Hasil Penelitian UNICEF, Mental Anak di Negara Maju Rapuh
Jum'at, 04 September 2020 - 06:35 WIB
Tuntutan hidup anak-anak di negara maju juga tinggi. Sayangnya tidak semua anak di negara maju terlahir dari keluarga kaya-raya, sedangkan tekanan terhadap mereka untuk dapat sukses sangatlah tinggi. “Sebanyak 1 dari 5 anak-anak di negara maju sebenarnya hidup dalam kemiskinan,” ungkap UNICEF.
Penderitaan yang dialami anak-anak tidak terlepas dari sistem kerja yang mengikat orang tua. Sebagian besar orang tua di negara maju yang menjadi karyawan tidak memiliki waktu dan tenaga untuk memerhatikan anak mereka. Bahkan mereka sendiri mengaku mengalami stres akibat pekerjaan yang menumpuk. (Baca juga: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Menjadi Pangkalan Militernya)
“Kami mengimbau negara maju untuk memperhatikan anak-anak karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. Pendekatannya dapat melalui konsultasi anak, kebijakan ramah anak, mengurangi kesenjangan, meningkatkan akses, dan mengimplementasikan kebijakan ramah keluarga di tempat kerja.”
Berdasarkan laporan Mental Health Network, masyarakat di negara maju pada umumnya mengalami krisis kesehatan mental. Sebanyak 19% orang dewasa di Inggris saja didiagnosis mengalami depresi per tahun, sedangkan 1 dari 4 orang dewasa hampir per bulan. Penyakit itu diyakini menular kepada anak-anak.
Meski tidak memiliki bukti, sebagian orang menganggap penyakit mental dan depresi merupakan permasalahan kelas menengah ke bawah. Namun, kenyataannya, krisis kesehatan mental dapat menyerang siapa saja tanpa melihat kelompok sosial. Bahkan setiap orang memiliki permasalahan sendiri. (Lihat videonya: Gadis Cantik Berprofesi Sebagai Operator Alat Berat)
Sesuai dengan laporan UNICEF, anak-anak Jepang mengalami krisis kesehatan mental terburuk kedua setelah Selandia Baru di antara 38 negara maju lain menyusul tingginya angka bunuh diri dan rendahnya tingkat kebahagiaan. Selain itu angka bullying dan ketidakharmonisan di dalam keluarga juga sangat tinggi. (Muh Shamil)
Penderitaan yang dialami anak-anak tidak terlepas dari sistem kerja yang mengikat orang tua. Sebagian besar orang tua di negara maju yang menjadi karyawan tidak memiliki waktu dan tenaga untuk memerhatikan anak mereka. Bahkan mereka sendiri mengaku mengalami stres akibat pekerjaan yang menumpuk. (Baca juga: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Menjadi Pangkalan Militernya)
“Kami mengimbau negara maju untuk memperhatikan anak-anak karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. Pendekatannya dapat melalui konsultasi anak, kebijakan ramah anak, mengurangi kesenjangan, meningkatkan akses, dan mengimplementasikan kebijakan ramah keluarga di tempat kerja.”
Berdasarkan laporan Mental Health Network, masyarakat di negara maju pada umumnya mengalami krisis kesehatan mental. Sebanyak 19% orang dewasa di Inggris saja didiagnosis mengalami depresi per tahun, sedangkan 1 dari 4 orang dewasa hampir per bulan. Penyakit itu diyakini menular kepada anak-anak.
Meski tidak memiliki bukti, sebagian orang menganggap penyakit mental dan depresi merupakan permasalahan kelas menengah ke bawah. Namun, kenyataannya, krisis kesehatan mental dapat menyerang siapa saja tanpa melihat kelompok sosial. Bahkan setiap orang memiliki permasalahan sendiri. (Lihat videonya: Gadis Cantik Berprofesi Sebagai Operator Alat Berat)
Sesuai dengan laporan UNICEF, anak-anak Jepang mengalami krisis kesehatan mental terburuk kedua setelah Selandia Baru di antara 38 negara maju lain menyusul tingginya angka bunuh diri dan rendahnya tingkat kebahagiaan. Selain itu angka bullying dan ketidakharmonisan di dalam keluarga juga sangat tinggi. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda