Polemik Aplikasi Pelacak Pasien Covid-19, Hak Kebebasan Sipil Jadi Sorotan

Senin, 06 Juli 2020 - 12:12 WIB
loading...
Polemik Aplikasi Pelacak...
Pengunjung menikmati makan malam dalam tenda gelembung plastik untuk menghindari penularan virus corona di Restoran St Villa, Inggris, kemarin. Foto/Reuters
A A A
LOS ANGELES - Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Singapura baru-baru ini mengeluarkan kebijakan penggunaan gawai pelacak dengan aplikasi khusus yang digunakan untuk mendeteksi para pasien corona (Covid-19). Namun, kebijakan tersebut memicu kekhawatiran mengenai privasi warga.

Bagi pemerintah, gawai tersebut tentunya menjadi alat yang vital untuk memerangi penyebaran virus corona. Di AS, beberapa negara bagian telah menerapkan pemanfaatan aplikasi khusus yang disebut dengan “I Checked In”. Aplikasi tersebut bisa memudahkan bagi pengusaha dan pelanggan untuk melacak pasien Covid-19 dalam transaksi dan bisnis.

Pencipta “I Checked In”, Avi Lugassy,mengungkapkan aplikasi itu sangat membantu bisnis yang diterpa pandemi. “Aplikasi itu menjadi cara terbaik untuk melacak orang yang pernah kontak dengan pasien korona,” katanya dilansir Fox News. (Baca: Covid-19 Belum reda, Muncul Wabah Bubonic di China)

Selain itu, North Dakota juga menjadi negara bagian di AS yang menerapkan aplikasi pelacak kontak bernama “Care-19” yang diterapkan April lalu. Para penggunanya mengatakan data lokasi bisa disembunyikan. Namun, pelayanan privasi pelanggan Jumbo menyatakan aplikasi itu bisa mendeteksi lokasi pengguna. “Berbagai lokasi pengguna sangat berbahaya karena berisiko terhadap gangguan privasi,” demikian analisis Jumbo.

The American Civil Liberties Union (ACLU) memperingatkan pada April lalu bahwa alat pelacak memang bisa mengganggu privasi. “Dalam beberapa pekan terakhir, kita mengetahui banyak proposal dari perusahaan teknologi mengenai aplikasi pelacak kontak,” demikian keterangan ACLU. Mereka menyatakan aplikasi itu juga berisiko melanggar hak kebebasan sipil dan hak-hak sipil warga AS.

Di Jepang, Kementerian Kesehatan telah menetapkan penggunaan pelayanan aplikasi pelacak kontak bagi pasien virus corona dan warga biasa. Aplikasi berbasis ponsel pintar itu diluncurkan pada 19 Juni lalu. Aplikasi tersebut telah diunduh hingga lima juta kali. Aplikasi itu menggunakan teknologi Bluetooth dan teknologi enkripsi. Ketika orang berinteraksi dengan individu yang menderita corona, aplikasi itu akan memberikan notifikasi.

Kemudian, Palang Merah Austria meluncurkan aplikasi ponsel pintar yang disebut dengan Stopp Corona. Itu untuk menjadikan penggunanya untuk menulis diari digital tentang orang yang pernah ditemuinya. Menurut Direktur Palang Merah Austria Gerry Foitik, tujuan utama aplikasi itu untuk mengurangi tantangan pelayanan medis. Dia mengungkapkan, aplikasi tersebut juga bisa digunakan untuk melakukan jabat tangan digital.

Aktivis perlindungan data Austria, Max Schrems, mengungkapkan bahwa aplikasi tersebut tidak bersifat rahasia karena setiap orang memiliki nomor identitas. Namun, dia mengungkapkan hal itu tidak menjadi permasalahan ketika bersentuhan dengan undang-undang privasi Uni Eropa (UE). “Itu bersifat opsional. Itu sukarela. Orang bisa bertanya apa maksudnya,” ujarnya. (Baca juga: Ahli Epidimiologi, Haruskah Covid-19 Menang?)

Terbaru adalah pemberlakuan Trace Together yang digunakan Singapura menghentikan penyebaran Covid-19. Peranti yang bisa dikalungkan di leher dan dibawa ke mana-mana ini merupakan tambahan dari aplikasi pelacakan kontak dalam menemukan orang yang mungkin tertular oleh pengidap virus corona.

Semua penggunanya harus membawa gawai tersebut tanpa harus mengecas, karena daya tahan baterai di dalamnya bisa mencapai sembilan bulan. Lembaga pemerintah yang membuat Trace Together mengakui gawai itu dan teknologinya secara umum bukanlah perangkat yang efektif 100%. Namun, gawai tersebut setidaknya dapat memperkuat upaya pelacakan kontak manusia.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Hakim AS Perintahkan...
Hakim AS Perintahkan China Bayar Ganti Rugi Rp391 Triliun dalam Kasus Covid-19
3 Proyek Kontroversial...
3 Proyek Kontroversial yang Dituding Dijalankan USAID, dari Senjata Biologis hingga Covid
Elon Musk: USAID Danai...
Elon Musk: USAID Danai Riset Senjata Biologis, Termasuk Proyek Kemunculan Covid-19
Kronologi CIA Ubah Pandangan...
Kronologi CIA Ubah Pandangan Asal-usul Covid-19, dari Kebocoran Laboratorium?
Presiden AS Joe Biden...
Presiden AS Joe Biden Tiba-tiba Batal Pidato, Ternyata Positif Covid-19
Pria Ini Disuntik Vaksin...
Pria Ini Disuntik Vaksin Covid-19 Sebanyak 217 Kali, Ini yang Terjadi Padanya
Pertama di Tahun 2023,...
Pertama di Tahun 2023, Balita Singapura Meninggal Akibat Covid-19
Protes Genosida di Gaza,...
Protes Genosida di Gaza, Maladewa Larang Turis Israel
ICC Selidiki Hongaria...
ICC Selidiki Hongaria karena Tolak Tangkap PM Israel Netanyahu
Rekomendasi
Tanjung Priok Lumpuh:...
Tanjung Priok Lumpuh: Sinyal Gawat Darurat Sistem Logistik Nasional
Ambulans Terjebak Macet...
Ambulans Terjebak Macet Parah di Tanjung Priok, Pasien Diturunkan Menuju RS Koja
Asbanda Luncurkan SP2D...
Asbanda Luncurkan SP2D Online, Bank Jatim Teken PKS Bersama Kemendagri
Berita Terkini
Perang Dagang, China...
Perang Dagang, China Ganti Minyak Mentah AS dengan Minyak Kanada
33 menit yang lalu
1 dari 10 Bom yang Dijatuhkan...
1 dari 10 Bom yang Dijatuhkan Israel di Jalur Gaza Gagal Meledak
1 jam yang lalu
ICC Minta Hongaria Jelaskan...
ICC Minta Hongaria Jelaskan Kegagalan Menangkap Benjamin Netanyahu
2 jam yang lalu
9 Pesawat Militer AS...
9 Pesawat Militer AS Kirim Bom Penghancur Bunker ke Israel, Persiapan Serang Iran?
2 jam yang lalu
3 Riwayat Penyakit Raja...
3 Riwayat Penyakit Raja Salman, Pemimpin Arab Saudi yang Masih Tangguh di Usia Senja
3 jam yang lalu
8 Agen Mossad Israel...
8 Agen Mossad Israel yang Pernah Tertangkap: Operasi Rahasia yang Terbongkar
4 jam yang lalu
Infografis
5 Cara Mencegah Lonjakan...
5 Cara Mencegah Lonjakan Covid-19 di Momen Libur Nataru
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved