Pfizer-BioNTech, Moderna dan Sinovac: Sekilas Tentang Tiga Vaksin Utama COVID-19
Jum'at, 18 Desember 2020 - 09:04 WIB
JAKARTA - Sejumlah negara yang paling terdampak pandemi COVID-19 pada akhir minggu ini akan memperoleh akses ke vaksin . Terbaru adalah Amerika Serikat (AS) yang melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) mengesahkan penggunaan mRNA-1273 - kandidat vaksin yang dibuat oleh perusahaan bioteknologi Amerika Moderna - sebagai vaksin yang aman dan efektif.
Ini membuka jalan untuk otorisasi darurat vaksin, keputusan yang akan dibuat FDA setelah panel penasihat dari luar bertemu pada hari Kamis.
Jika diizinkan, vaksin Moderna akan mengikuti jejak penggunaan vaksin dari Pfizer-BioNTech, yang telah mulai diberikan oleh AS dan Inggris kepada masyarakat umum.
Singapura juga telah menyetujui penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech , dengan pengiriman pertama diharapkan pada akhir tahun ini.
Negara lain seperti Kanada, Arab Saudi, Meksiko dan Kuwait juga telah mengizinkan penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech. Sebuah kelompok besar juga akan segera menyusul, jika Uni Eropa memberikan persetujuan akhir, yang bisa datang paling cepat pada 23 Desember.
Vaksin COVID-19 lainnya, yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech China, juga sedang dalam uji coba tahap akhir. Indonesia sudah memiliki 1,2 juta dosis CoronaVac, vaksin yang diuji sejak Agustus lalu.(Baca juga: Minggu Depan, Joe Biden Akan Divaksin Virus Corona )
Berikut adalah perbedaan ketiga vaksin COVID-19 yang dinukil dari Channel News Asia, Jumat (18/12/2020):
PFIZER-BIONTECH
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh raksasa farmasi AS Pfizer dan BioNTech Jerman ini adalah vaksin COVID-19 pertama yang disetujui oleh FDA AS untuk penggunaan darurat.
Cara kerjanya: Vaksin Pfizer-BioNTech menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA). Vaksin mRNA mengajarkan sel kita untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh kita. Ini berbeda dengan vaksin tradisional yang memasukkan kuman yang lemah atau tidak aktif ke dalam tubuh kita.
Penyimpanan: Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech perlu disimpan pada suhu minus 70 derajat Celcius, yang menghadirkan tantangan logistik, terutama untuk negara-negara miskin.
Khasiat: 95 persen
Peluncuran: Inggris adalah negara pertama di dunia yang meluncurkan suntikan vaksinasi pada 8 Desember, dengan AS menyusul sekitar seminggu kemudian pada 16 Desember. Singapura, Kanada, Meksiko, dan Arab Saudi juga telah mengizinkan penggunaan vaksin COVID-19 produksi Pfizer-BioNTech ini.
MODERNA
Hasil awal dari vaksin Moderna yang dijelaskan sebulan lalu oleh ahli penyakit menular terkemuka AS Anthony Fauci sebagai "sangat mengesankan".
Cara kerjanya: Sama seperti vaksin Pfizer-BioNTech, vaksin Moderna menggunakan teknologi mRNA.
Penyimpanan: Dapat disimpan selama 30 hari dengan pendinginan, enam bulan pada suhu minus 20 derajat Celcius.
Khasiat: 94,5 persen
Peluncuran: Belum diketahui.
SINOVAC
Dikembangkan oleh China Sinovac Biotech, vaksin yang dikenal sebagai CoronaVac ini sedang menjalani uji klinis fase 3 di tempat-tempat seperti Brasil dan Indonesia.
Selain Brasil dan Indonesia, sejumlah negara lain yang berencana menggunakan Sinovac adalah Turki dan Chili.
Cara kerjanya: Vaksin Sinovac menggunakan teknologi vaksin yang tidak aktif, yang menggunakan bentuk virus hidup yang dilemahkan untuk merangsang tubuh kita menghasilkan respons kekebalan. Vaksin ini mirip dengan vaksin flu dan cacar air.
Penyimpanan: Vaksin dapat disimpan pada suhu lemari es normal 2 hingga 8 derajat Celcius dan dapat tetap stabil hingga tiga tahun. Ini mungkin pilihan yang menarik untuk tempat-tempat di mana akses ke pendinginan sulit.
Khasiat: Tidak diketahui
Peluncuran: Belum diketahui.
Dari ketiga vaksin di atas, sejumlah negara telah memberikan lampu hijau untuk penggunaan vaksin Pfizer-BionTeceh mengingat tingkat persentase khasiatnya yang mencapai 95%. Bahkan China yang mempunyai vaksin sendiri juga memesan vaksin Pfizer.(Baca juga: Kamboja Tidak Izinkan Warganya jadi Relawan Vaksin Covid-19 )
“Dengan teknologi mRNA, keuntungan yang jelas adalah bahwa sejumlah besar vaksin dapat diproduksi dengan cepat, tanpa menggunakan kultur sel dan zat yang berpotensi beracun lainnya,” ungkap Profesor Artur Summerfield, deputi direktur kepala imunologi Institut Virologi dan Imunologi Swiss.
“Secara umum, hasil yang dipublikasikan sejauh ini menunjukkan terdapat reaksi antibodi yang baik, serta respons imun seluler yang baik. Keduanya penting melawan virus," imbuhnya.
Meski mempunyai khasiat hingga 95%, bukan berarti vaksin Pfizer tidak memiliki efek samping. Dua petugas kesehatan di Alaska mengalami reaksi alergi setelah menerima suntikan Pfizer minggu ini, dan reaksi alergi parah juga dilaporkan pada dua petugas kesehatan di Inggris minggu lalu.
Peristiwa tersebut masih diselidiki, dan tidak jelas apakah ada satu komponen atau bahan dalam vaksin Pfizer yang dapat menyebabkan reaksi tersebut.
Untuk vaksin Moderna sendiri, FDA baru saja mengeluarkan rekomendasi penggunaannya seperti dikutip dari NBC News.(Baca juga: Viral! Video Pekerja Medis Menari Rayakan Kedatangan Vaksin Covid )
Vaksin Moderna bekerja dengan cara yang sama dengan vaksin Pfizer, menggunakan potongan kecil kode genetik yang disebut messenger RNA, atau mRNA, untuk mendorong sistem kekebalan memproduksi antibodi terhadap virus corona, tanpa menggunakan potongan-potongan virus itu sendiri.
Uji klinis menunjukkan vaksin itu 94 persen efektif dalam mencegah gejala penyakit dalam dua minggu setelah dosis kedua.
Dalam rapat dewan penasihat hari Kamis, perwakilan dari Moderna mengatakan bahwa di antara lebih dari 30.000 peserta uji klinis, tidak ada kasus anafilaksis yang tampaknya terkait. (Seorang peserta mengembangkan anafilaksis 63 hari setelah mendapatkan dosis kedua. Reaksi biasanya terjadi segera setelah terpapar alergen.)
Ada juga diskusi tentang apakah orang yang baru saja menjalani kosmetik filler berisiko lebih besar mengalami pembengkakan wajah sementara setelah penyuntikan.
Tiga orang dalam uji klinis Moderna yang mengalami pembengkakan di wajah juga memiliki pengisi, baik di pipi atau bibir. Prosedur tersebut telah diselesaikan antara dua minggu dan enam bulan sebelum vaksinasi.(Baca juga: Jerman Mulai Vaksinasi COVID-19 Pekan Depan setelah Persetujuan Eropa )
Sedangkan Sinovac saat ini masih menjalani uji klinis fase 3. Di Indonesia, uji klinis ini masih dilaksanakan oleh PT Biofarma dan Sinovac Biotech yang menggandeng Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Lebih dari 1.600 relawan terlibat dalam uji klinis ini. Mereka telah disuntik dengan vaksin Sinovac. Saat ini BPOM tengah menunggu hasil uji tersebut.
Bila tahap ketiga ini hasilnya baik, maka vaksin ini bisa segera digunakan. Sesuai anjuran WHO, vaksin ini aman digunakan bila minimal ada data hasil uji klinis fase 1 dan fase 2, ditambah analisis sebagian (interim) fase 3, yang saat ini masih berlangsung di lima negara untuk mengeluarkan ijin penggunaan darurat (EUA).
Di Brasil, penggunaan vaksin Sinovac ini menjadi kontroversi. Badan regulator obat-obatan Brasil, Anvisa, menuding China tidaktidak transparan terkait pengesahan vaksin COVID-19 buatan Sinovac yang dinami CoronaVac. Menurut mereka, asal usul vaksin tersebut tidak jelas yang membuatnya ragu akan efektivitas vaksin tersebut.
Ini membuka jalan untuk otorisasi darurat vaksin, keputusan yang akan dibuat FDA setelah panel penasihat dari luar bertemu pada hari Kamis.
Jika diizinkan, vaksin Moderna akan mengikuti jejak penggunaan vaksin dari Pfizer-BioNTech, yang telah mulai diberikan oleh AS dan Inggris kepada masyarakat umum.
Singapura juga telah menyetujui penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech , dengan pengiriman pertama diharapkan pada akhir tahun ini.
Negara lain seperti Kanada, Arab Saudi, Meksiko dan Kuwait juga telah mengizinkan penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech. Sebuah kelompok besar juga akan segera menyusul, jika Uni Eropa memberikan persetujuan akhir, yang bisa datang paling cepat pada 23 Desember.
Vaksin COVID-19 lainnya, yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech China, juga sedang dalam uji coba tahap akhir. Indonesia sudah memiliki 1,2 juta dosis CoronaVac, vaksin yang diuji sejak Agustus lalu.(Baca juga: Minggu Depan, Joe Biden Akan Divaksin Virus Corona )
Berikut adalah perbedaan ketiga vaksin COVID-19 yang dinukil dari Channel News Asia, Jumat (18/12/2020):
PFIZER-BIONTECH
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh raksasa farmasi AS Pfizer dan BioNTech Jerman ini adalah vaksin COVID-19 pertama yang disetujui oleh FDA AS untuk penggunaan darurat.
Cara kerjanya: Vaksin Pfizer-BioNTech menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA). Vaksin mRNA mengajarkan sel kita untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh kita. Ini berbeda dengan vaksin tradisional yang memasukkan kuman yang lemah atau tidak aktif ke dalam tubuh kita.
Penyimpanan: Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech perlu disimpan pada suhu minus 70 derajat Celcius, yang menghadirkan tantangan logistik, terutama untuk negara-negara miskin.
Khasiat: 95 persen
Peluncuran: Inggris adalah negara pertama di dunia yang meluncurkan suntikan vaksinasi pada 8 Desember, dengan AS menyusul sekitar seminggu kemudian pada 16 Desember. Singapura, Kanada, Meksiko, dan Arab Saudi juga telah mengizinkan penggunaan vaksin COVID-19 produksi Pfizer-BioNTech ini.
MODERNA
Hasil awal dari vaksin Moderna yang dijelaskan sebulan lalu oleh ahli penyakit menular terkemuka AS Anthony Fauci sebagai "sangat mengesankan".
Cara kerjanya: Sama seperti vaksin Pfizer-BioNTech, vaksin Moderna menggunakan teknologi mRNA.
Penyimpanan: Dapat disimpan selama 30 hari dengan pendinginan, enam bulan pada suhu minus 20 derajat Celcius.
Khasiat: 94,5 persen
Peluncuran: Belum diketahui.
SINOVAC
Dikembangkan oleh China Sinovac Biotech, vaksin yang dikenal sebagai CoronaVac ini sedang menjalani uji klinis fase 3 di tempat-tempat seperti Brasil dan Indonesia.
Selain Brasil dan Indonesia, sejumlah negara lain yang berencana menggunakan Sinovac adalah Turki dan Chili.
Cara kerjanya: Vaksin Sinovac menggunakan teknologi vaksin yang tidak aktif, yang menggunakan bentuk virus hidup yang dilemahkan untuk merangsang tubuh kita menghasilkan respons kekebalan. Vaksin ini mirip dengan vaksin flu dan cacar air.
Penyimpanan: Vaksin dapat disimpan pada suhu lemari es normal 2 hingga 8 derajat Celcius dan dapat tetap stabil hingga tiga tahun. Ini mungkin pilihan yang menarik untuk tempat-tempat di mana akses ke pendinginan sulit.
Khasiat: Tidak diketahui
Peluncuran: Belum diketahui.
Dari ketiga vaksin di atas, sejumlah negara telah memberikan lampu hijau untuk penggunaan vaksin Pfizer-BionTeceh mengingat tingkat persentase khasiatnya yang mencapai 95%. Bahkan China yang mempunyai vaksin sendiri juga memesan vaksin Pfizer.(Baca juga: Kamboja Tidak Izinkan Warganya jadi Relawan Vaksin Covid-19 )
“Dengan teknologi mRNA, keuntungan yang jelas adalah bahwa sejumlah besar vaksin dapat diproduksi dengan cepat, tanpa menggunakan kultur sel dan zat yang berpotensi beracun lainnya,” ungkap Profesor Artur Summerfield, deputi direktur kepala imunologi Institut Virologi dan Imunologi Swiss.
“Secara umum, hasil yang dipublikasikan sejauh ini menunjukkan terdapat reaksi antibodi yang baik, serta respons imun seluler yang baik. Keduanya penting melawan virus," imbuhnya.
Meski mempunyai khasiat hingga 95%, bukan berarti vaksin Pfizer tidak memiliki efek samping. Dua petugas kesehatan di Alaska mengalami reaksi alergi setelah menerima suntikan Pfizer minggu ini, dan reaksi alergi parah juga dilaporkan pada dua petugas kesehatan di Inggris minggu lalu.
Peristiwa tersebut masih diselidiki, dan tidak jelas apakah ada satu komponen atau bahan dalam vaksin Pfizer yang dapat menyebabkan reaksi tersebut.
Untuk vaksin Moderna sendiri, FDA baru saja mengeluarkan rekomendasi penggunaannya seperti dikutip dari NBC News.(Baca juga: Viral! Video Pekerja Medis Menari Rayakan Kedatangan Vaksin Covid )
Vaksin Moderna bekerja dengan cara yang sama dengan vaksin Pfizer, menggunakan potongan kecil kode genetik yang disebut messenger RNA, atau mRNA, untuk mendorong sistem kekebalan memproduksi antibodi terhadap virus corona, tanpa menggunakan potongan-potongan virus itu sendiri.
Uji klinis menunjukkan vaksin itu 94 persen efektif dalam mencegah gejala penyakit dalam dua minggu setelah dosis kedua.
Dalam rapat dewan penasihat hari Kamis, perwakilan dari Moderna mengatakan bahwa di antara lebih dari 30.000 peserta uji klinis, tidak ada kasus anafilaksis yang tampaknya terkait. (Seorang peserta mengembangkan anafilaksis 63 hari setelah mendapatkan dosis kedua. Reaksi biasanya terjadi segera setelah terpapar alergen.)
Ada juga diskusi tentang apakah orang yang baru saja menjalani kosmetik filler berisiko lebih besar mengalami pembengkakan wajah sementara setelah penyuntikan.
Tiga orang dalam uji klinis Moderna yang mengalami pembengkakan di wajah juga memiliki pengisi, baik di pipi atau bibir. Prosedur tersebut telah diselesaikan antara dua minggu dan enam bulan sebelum vaksinasi.(Baca juga: Jerman Mulai Vaksinasi COVID-19 Pekan Depan setelah Persetujuan Eropa )
Sedangkan Sinovac saat ini masih menjalani uji klinis fase 3. Di Indonesia, uji klinis ini masih dilaksanakan oleh PT Biofarma dan Sinovac Biotech yang menggandeng Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Lebih dari 1.600 relawan terlibat dalam uji klinis ini. Mereka telah disuntik dengan vaksin Sinovac. Saat ini BPOM tengah menunggu hasil uji tersebut.
Bila tahap ketiga ini hasilnya baik, maka vaksin ini bisa segera digunakan. Sesuai anjuran WHO, vaksin ini aman digunakan bila minimal ada data hasil uji klinis fase 1 dan fase 2, ditambah analisis sebagian (interim) fase 3, yang saat ini masih berlangsung di lima negara untuk mengeluarkan ijin penggunaan darurat (EUA).
Di Brasil, penggunaan vaksin Sinovac ini menjadi kontroversi. Badan regulator obat-obatan Brasil, Anvisa, menuding China tidaktidak transparan terkait pengesahan vaksin COVID-19 buatan Sinovac yang dinami CoronaVac. Menurut mereka, asal usul vaksin tersebut tidak jelas yang membuatnya ragu akan efektivitas vaksin tersebut.
(ber)
tulis komentar anda