakatan.

Foto-foto satelit mengikuti serangkaian gerakan dan pernyataan provokatif oleh Korut dalam beberapa pekan terakhir.

Ketika AS dan Korsel melakukan latihan militer gabungan yang disimulasikan komputer, Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korut, memperingatkan Washington pada 16 Maret agar tidak "menyebabkan bau."



Beberapa hari kemudian, Korut meluncurkan sepasang rudal jelajah jarak pendek ke Laut Kuning. Pejabat senior pemerintahan Biden pada saat itu mengatakan uji coba rudal jelajah mewakili skala terendah dalam hal apa yang dapat dilakukan rezim untuk meningkatkan ketegangan.



Kemudian pekan lalu, Korut menembakkan dua rudal balistik jarak pendek yang melanggar resolusi PBB. Saudari pemimpin Korut pada hari Jumat menyebut Presiden Korea Selatan Moon "burung beo yang dibesarkan oleh Amerika."



Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan tertutup terkait uji coba rudal Korut pada hari Selasa, tetapi tidak membuahkan hasil.

"Kami sedang melihat tindakan tambahan yang mungkin kami ambil di sini di New York," ucap Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Linda Thomas-Greenfield, pada Senin lalu.

Pada konferensi pers pertamanya minggu lalu, Biden mengatakan bahwa AS akan berkonsultasi dengan sekutunya dan menanggapi Korut jika rezim Pyongyang memilih "untuk meningkatkan tekanan."



Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pada hari Senin bahwa Biden tidak berencana untuk bertemu dengan Kim Jong-un.

“Saya pikir pendekatannya akan sangat berbeda, dan itu bukan niatnya,” kata Psaki.

Laksamana Muda Michael Studeman, direktur intelijen untuk komando Indo-Pasifik AS, mengatakan awal bulan ini bahwa aktivitas nuklir Korut baru-baru ini dapat dirancang untuk mendapatkan pengaruh AS guna mencoba mendapatkan keringanan dari hukuman yang dijatuhkan.

“Kami mengawasi ini. Dan sangat memprihatinkan ke mana Korea Utara ingin pergi,” kata Studeman.

"Jika Korea Utara telah mulai memproses ulang, maka itu dapat menempatkan kita pada tingkat ketegangan yang berbeda dengan Korea memasuki tahun 2021," katanya.
(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More