Korsel Larang Selebaran Anti-Korut, Pembelot Tak Mau Setop Aksinya
Rabu, 16 Desember 2020 - 01:01 WIB
Perubahan itu disetujui meskipun ada upaya oleh sejumlah anggota parlemen oposisi untuk memblokir langkah partai berkuasa Presiden Moon Jae-in itu.
Rancangan UU itu diperkenalkan pada Juni setelah Kim Yo-jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, mengatakan Korea Selatan harus melarang selebaran itu atau menghadapi "fase terburuk" dalam hubungan kedua Korea.
"Mereka mencoba membuat perintah Kim Yo-jong menjadi undang-undang dengan satu kata," ungkap Tae Yong-ho, anggota parlemen oposisi dan mantan diplomat Korea Utara.
Dia mengatakan RUU itu hanya akan membantu pemerintah Kim terus "memperbudak" rakyatnya.
Park Sang-hak, pembelot yang telah dicabut izinnya untuk kelompok peluncuran selebarannya dan menghadapi dakwaan, mengatakan dia tidak akan menghentikan kampanyenya yang telah berlangsung selama 15 tahun.
"Saya akan terus mengirimkan selebaran untuk mengatakan yang sebenarnya karena warga Korea Utara memiliki hak untuk mengetahui. Saya tidak takut dipenjara," ujar dia kepada Reuters.
Park dan 20 kelompok hak asasi lainnya di Korea Selatan bersumpah menantang undang-undang tersebut.
Human Rights Watch menyebut larangan itu sebagai "strategi yang salah arah" oleh Korea Selatan untuk mendapat dukungan Kim.
"Ini mengkriminalkan pengiriman uang kepada keluarga di Korea Utara dan menyangkal hak mereka atas informasi luar. Upaya seperti itu hanya berisiko mengundang provokasi dan tuntutan Korea Utara lebih lanjut," papar Shin Hee-seok dari Kelompok Kerja Keadilan Transisi.
Chris Smith, anggota Kongres Amerika Serikat dari Partai Republik yang turut memimpin komisi hak asasi manusia bipartisan, mengeluarkan pernyataan yang mengkritik amandemen tersebut.
Rancangan UU itu diperkenalkan pada Juni setelah Kim Yo-jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, mengatakan Korea Selatan harus melarang selebaran itu atau menghadapi "fase terburuk" dalam hubungan kedua Korea.
"Mereka mencoba membuat perintah Kim Yo-jong menjadi undang-undang dengan satu kata," ungkap Tae Yong-ho, anggota parlemen oposisi dan mantan diplomat Korea Utara.
Dia mengatakan RUU itu hanya akan membantu pemerintah Kim terus "memperbudak" rakyatnya.
Park Sang-hak, pembelot yang telah dicabut izinnya untuk kelompok peluncuran selebarannya dan menghadapi dakwaan, mengatakan dia tidak akan menghentikan kampanyenya yang telah berlangsung selama 15 tahun.
"Saya akan terus mengirimkan selebaran untuk mengatakan yang sebenarnya karena warga Korea Utara memiliki hak untuk mengetahui. Saya tidak takut dipenjara," ujar dia kepada Reuters.
Park dan 20 kelompok hak asasi lainnya di Korea Selatan bersumpah menantang undang-undang tersebut.
Human Rights Watch menyebut larangan itu sebagai "strategi yang salah arah" oleh Korea Selatan untuk mendapat dukungan Kim.
"Ini mengkriminalkan pengiriman uang kepada keluarga di Korea Utara dan menyangkal hak mereka atas informasi luar. Upaya seperti itu hanya berisiko mengundang provokasi dan tuntutan Korea Utara lebih lanjut," papar Shin Hee-seok dari Kelompok Kerja Keadilan Transisi.
Chris Smith, anggota Kongres Amerika Serikat dari Partai Republik yang turut memimpin komisi hak asasi manusia bipartisan, mengeluarkan pernyataan yang mengkritik amandemen tersebut.
Lihat Juga :
tulis komentar anda