Libya Direndam Banjir Akibat Badai, 2.000 Orang Dikhawatirkan Tewas
Selasa, 12 September 2023 - 16:44 WIB
TRIPOLI - Libya telah meminta bantuan internasional ketika 2.000 orang dikhawatirkan tewas setelah banjir besar melanda kota Derna menyusul badai dahsyat menerjang negara itu.
Badai Mediterania Daniel telah menyebabkan bencana banjir, mengakibatkan seluruh lingkungan terendam banjir setelah melanda wilayah timur negara itu.
Pada Senin malam, pemerintah Libya menyatakan provinsi Cyrenaica di bagian timur sebagai daerah bencana.
Sebelumnya, kepala kelompok bantuan Bulan Sabit Merah di wilayah tersebut mengklaim jumlah korban tewas yang dikonfirmasi adalah 150 orang, dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 250 orang.
Dalam wawancara telepon dengan stasiun televisi al Masar hari Senin waktu setempat, Perdana Menteri Ossama Hamad dari pemerintah Libya timur mengatakan bahwa 2.000 orang dikhawatirkan tewas di Derna, dan ribuan lainnya diyakini hilang.
Ahmed al Mismari, juru bicara Tentara Nasional Libya (LNA) yang menguasai Libya timur, mengatakan bencana itu terjadi setelah bendungan di atas Derna runtuh, menyapu seluruh wilayah dengan penduduknya ke laut.
Dia mengatakan jumlah orang yang meninggal lebih dari 2.000 orang dan memperkirakan jumlah orang hilang antara 5.000 dan 6.000 orang.
Abdel-Rahim Mazek, kepala pusat medis utama di kota timur Bayda, sejauh ini melaporkan sedikitnya 46 kematian.
Di kota pesisir timur laut Susa, ambulans dan layanan darurat mengkonfirmasi hilangnya tujuh nyawa.
Dan di kota Shahatt dan Omar al Mokhtar, Menteri Kesehatan Ossama Abduljaleel melaporkan tujuh kematian lagi.
Sementara itu, satu orang dilaporkan tewas di kota Marj pada hari Minggu seperti dikutip dari Sky News, Selasa (12/9/2023).
Libya masih terpecah secara politik antara wilayah timur dan barat. Kondisi ini diperparah dengan layanan publik yang telah memburuk sejak pemberontakan yang didukung NATO pada tahun 2011, yang memicu konflik selama bertahun-tahun.
Pemerintahan yang diakui secara internasional di Tripoli tidak mempunyai kendali atas wilayah timur.
Banyak dari ribuan orang yang saat ini belum ditemukan diyakini tersapu air banjir.
Video yang dibagikan oleh warga secara online mengungkapkan tingkat kerusakan yang terjadi, dengan seluruh wilayah hancur di sepanjang sungai yang melintasi pusat kota, yang berasal dari pegunungan.
Gedung apartemen bertingkat yang letaknya cukup jauh dari sungai kini sebagian ambruk terendam lumpur.
Perdana Menteri Hamad mengumumkan tiga hari berkabung dan memerintahkan bendera di seluruh negeri diturunkan setengah tiang.
Pemerintah asing menawarkan dukungan pada hari Senin. Sheikh Mohammed bin Zayed al Nahyan, presiden Uni Emirat Arab, menjanjikan bantuan kemanusiaan dan tim pencari dan penyelamat untuk Libya timur melalui kantor berita WAM UEA.
Turki, pendukung pemerintah yang berbasis di Tripoli di barat, dan negara tetangga Aljazair juga menyampaikan belasungkawa.
Sejak pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan Muammar Gaddafi, Libya tidak memiliki pemerintahan pusat, sehingga mengakibatkan pelanggaran hukum, terbatasnya investasi di bidang infrastruktur, dan minimnya regulasi konstruksi.
Negara ini kini terpecah antara pemerintah yang saling bersaing di timur dan barat, yang masing-masing didukung oleh berbagai milisi. Derna dan Sirte berada di bawah kendali ekstremis, termasuk kelompok yang berafiliasi dengan ISIS, hingga mereka digulingkan oleh pasukan yang setia kepada pemerintah yang berbasis di wilayah timur pada tahun 2018.
Badai Mediterania Daniel telah menyebabkan bencana banjir, mengakibatkan seluruh lingkungan terendam banjir setelah melanda wilayah timur negara itu.
Pada Senin malam, pemerintah Libya menyatakan provinsi Cyrenaica di bagian timur sebagai daerah bencana.
Sebelumnya, kepala kelompok bantuan Bulan Sabit Merah di wilayah tersebut mengklaim jumlah korban tewas yang dikonfirmasi adalah 150 orang, dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 250 orang.
Dalam wawancara telepon dengan stasiun televisi al Masar hari Senin waktu setempat, Perdana Menteri Ossama Hamad dari pemerintah Libya timur mengatakan bahwa 2.000 orang dikhawatirkan tewas di Derna, dan ribuan lainnya diyakini hilang.
Ahmed al Mismari, juru bicara Tentara Nasional Libya (LNA) yang menguasai Libya timur, mengatakan bencana itu terjadi setelah bendungan di atas Derna runtuh, menyapu seluruh wilayah dengan penduduknya ke laut.
Dia mengatakan jumlah orang yang meninggal lebih dari 2.000 orang dan memperkirakan jumlah orang hilang antara 5.000 dan 6.000 orang.
Abdel-Rahim Mazek, kepala pusat medis utama di kota timur Bayda, sejauh ini melaporkan sedikitnya 46 kematian.
Di kota pesisir timur laut Susa, ambulans dan layanan darurat mengkonfirmasi hilangnya tujuh nyawa.
Dan di kota Shahatt dan Omar al Mokhtar, Menteri Kesehatan Ossama Abduljaleel melaporkan tujuh kematian lagi.
Sementara itu, satu orang dilaporkan tewas di kota Marj pada hari Minggu seperti dikutip dari Sky News, Selasa (12/9/2023).
Libya masih terpecah secara politik antara wilayah timur dan barat. Kondisi ini diperparah dengan layanan publik yang telah memburuk sejak pemberontakan yang didukung NATO pada tahun 2011, yang memicu konflik selama bertahun-tahun.
Pemerintahan yang diakui secara internasional di Tripoli tidak mempunyai kendali atas wilayah timur.
Banyak dari ribuan orang yang saat ini belum ditemukan diyakini tersapu air banjir.
Video yang dibagikan oleh warga secara online mengungkapkan tingkat kerusakan yang terjadi, dengan seluruh wilayah hancur di sepanjang sungai yang melintasi pusat kota, yang berasal dari pegunungan.
Gedung apartemen bertingkat yang letaknya cukup jauh dari sungai kini sebagian ambruk terendam lumpur.
Perdana Menteri Hamad mengumumkan tiga hari berkabung dan memerintahkan bendera di seluruh negeri diturunkan setengah tiang.
Pemerintah asing menawarkan dukungan pada hari Senin. Sheikh Mohammed bin Zayed al Nahyan, presiden Uni Emirat Arab, menjanjikan bantuan kemanusiaan dan tim pencari dan penyelamat untuk Libya timur melalui kantor berita WAM UEA.
Turki, pendukung pemerintah yang berbasis di Tripoli di barat, dan negara tetangga Aljazair juga menyampaikan belasungkawa.
Sejak pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan Muammar Gaddafi, Libya tidak memiliki pemerintahan pusat, sehingga mengakibatkan pelanggaran hukum, terbatasnya investasi di bidang infrastruktur, dan minimnya regulasi konstruksi.
Negara ini kini terpecah antara pemerintah yang saling bersaing di timur dan barat, yang masing-masing didukung oleh berbagai milisi. Derna dan Sirte berada di bawah kendali ekstremis, termasuk kelompok yang berafiliasi dengan ISIS, hingga mereka digulingkan oleh pasukan yang setia kepada pemerintah yang berbasis di wilayah timur pada tahun 2018.
Baca Juga
(ian)
tulis komentar anda