Perbedaan Muslim Hui dan Uighur di China, Salah Satunya Dapat Perlakuan Diskriminatif
loading...
A
A
A
Karena itulah, mereka mendapat banyak reaksi negatif mulai dari chauvinisme (mencintai tanah air secara berlebihan) hingga klaim tidak tahu berterima kasih oleh elite suku Han (mayoritas suku di china).
Sebaliknya, suku Han yang berperilaku tersebut dianggap sebagai "orang barbar" di masa dinasti oleh kelompok Uighur.
Muslim Hui, di sisi lain, adalah minoritas agama yang ideal bagi pemerintah China. Mereka sebagian besar telah berasimilasi dengan suku Han setelah mengadaptasi praktik Islam mereka agar sesuai dengan makrokultur yang dipengaruhi Konghucu.
Masjid-masjid mereka, perpaduan harmonis antara arsitektur dinasti China tradisional dengan motif Islam, adalah manifestasi sempurna dari asimilasi muslim Hui.
Aspek lain dari dimensi budaya yang memengaruhi posisi masyarakat Uighur adalah ras. Diskriminasi rasial sering terjadi antara Uighur dengan suku Han.
Banyak dari suku Han merasa tidak nyaman terhadap Uighur, karena mereka mempercayai bahwa kelompok ini adalah pencuri dan pemarah dan merupakan fanatik agama.
Hal ini dikarenakan suku Han yang kurang pengetahuan tentang perbedaan antara kelompok minoritas Turki. Sehingga ketika terjadi kejahatan yang dilakukan oleh orang Tajik, Kazakh, Kirgistan, Uzbek, atau Tatar, suku Han kemungkinan besar akan menggambarkan pelaku kesalahan kepada pihak berwenang sebagai orang Uighur.
Efek dari stereotip ini terbukti di Urumqi, di mana jumlah suku Han dan Uighur hampir sama. Ibu kota provinsi Xinjiang tersebut merupakan kota yang terbagi. Sementara orang China tinggal di utara yang lebih kaya, sebagian besar orang Uighur tinggal di selatan yang kurang berkembang.
Muslim Hui, bagaimanapun, berbaur dengan bebas di dalam kedua komunitas. Penguasaan bahasa Mandarin mereka memberi mereka legitimasi dengan suku Han, sementara keyakinan Islam mereka membuat mereka baik-baik saja dengan Uighur (meskipun ini tidak berarti bahwa tidak ada bentrokan).
Liang Zheng, seorang peneliti media China di Universitas Xinjiang di Urumqi, yang menganalisis beberapa surat kabar pemerintah dalam penelitiannya, menemukan bahwa penggambaran Uighur dalam media pemerintah China adalah sebagai teroris dan ancaman bagi China sangat meningkat setelah 9/11 (Serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat).
Sebaliknya, suku Han yang berperilaku tersebut dianggap sebagai "orang barbar" di masa dinasti oleh kelompok Uighur.
Muslim Hui, di sisi lain, adalah minoritas agama yang ideal bagi pemerintah China. Mereka sebagian besar telah berasimilasi dengan suku Han setelah mengadaptasi praktik Islam mereka agar sesuai dengan makrokultur yang dipengaruhi Konghucu.
Masjid-masjid mereka, perpaduan harmonis antara arsitektur dinasti China tradisional dengan motif Islam, adalah manifestasi sempurna dari asimilasi muslim Hui.
Aspek lain dari dimensi budaya yang memengaruhi posisi masyarakat Uighur adalah ras. Diskriminasi rasial sering terjadi antara Uighur dengan suku Han.
Banyak dari suku Han merasa tidak nyaman terhadap Uighur, karena mereka mempercayai bahwa kelompok ini adalah pencuri dan pemarah dan merupakan fanatik agama.
Hal ini dikarenakan suku Han yang kurang pengetahuan tentang perbedaan antara kelompok minoritas Turki. Sehingga ketika terjadi kejahatan yang dilakukan oleh orang Tajik, Kazakh, Kirgistan, Uzbek, atau Tatar, suku Han kemungkinan besar akan menggambarkan pelaku kesalahan kepada pihak berwenang sebagai orang Uighur.
Efek dari stereotip ini terbukti di Urumqi, di mana jumlah suku Han dan Uighur hampir sama. Ibu kota provinsi Xinjiang tersebut merupakan kota yang terbagi. Sementara orang China tinggal di utara yang lebih kaya, sebagian besar orang Uighur tinggal di selatan yang kurang berkembang.
Muslim Hui, bagaimanapun, berbaur dengan bebas di dalam kedua komunitas. Penguasaan bahasa Mandarin mereka memberi mereka legitimasi dengan suku Han, sementara keyakinan Islam mereka membuat mereka baik-baik saja dengan Uighur (meskipun ini tidak berarti bahwa tidak ada bentrokan).
Liang Zheng, seorang peneliti media China di Universitas Xinjiang di Urumqi, yang menganalisis beberapa surat kabar pemerintah dalam penelitiannya, menemukan bahwa penggambaran Uighur dalam media pemerintah China adalah sebagai teroris dan ancaman bagi China sangat meningkat setelah 9/11 (Serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat).