Ketika AS Menjauh, China Perkuat Pengaruh di PBB
loading...
A
A
A
"Dengan AS tidak memimpin secara internasional, dengan Eropa menghilang ke dalam dirinya sendiri dan China mengejar kepentingannya sendiri, kami benar-benar dalam masalah," ucap Catia Batista, profesor ekonomi di Universitas Nova di Lisbon.
China juga melenturkan ototnya di Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Roma dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang berbasis di Montreal. Pada 2019 Qu Dongyu, mantan menteri China, menjadi kepala FAO, sementara ICAO telah dikelola bersama sejak 2015 oleh pejabat China lainnya, Fang Liu.
Di Wina, kekuatan-kekuatan utama Barat telah menunjukkan sedikit minat terhadap Organisasi Pengembangan Industri PBB atau UNIDO, sebuah lembaga kecil yang bertujuan untuk mempromosikan pengembangan industri yang inklusif dan berkelanjutan.
Mengincar sebuah peluang, China telah menggunakan sikap apatis ini untuk menggunakan UNIDO sebagai batu loncatan untuk pendakiannya di lembaga-lembaga PBB lainnya. Mantan menteri China lainnya, Li Yong, telah menjadi Direktur Jenderal UNIDO sejak didirikan pada 2013.
Sedangkan untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Washington adalah kontributor keuangan utama, di depan China. AS mengatakan, pihaknya tidak kehilangan pengaruh, kendati mundurnya AS dari kesepakatan 2015 yang dicapai antara negara-negara besar dan Iran atas program nuklirnya.
Tapi, pada kenyataannya, China sekarang berada di kursi pengemudi, dengan Rusia dan Eropa juga mengambil posisi pengaruh.
"Setelah pemilihan Donald Trump, China memperkuat posisinya sebagai penjamin multilateralisme. Pandemi COVID-19 adalah kesempatan lain bagi Beijing untuk berinvestasi dalam pemerintahan global ke segala arah,"kata Ekman.
Ekman menggambarkan pendekatan China sebagai strategi pragmatis dan global. "Dalam jangka panjang, China ingin melihat munculnya pemerintahan global pasca-Barat, di mana China akan memainkan peran sentral," tambahnya.
China juga melenturkan ototnya di Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Roma dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang berbasis di Montreal. Pada 2019 Qu Dongyu, mantan menteri China, menjadi kepala FAO, sementara ICAO telah dikelola bersama sejak 2015 oleh pejabat China lainnya, Fang Liu.
Di Wina, kekuatan-kekuatan utama Barat telah menunjukkan sedikit minat terhadap Organisasi Pengembangan Industri PBB atau UNIDO, sebuah lembaga kecil yang bertujuan untuk mempromosikan pengembangan industri yang inklusif dan berkelanjutan.
Mengincar sebuah peluang, China telah menggunakan sikap apatis ini untuk menggunakan UNIDO sebagai batu loncatan untuk pendakiannya di lembaga-lembaga PBB lainnya. Mantan menteri China lainnya, Li Yong, telah menjadi Direktur Jenderal UNIDO sejak didirikan pada 2013.
Sedangkan untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Washington adalah kontributor keuangan utama, di depan China. AS mengatakan, pihaknya tidak kehilangan pengaruh, kendati mundurnya AS dari kesepakatan 2015 yang dicapai antara negara-negara besar dan Iran atas program nuklirnya.
Tapi, pada kenyataannya, China sekarang berada di kursi pengemudi, dengan Rusia dan Eropa juga mengambil posisi pengaruh.
"Setelah pemilihan Donald Trump, China memperkuat posisinya sebagai penjamin multilateralisme. Pandemi COVID-19 adalah kesempatan lain bagi Beijing untuk berinvestasi dalam pemerintahan global ke segala arah,"kata Ekman.
Ekman menggambarkan pendekatan China sebagai strategi pragmatis dan global. "Dalam jangka panjang, China ingin melihat munculnya pemerintahan global pasca-Barat, di mana China akan memainkan peran sentral," tambahnya.
(esn)