Sejarah Perbatasan Rafah, Pos Pembatas antara Gaza dan Mesir
Senin, 13 November 2023 - 14:54 WIB
Pada 16 Februari 2005, Parlemen Israel menyetujui rencana penarikan diri Israel dari Gaza. Israel menarik diri dari Gaza pada September 2005.
Mesir terus mengendalikan sisi wilayahnya dari perbatasan Gaza, sementara Otoritas Nasional Palestina yang didominasi Fatah mengambil alih kendali di sisi Gaza dari perlintasan perbatasan.
Akibatnya, pada November 2005, Israel, Mesir, dan Otoritas Palestina menandatangani Perjanjian Rafah, yang memberikan Otoritas Palestina kendali atas perlintasan Rafah, dengan pengawasan dari Uni Eropa dan koordinasi dengan Israel.
Perjanjian ini bertujuan untuk memfasilitasi pergerakan orang dan barang antara Gaza dan Mesir, serta antara Gaza dan Tepi Barat melalui Israel. Namun perjanjian tersebut tidak berlangsung lama.
Dikutip dari laman The Guardian, pada Juni 2007, Hamas mengambil alih Jalur Gaza dari Fatah dalam perseteruan sengit. Israel kemudian menutup perlintasan Rafah dan semua perlintasan lainnya antara Gaza dan Israel, mengepung wilayah tersebut.
Perlintasan Rafah tetap ditutup sebagian besar waktu hingga Mei 2011, ketika Mesir mengumumkan bahwa akan membuka perlintasan Rafah secara permanen untuk orang-orang Palestina. Hal itu dilakukan sebagai respons terhadap revolusi Mesir dan rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas.
Namun, Mesir masih membatasi pergerakan barang dan kendaraan melalui perlintasan Rafah. Mereka juga akan memberlakukan pembatasan pada kategori orang yang dapat melintasi, seperti wanita, anak-anak, orang tua, pelajar, dan pemegang visa.
Mesir terus mengendalikan sisi wilayahnya dari perbatasan Gaza, sementara Otoritas Nasional Palestina yang didominasi Fatah mengambil alih kendali di sisi Gaza dari perlintasan perbatasan.
Akibatnya, pada November 2005, Israel, Mesir, dan Otoritas Palestina menandatangani Perjanjian Rafah, yang memberikan Otoritas Palestina kendali atas perlintasan Rafah, dengan pengawasan dari Uni Eropa dan koordinasi dengan Israel.
Perjanjian ini bertujuan untuk memfasilitasi pergerakan orang dan barang antara Gaza dan Mesir, serta antara Gaza dan Tepi Barat melalui Israel. Namun perjanjian tersebut tidak berlangsung lama.
Dikutip dari laman The Guardian, pada Juni 2007, Hamas mengambil alih Jalur Gaza dari Fatah dalam perseteruan sengit. Israel kemudian menutup perlintasan Rafah dan semua perlintasan lainnya antara Gaza dan Israel, mengepung wilayah tersebut.
Perlintasan Rafah tetap ditutup sebagian besar waktu hingga Mei 2011, ketika Mesir mengumumkan bahwa akan membuka perlintasan Rafah secara permanen untuk orang-orang Palestina. Hal itu dilakukan sebagai respons terhadap revolusi Mesir dan rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas.
Namun, Mesir masih membatasi pergerakan barang dan kendaraan melalui perlintasan Rafah. Mereka juga akan memberlakukan pembatasan pada kategori orang yang dapat melintasi, seperti wanita, anak-anak, orang tua, pelajar, dan pemegang visa.
(mas)
tulis komentar anda