Polemik Penunjukkan PM Baru, Raja Malaysia Bantah 'Kudeta Kerajaan'
A
A
A
KUALA LUMPUR - Istana Kerajaan Malaysia membantah tudingan “kudeta kerajaan” dalam penunjukan perdana menteri (PM) baru negara itu setelah pemimpin veteran Mahathir Mohamad mengundurkan diri. Mereka menyatakan Raja Malaysia menggunakan kekuatan diskresinya yang dijamin dalam konstitusi.
Pernyataan Istana Malaysia itu merespons editorial harian asal Inggris, Guardian, pekan ini yang menyatakan Yang di-Pertuan Agung Malaysia Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah mengabaikan hasil pemilu demokratis dengan menunjuk Muhyiddin Yassin sebagai PM di tengah kamp oposisi mengklaim mayoritas di parlemen.
Muhyiddin dilantik pada Minggu lalu sebagai kepala pemerintahan dengan hak membentuk kabinet dengan kubu UMNO (Organisasi Nasional Melayu Bersatu) yang dikalahkan pada pemilu 2018 oleh kelompok multietnik. Padahal mantan PM Najib Razak terjebak dalam banyak skandal korupsi. (Baca: Mahathir Mohamad: Muhyiddin Bukan PM Malaysia yang Sah)
Istana menyatakan penunjukan PM baru sebagai “panggilan kewajiban” setelah bertemu dengan semua anggota parlemen dan pemimpin partai politik sebelum menunjuk Muhyiddin sebagai orang yang memimpin mayoritas di parlemen. “Itu hanya terjadi setelah proses konsultasi terbuka yang sesuai dengan Konstitusi Federal, Yang Mulai mengeluarkan diskresinya sesuai dengan Konstitusi Federal untuk menunjuk PM baru,” demikian keterangan Istana Negara dilansir Reuters. Dengan demikian, Istana Negara mengklaim proses tersebut bukan proses “kudeta kerajaan”.
Muhyiddin diperkirakan akan mengungkap komposisi kabinetnya pada awal pekan depan. Dia menunda proses persidangan parlemen karena Mahathir Mohammad, 94, menentang pemerintahan Muhyiddin dengan pemungutan suara pemakzulan.
Dalam editorial Guardian menyebutkan di dunia di mana insting nasionalis dan otoriter berkuasa justru merusak kebebasan politik sehingga koalisi reformis di Malaysia yang memenangkan pemilu dua tahun lalu harus tersingkir. Guardian mencatat kalau UMNO kini kembali berkuasa karena “kudeta kerajaan”. “UMNO merupakan koalisi terbesar di kubu Muhyiddin. Ada kekhawatiran Muhyiddin akan mengakhiri dakwaan korupsi terhadap mantan PM Najib Razak,” tulis Guardian.
Namun, dukungan kepada Sultan Malaysia diungkapkan Wong Chun Wai, kolumnis di harian Straits Times. Wong mengungkapkan, Sultan Abdullah telah melakukan hal yang tepat dalam mengatasi ketidakpastian. Wong mengatakan, Raja Malaysia telah mengumpulkan pemimpin partai untuk merekomendasikan PM yang dipilih. “Muhyiddin telah mengumpulkan 114 suara atau dua suara lebih banyak untuk mayoritas sederhana,” katanya. (Baca juga: Mahathir Merasa Dikhianati Muhyiddin Yasin)
Dalam Konstitusi Federal Malaysia, raja bisa memilih PM untuk memimpin kabinet, tetapi penunjukan itu mendapatkan kepercayaan mayoritas anggota parlemen. Namun, Pakatan harapan mengklaim juga memiliki 114 anggota parlemen dan akan mengajukan banding. Sebanyak 18 suara yang menjadi penentu bagi Muhyiddin datang dari Gabungan Partai Sarawak (GPS).
“Raja Malaysia mengetahui dia tidak ingin berisiko membentuk pemerintahan lemah, sehingga dia memastikan dukungan minimal 112 anggota parlemen,” kata Wong. (Andika H Mustaqim)
Pernyataan Istana Malaysia itu merespons editorial harian asal Inggris, Guardian, pekan ini yang menyatakan Yang di-Pertuan Agung Malaysia Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah mengabaikan hasil pemilu demokratis dengan menunjuk Muhyiddin Yassin sebagai PM di tengah kamp oposisi mengklaim mayoritas di parlemen.
Muhyiddin dilantik pada Minggu lalu sebagai kepala pemerintahan dengan hak membentuk kabinet dengan kubu UMNO (Organisasi Nasional Melayu Bersatu) yang dikalahkan pada pemilu 2018 oleh kelompok multietnik. Padahal mantan PM Najib Razak terjebak dalam banyak skandal korupsi. (Baca: Mahathir Mohamad: Muhyiddin Bukan PM Malaysia yang Sah)
Istana menyatakan penunjukan PM baru sebagai “panggilan kewajiban” setelah bertemu dengan semua anggota parlemen dan pemimpin partai politik sebelum menunjuk Muhyiddin sebagai orang yang memimpin mayoritas di parlemen. “Itu hanya terjadi setelah proses konsultasi terbuka yang sesuai dengan Konstitusi Federal, Yang Mulai mengeluarkan diskresinya sesuai dengan Konstitusi Federal untuk menunjuk PM baru,” demikian keterangan Istana Negara dilansir Reuters. Dengan demikian, Istana Negara mengklaim proses tersebut bukan proses “kudeta kerajaan”.
Muhyiddin diperkirakan akan mengungkap komposisi kabinetnya pada awal pekan depan. Dia menunda proses persidangan parlemen karena Mahathir Mohammad, 94, menentang pemerintahan Muhyiddin dengan pemungutan suara pemakzulan.
Dalam editorial Guardian menyebutkan di dunia di mana insting nasionalis dan otoriter berkuasa justru merusak kebebasan politik sehingga koalisi reformis di Malaysia yang memenangkan pemilu dua tahun lalu harus tersingkir. Guardian mencatat kalau UMNO kini kembali berkuasa karena “kudeta kerajaan”. “UMNO merupakan koalisi terbesar di kubu Muhyiddin. Ada kekhawatiran Muhyiddin akan mengakhiri dakwaan korupsi terhadap mantan PM Najib Razak,” tulis Guardian.
Namun, dukungan kepada Sultan Malaysia diungkapkan Wong Chun Wai, kolumnis di harian Straits Times. Wong mengungkapkan, Sultan Abdullah telah melakukan hal yang tepat dalam mengatasi ketidakpastian. Wong mengatakan, Raja Malaysia telah mengumpulkan pemimpin partai untuk merekomendasikan PM yang dipilih. “Muhyiddin telah mengumpulkan 114 suara atau dua suara lebih banyak untuk mayoritas sederhana,” katanya. (Baca juga: Mahathir Merasa Dikhianati Muhyiddin Yasin)
Dalam Konstitusi Federal Malaysia, raja bisa memilih PM untuk memimpin kabinet, tetapi penunjukan itu mendapatkan kepercayaan mayoritas anggota parlemen. Namun, Pakatan harapan mengklaim juga memiliki 114 anggota parlemen dan akan mengajukan banding. Sebanyak 18 suara yang menjadi penentu bagi Muhyiddin datang dari Gabungan Partai Sarawak (GPS).
“Raja Malaysia mengetahui dia tidak ingin berisiko membentuk pemerintahan lemah, sehingga dia memastikan dukungan minimal 112 anggota parlemen,” kata Wong. (Andika H Mustaqim)
(ysw)