Ulama Terkemuka Saudi Dipenjara, Putranya Desak Pangeran MBS Membebaskannya
Jum'at, 22 Januari 2021 - 06:32 WIB
RIYADH - Ulama terkemuka Arab Saudi , Sheikh Salman Al-Ouda, telah dipenjara sejak 2017 karena menentang blokade terhadap Qatar. Sekarang putranya; Abdullah Al-Ouda, mendesak Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman (MBS) untuk segera membebaskan ayahnya.
Dia menulis seruan pembebasan itu dalam artikel di The Guardian. Dia minta Putra Mahkota MBS menunjukkan komitmennya untuk rekonsiliasi dengan tetangga Teluk-nya yang lebih kecil dengan membebaskan apa yang dia sebut "tahanan hati nurani".
Blokade Qatar oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir diberlakukan pada Juni 2017. Terobosan datang awal bulan ini ketika Riyadh menjadi tuan rumah pertemuan puncak para pemimpin negara yang terlibat, termasuk Qatar, untuk rekonsiliasi.
Terobosan itu diikuti dengan pembukaan perbatasan darat Arab Saudi dengan Qatar, yang membuka jalan untuk meredakan ketegangan dengan negara-negara Arab lainnya.
Abdullah Al-Ouda meminta MBS untuk membebaskan warga Kerajaan Arab Saudi sekarang karena perselisihan Teluk telah berakhir.
Sheikh Al-Ouda adalah salah satu dari puluhan pembangkang, penulis, dan ulama yang ditahan pada pertengahan September 2017 dalam tindakan keras negara terhadap mereka yang digambarkan sebagai "bertindak untuk kepentingan pihak asing terhadap keamanan Kerajaan dan kepentingannya."
Menurut Abdullah Al-Ouda, ayahnya ditangkap karena menolak men-tweet pesan kepada 13 juta pengikutnya untuk mendukung blokade yang dipimpin Arab Saudi terhadap Qatar. Dia malah mengungkapkan keinginan untuk rekonsiliasi dengan men-tweet; "Semoga Allah menyelaraskan hati mereka untuk kepentingan rakyat mereka."
Beberapa hari kemudian, petugas keamanan negara Arab Saudi menangkapnya.
Setelah ditahan tanpa dakwaan selama setahun, otoritas Arab Saudi mengajukan 37 dakwaan terhadap Sheikh Al-Ouda. Persidangannya dimulai pada September 2018 di pengadilan Kriminal Khusus, pengadilan terorisme negara itu, di Riyadh.
Tuduhan dalam persidangan yang sedang berlangsung dilaporkan mencakup kegiatan biasa seperti, "keberatan dengan boikot Qatar" dan "mengunjungi Qatar pada banyak kesempatan, termasuk pada 2015".
"Karena blokade Qatar tampaknya akan segera berakhir, sudah sepantasnya orang yang berdoa untuk rekonsiliasi juga menemukan bahwa penahanannya telah berakhir," kata Abdullah Al-Ouda, seperti dikutip Middle East Monitor, kemarin (21/1/2021).
Dia menulis seruan pembebasan itu dalam artikel di The Guardian. Dia minta Putra Mahkota MBS menunjukkan komitmennya untuk rekonsiliasi dengan tetangga Teluk-nya yang lebih kecil dengan membebaskan apa yang dia sebut "tahanan hati nurani".
Baca Juga
Blokade Qatar oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir diberlakukan pada Juni 2017. Terobosan datang awal bulan ini ketika Riyadh menjadi tuan rumah pertemuan puncak para pemimpin negara yang terlibat, termasuk Qatar, untuk rekonsiliasi.
Terobosan itu diikuti dengan pembukaan perbatasan darat Arab Saudi dengan Qatar, yang membuka jalan untuk meredakan ketegangan dengan negara-negara Arab lainnya.
Abdullah Al-Ouda meminta MBS untuk membebaskan warga Kerajaan Arab Saudi sekarang karena perselisihan Teluk telah berakhir.
Sheikh Al-Ouda adalah salah satu dari puluhan pembangkang, penulis, dan ulama yang ditahan pada pertengahan September 2017 dalam tindakan keras negara terhadap mereka yang digambarkan sebagai "bertindak untuk kepentingan pihak asing terhadap keamanan Kerajaan dan kepentingannya."
Menurut Abdullah Al-Ouda, ayahnya ditangkap karena menolak men-tweet pesan kepada 13 juta pengikutnya untuk mendukung blokade yang dipimpin Arab Saudi terhadap Qatar. Dia malah mengungkapkan keinginan untuk rekonsiliasi dengan men-tweet; "Semoga Allah menyelaraskan hati mereka untuk kepentingan rakyat mereka."
Beberapa hari kemudian, petugas keamanan negara Arab Saudi menangkapnya.
Setelah ditahan tanpa dakwaan selama setahun, otoritas Arab Saudi mengajukan 37 dakwaan terhadap Sheikh Al-Ouda. Persidangannya dimulai pada September 2018 di pengadilan Kriminal Khusus, pengadilan terorisme negara itu, di Riyadh.
Tuduhan dalam persidangan yang sedang berlangsung dilaporkan mencakup kegiatan biasa seperti, "keberatan dengan boikot Qatar" dan "mengunjungi Qatar pada banyak kesempatan, termasuk pada 2015".
"Karena blokade Qatar tampaknya akan segera berakhir, sudah sepantasnya orang yang berdoa untuk rekonsiliasi juga menemukan bahwa penahanannya telah berakhir," kata Abdullah Al-Ouda, seperti dikutip Middle East Monitor, kemarin (21/1/2021).
(min)
tulis komentar anda