Equatorial Guinea Gelar Pilpres, Presiden Terlama di Dunia Ini Incar Kemenangan
loading...
A
A
A
MALABO - Presiden terlama di dunia tengah berusaha untuk melanjutkan pemerintahannya yang telah berlangsung selama 43 tahun di Equatorial Guinea .
Presiden Teodoro Obiang Nguema Mbasogo (80) telah memimpin rezim yang ditandai dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia termasuk penyiksaan dan penghilangan.
Beberapa kandidat oposisi ikut mencalonkan diri, tetapi mereka diprediksi tidak akan memenangkan pemilihan presiden.
Obiang mempunyai cengkeraman yang kuat di negara kaya minyak itu, dengan anggota keluarga berada dalam peran kunci pemerintah.
Putranya yang eksentrik, yang menjabat sebagai Wakil Presiden negara itu, Teodoro "Teodorin" Nguema Obiang Mangue, telah menikmati gaya hidup mewah di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Ia bahkan, menurut otoritas Inggris, memiliki sarung tangan berlapis kristal mahal yang pernah dimiliki oleh Michael Jackson.
"Pemilihan hanyalah kosmetik", kata Profesor Ana Lucia Sa kepada BBC.
"Tidak ada yang akan berubah," sambung Profesor Sa, yang berspesialisasi dalam politik dan rezim otoriter Afrika di University Institute of Lisbon seperti dilansir dari kantor berita yang berbasis di Inggris itu, Minggu (20/11/2022).
Ia menambahkan dia yakin Obiang akan terpilih dengan lebih dari 95% suara.
Sentimen ini juga digaungkan oleh aktivis Tutu Alicante.
"Pada hari Minggu orang akan memberikan suara yang diharapkan pemerintah, karena Anda tidak dapat dengan bebas mengutarakan pikiran Anda di Guinea Khatulistiwa," ujarnya.
"Oposisi tidak memiliki peluang," lanjut Alicante. "Dia akan melakukan apa pun untuk tidak meninggalkan kekuasaan," ujarnya.
Oposisi politik nyaris tidak ditoleransi dan sangat terhambat oleh kurangnya kebebasan pers, karena semua media penyiaran dimiliki langsung oleh pemerintah atau dikendalikan oleh sekutunya.
Diperkirakan bahwa Obiang, yang sebelumnya menyangkal pelanggaran hak asasi manusia dan kecurangan pemilu, berusaha untuk membersihkan reputasi internasionalnya. Pada bulan September, pemerintah menghapuskan hukuman mati, sebuah langkah yang dipuji oleh PBB.
Obiang, yang selamat dari beberapa upaya kudeta, merebut kekuasaan negara Afrika Barat yang kaya minyak itu pada 1979 setelah militer mengambil alih. Setelah mendapatkan jabatan dari pendahulunya dan pamannya, Francisco Macias Nguema, dia melakukan beberapa reformasi, tetapi mempertahankan kendali mutlak Nguema atas negara.
Nguema, yang pemerintahannya menyaksikan ribuan kematian dan eksodus massal dari Guinea Khatulistiwa, kemudian dieksekusi.
"Obiang berhasil mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan karena mengendalikan aturan permainan politik," terang Profesor Sa, menambahkan bahwa dia menggunakan kemiskinan bangsa sebagai senjata politik.
"(Sementara itu) undang-undang pemilu disusun untuk memastikan Obiang tidak akan pernah kehilangan kekuasaan," ujarnya.
Negara ini memiliki sejarah tentang apa yang oleh para kritikus disebut sebagai hasil pemilu yang curang. Para pejabat mengatakan Obiang memenangkan lebih dari 97% suara dalam pemilihan presiden pada Desember 2002. Kandidat oposisi mengundurkan diri dari pemungutan suara, dengan alasan penipuan dan ketidakberesan.
Hasil serupa juga dilaporkan pada pemilu 2009 dan 2016.
Ada juga tuduhan korupsi yang dilontarkan terhadap rezim Obiang, setelah putranya Teodorin Obiang didenda di pengadilan Prancis karena menggunakan uang rakyat untuk membiayai gaya hidup mewah di negara Eropa. Aset milik Obiang di Prancis telah disita.
Teodorin, yang berada di posisi terdepan untuk menggantikan ayahnya, juga dikenai sanksi oleh Inggris di bawah gerakan antikorupsi pada tahun 2021.
Teodorin membantah melakukan kesalahan. Obiang sendiri sebelumnya juga membantah tudingan korupsi.
Lebih dari 300.000 pemilih telah terdaftar untuk mengambil bagian dalam pemungutan suara hari Minggu.
Presiden Teodoro Obiang Nguema Mbasogo (80) telah memimpin rezim yang ditandai dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia termasuk penyiksaan dan penghilangan.
Beberapa kandidat oposisi ikut mencalonkan diri, tetapi mereka diprediksi tidak akan memenangkan pemilihan presiden.
Obiang mempunyai cengkeraman yang kuat di negara kaya minyak itu, dengan anggota keluarga berada dalam peran kunci pemerintah.
Putranya yang eksentrik, yang menjabat sebagai Wakil Presiden negara itu, Teodoro "Teodorin" Nguema Obiang Mangue, telah menikmati gaya hidup mewah di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Ia bahkan, menurut otoritas Inggris, memiliki sarung tangan berlapis kristal mahal yang pernah dimiliki oleh Michael Jackson.
"Pemilihan hanyalah kosmetik", kata Profesor Ana Lucia Sa kepada BBC.
"Tidak ada yang akan berubah," sambung Profesor Sa, yang berspesialisasi dalam politik dan rezim otoriter Afrika di University Institute of Lisbon seperti dilansir dari kantor berita yang berbasis di Inggris itu, Minggu (20/11/2022).
Ia menambahkan dia yakin Obiang akan terpilih dengan lebih dari 95% suara.
Sentimen ini juga digaungkan oleh aktivis Tutu Alicante.
"Pada hari Minggu orang akan memberikan suara yang diharapkan pemerintah, karena Anda tidak dapat dengan bebas mengutarakan pikiran Anda di Guinea Khatulistiwa," ujarnya.
"Oposisi tidak memiliki peluang," lanjut Alicante. "Dia akan melakukan apa pun untuk tidak meninggalkan kekuasaan," ujarnya.
Oposisi politik nyaris tidak ditoleransi dan sangat terhambat oleh kurangnya kebebasan pers, karena semua media penyiaran dimiliki langsung oleh pemerintah atau dikendalikan oleh sekutunya.
Diperkirakan bahwa Obiang, yang sebelumnya menyangkal pelanggaran hak asasi manusia dan kecurangan pemilu, berusaha untuk membersihkan reputasi internasionalnya. Pada bulan September, pemerintah menghapuskan hukuman mati, sebuah langkah yang dipuji oleh PBB.
Obiang, yang selamat dari beberapa upaya kudeta, merebut kekuasaan negara Afrika Barat yang kaya minyak itu pada 1979 setelah militer mengambil alih. Setelah mendapatkan jabatan dari pendahulunya dan pamannya, Francisco Macias Nguema, dia melakukan beberapa reformasi, tetapi mempertahankan kendali mutlak Nguema atas negara.
Nguema, yang pemerintahannya menyaksikan ribuan kematian dan eksodus massal dari Guinea Khatulistiwa, kemudian dieksekusi.
"Obiang berhasil mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan karena mengendalikan aturan permainan politik," terang Profesor Sa, menambahkan bahwa dia menggunakan kemiskinan bangsa sebagai senjata politik.
"(Sementara itu) undang-undang pemilu disusun untuk memastikan Obiang tidak akan pernah kehilangan kekuasaan," ujarnya.
Negara ini memiliki sejarah tentang apa yang oleh para kritikus disebut sebagai hasil pemilu yang curang. Para pejabat mengatakan Obiang memenangkan lebih dari 97% suara dalam pemilihan presiden pada Desember 2002. Kandidat oposisi mengundurkan diri dari pemungutan suara, dengan alasan penipuan dan ketidakberesan.
Hasil serupa juga dilaporkan pada pemilu 2009 dan 2016.
Ada juga tuduhan korupsi yang dilontarkan terhadap rezim Obiang, setelah putranya Teodorin Obiang didenda di pengadilan Prancis karena menggunakan uang rakyat untuk membiayai gaya hidup mewah di negara Eropa. Aset milik Obiang di Prancis telah disita.
Teodorin, yang berada di posisi terdepan untuk menggantikan ayahnya, juga dikenai sanksi oleh Inggris di bawah gerakan antikorupsi pada tahun 2021.
Teodorin membantah melakukan kesalahan. Obiang sendiri sebelumnya juga membantah tudingan korupsi.
Lebih dari 300.000 pemilih telah terdaftar untuk mengambil bagian dalam pemungutan suara hari Minggu.
(ian)