Bom Kembar di Gereja Filipina Selatan Tewaskan 21 Orang
A
A
A
MANILA - Korban tewas akibat ledakan bom kembar selama kebaktian gereja di Filipina selatan menewaskan sedikitnya 21 orang dan melukai 71 lainnya. Serangan bom ini terjadi beberapa hari setelah referendum otonomi untuk wilayah yang sebagian besar penduduknya Muslim itu.
Ledakan pertama meledak terjadi di dalam katedral di Jolo, di provinsi pulau Sulu, yang kemudian diikuti oleh ledakan kedua di tempat parkir di luar gereja, menewaskan militer dan warga sipil, kata para pejabat.
Tidak ada klaim tanggung jawab segera atas serangan tersebut.
Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana menyebut serangan itu sebagai tindakan pengecut dan mendesak penduduk setempat untuk waspada serta bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyangkal kemenangan terorisme.
"Kami akan menggunakan kekuatan penuh hukum untuk mengadili para pelaku di balik insiden ini," katanya dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Minggu (27/1/2019).
Warga sipil menanggung beban terberat dari serangan itu, yang juga menewaskan sedikitnya tujuh tentara.
Kolonel Gerry Besana, juru bicara Komando Militer Mindanao Barat, mengatakan pemeriksaan terhadap bahan bom akan mengungkap siapa yang berada di baliknya.
Kepala polisi nasional Oscar Albayalde mengatakan ada kemungkinan kelompok militan Abu Sayyaf terlibat.
"Mereka ingin mengganggu perdamaian dan ketertiban, mereka ingin menunjukkan kekuatan dan menabur kekacauan," kata Albayalde di radio.
Serangan bom itu menyusul pengumuman pada hari Jumat bahwa penduduk wilayah itu setuju untuk menjadi daerah otonom pada tahun 2022. Ini meningkatkan harapan untuk perdamaian di salah satu daerah termiskin dan paling dilanda konflik di Asia.
Baca Juga: Referendum, Muslim Mindanao Memilih Jadi Daerah Otonom
Hasil referendum yang digelar pada hari Senin sebanayak 85% pemilih mendukung berdirinya daerah otonom yang disebut Bangsamoro. Meskipun Sulu adalah salah satu di antara beberapa daerah yang menolak otonomi, namun wilayah itu masih akan menjadi bagian dari entitas baru.
Jolo sendiri merupakan kubu Abu Sayyaf, yang memiliki reputasi untuk aksi pemboman dan kebrutalan, dan karena telah berjanji setia kepada Negara Islam (ISIS). Kelompok militan itu juga terlibat dalam aksi pembajakan dan penculikan.
Referendum pekan lalu datang pada saat yang kritis bagi Filipina, yang berharap dapat mengakhiri konflik selama beberapa dekade di Mindanao yang menurut para ahli telah memunculkan ekstremisme.
Hal itu telah memicu kekhawatiran bahwa radikal asing akan tertarik ke Mindanao untuk memanfaatkan perbatasan keropos, hutan dan gunung, dan banyak senjata.
Ledakan pertama meledak terjadi di dalam katedral di Jolo, di provinsi pulau Sulu, yang kemudian diikuti oleh ledakan kedua di tempat parkir di luar gereja, menewaskan militer dan warga sipil, kata para pejabat.
Tidak ada klaim tanggung jawab segera atas serangan tersebut.
Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana menyebut serangan itu sebagai tindakan pengecut dan mendesak penduduk setempat untuk waspada serta bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyangkal kemenangan terorisme.
"Kami akan menggunakan kekuatan penuh hukum untuk mengadili para pelaku di balik insiden ini," katanya dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Minggu (27/1/2019).
Warga sipil menanggung beban terberat dari serangan itu, yang juga menewaskan sedikitnya tujuh tentara.
Kolonel Gerry Besana, juru bicara Komando Militer Mindanao Barat, mengatakan pemeriksaan terhadap bahan bom akan mengungkap siapa yang berada di baliknya.
Kepala polisi nasional Oscar Albayalde mengatakan ada kemungkinan kelompok militan Abu Sayyaf terlibat.
"Mereka ingin mengganggu perdamaian dan ketertiban, mereka ingin menunjukkan kekuatan dan menabur kekacauan," kata Albayalde di radio.
Serangan bom itu menyusul pengumuman pada hari Jumat bahwa penduduk wilayah itu setuju untuk menjadi daerah otonom pada tahun 2022. Ini meningkatkan harapan untuk perdamaian di salah satu daerah termiskin dan paling dilanda konflik di Asia.
Baca Juga: Referendum, Muslim Mindanao Memilih Jadi Daerah Otonom
Hasil referendum yang digelar pada hari Senin sebanayak 85% pemilih mendukung berdirinya daerah otonom yang disebut Bangsamoro. Meskipun Sulu adalah salah satu di antara beberapa daerah yang menolak otonomi, namun wilayah itu masih akan menjadi bagian dari entitas baru.
Jolo sendiri merupakan kubu Abu Sayyaf, yang memiliki reputasi untuk aksi pemboman dan kebrutalan, dan karena telah berjanji setia kepada Negara Islam (ISIS). Kelompok militan itu juga terlibat dalam aksi pembajakan dan penculikan.
Referendum pekan lalu datang pada saat yang kritis bagi Filipina, yang berharap dapat mengakhiri konflik selama beberapa dekade di Mindanao yang menurut para ahli telah memunculkan ekstremisme.
Hal itu telah memicu kekhawatiran bahwa radikal asing akan tertarik ke Mindanao untuk memanfaatkan perbatasan keropos, hutan dan gunung, dan banyak senjata.
(ian)