Dubes Rusia untuk AS: Saluran Pencegah Perang Nuklir 60 Tahun Lalu Sudah Mati
loading...
A
A
A
Dia menyebutnya "semacam fantasi yang diimpikan dan dipaksakan Washington di seluruh dunia," dan gagasan bahwa "seluruh komunitas internasional harus bersatu dalam perang melawan China dan Rusia."
"Kerja samanya dapat diterima oleh sekutu dan mereka yang mengikuti kebijakan AS," kata Antonov tentang dokumen tersebut.
"Strategi tersebut menawarkan gambaran yang menyimpang bahwa semua masalah di dunia meletus karena operasi militer khusus Rusia. Sebelum itu, semuanya diduga baik-baik saja."
"Amerika berencana untuk terus mengembangkan aliansi melawan China dan Rusia di daerah-daerah kritis," katanya.
"Ini semua didukung oleh basis ideologis—konfrontasi antara demokrasi dan otokrasi. Pendekatan seperti itu menyangkal klaim Gedung Putih tentang keengganannya untuk membagi dunia menjadi blok-blok dan terlibat dalam Perang Dingin baru," paparnya.
Biden telah berulang kali menolak rencana apa pun untuk mengejar konflik baru seperti Perang Dingin dengan China atau Rusia, tetapi dia tetap memilih dua kekuatan ini sebagai dua penantang teratas AS di panggung dunia.
Ketegangan dengan Moskow telah mencapai titik kritis, karena Putin telah berulang kali memperingatkan dia akan menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah Rusia, termasuk empat wilayah Ukraina yang baru dicaplok setelah referendum yang tidak diakui secara internasional bulan lalu.
Biden sendiri menyatakan awal bulan ini, "Kami belum menghadapi prospek Armageddon sejak Kennedy dan Krisis Rudal Kuba." "Bahwa untuk pertama kalinya sejak Krisis Rudal Kuba, kami mendapat ancaman langsung dari penggunaan senjata nuklir," kata Biden.
Biden menegaskan bahwa Putin, yang diklaim pemimpin AS itu "cukup tahu", "tidak bercanda ketika dia berbicara tentang potensi penggunaan senjata nuklir."
Gedung Putih mengatakan bahwa komentar Presiden Biden memperkuat betapa seriusnya Amerika menanggapi ancaman tentang senjata nuklir."Seperti yang telah kami lakukan ketika Rusia membuat ancaman ini sepanjang konflik," kata Gedung Putih melalui juru bicaranya kepada Newsweek.
"Kerja samanya dapat diterima oleh sekutu dan mereka yang mengikuti kebijakan AS," kata Antonov tentang dokumen tersebut.
"Strategi tersebut menawarkan gambaran yang menyimpang bahwa semua masalah di dunia meletus karena operasi militer khusus Rusia. Sebelum itu, semuanya diduga baik-baik saja."
"Amerika berencana untuk terus mengembangkan aliansi melawan China dan Rusia di daerah-daerah kritis," katanya.
"Ini semua didukung oleh basis ideologis—konfrontasi antara demokrasi dan otokrasi. Pendekatan seperti itu menyangkal klaim Gedung Putih tentang keengganannya untuk membagi dunia menjadi blok-blok dan terlibat dalam Perang Dingin baru," paparnya.
Biden telah berulang kali menolak rencana apa pun untuk mengejar konflik baru seperti Perang Dingin dengan China atau Rusia, tetapi dia tetap memilih dua kekuatan ini sebagai dua penantang teratas AS di panggung dunia.
Ketegangan dengan Moskow telah mencapai titik kritis, karena Putin telah berulang kali memperingatkan dia akan menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah Rusia, termasuk empat wilayah Ukraina yang baru dicaplok setelah referendum yang tidak diakui secara internasional bulan lalu.
Biden sendiri menyatakan awal bulan ini, "Kami belum menghadapi prospek Armageddon sejak Kennedy dan Krisis Rudal Kuba." "Bahwa untuk pertama kalinya sejak Krisis Rudal Kuba, kami mendapat ancaman langsung dari penggunaan senjata nuklir," kata Biden.
Biden menegaskan bahwa Putin, yang diklaim pemimpin AS itu "cukup tahu", "tidak bercanda ketika dia berbicara tentang potensi penggunaan senjata nuklir."
Gedung Putih mengatakan bahwa komentar Presiden Biden memperkuat betapa seriusnya Amerika menanggapi ancaman tentang senjata nuklir."Seperti yang telah kami lakukan ketika Rusia membuat ancaman ini sepanjang konflik," kata Gedung Putih melalui juru bicaranya kepada Newsweek.