Langka, China-Taiwan 'Bersatu' Protes Jepang
loading...
A
A
A
TOKYO - Momen langka ditunjukkan China dan Taiwan dalam menghadapi kebijakan Jepang . Dua negara yang bersitegang itu melancarkan protes setelah Jepang merubah nama sebuah pulau di Laut China Timur yang disengketakan.
Sebelumnya legislator di kota Ishigaki, Jepang barat daya, memilih untuk mengubah nama wilayah administrasi Laut China Timur, Tonoshiro menjadi Tonoshiro Senkaku pada 1 Oktober. Perubahan itu dikatakan untuk mencegah kebingungan dengan distrik Tonoshiro yang serupa di pusat kota Ishigaki.
Namun kebijakan ini rupanya berbuntut panjang karena pulau itu juga diklaim oleh China dan Taiwan. Kedua negara itu menyatakan frustasi dengan langkah Jepang.
"Diaoyu Dao dan pulau-pulau yang berafiliasi dengannya adalah wilayah yang melekat dengan China, dan China bertekad serta memutuskan untuk menjaga kedaulatan teritorialnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, pada konferensi pers di Beijing seperti dikutip dari Newsweek, Selasa (23/6/2020).
Diaoyu Dao adalah nama China untuk untuk formasi kepulauan kecil yang tidak berpenghuni itu.
"Pengadopsian Jepang atas RUU yang mengubah nama (pulau) adalah provokasi serius terhadap kedaulatan wilayah China, yang ilegal, batal dan tidak berlaku. Itu tidak dapat mengubah fakta bahwa Diaoyu Dao adalah milik China. Kami dengan tegas menentang langkah yang diambil oleh Jepang ini," imbuhnya.
Di sisi lain, Taiwan juga mengklaim pulau-pulau yang dikenal sebagi Diaoyutai itu. Kementerian Luar Negeri Taiwan menyebut gugusan pulau itu sebagi wilayah yang melekat pada negaranya.
"Fakta bahwa negara kita memiliki kedaulatan tidak dapat disangkal. Klaim sepihak dan tindakan yang diambil oleh pihak lain tidak dapat mengubah fakta ini," kata Kementerian Luar Negeri Taiwan dalam sebuah pernyataan.
Kedua belah pihak mengatakan mereka mengajukan protes ke Tokyo melalui saluran diplomatik. Menjawab komentar, konsulat Jepang di New York merujuk Newsweek ke komentar yang dibuat sebelumnya Senin oleh Sekretaris Kabinet Suga Yoshihide pada konferensi pers harian.
"Berkenaan dengan perubahan nama daerah dalam distrik, di bawah Undang-Undang Otonomi Daerah, kepala distrik yang bersangkutan harus melakukannya dengan suara majelis kota yang relevan, dan pemerintah tidak boleh mengomentarinya," kata Suga.
Sebelumnya legislator di kota Ishigaki, Jepang barat daya, memilih untuk mengubah nama wilayah administrasi Laut China Timur, Tonoshiro menjadi Tonoshiro Senkaku pada 1 Oktober. Perubahan itu dikatakan untuk mencegah kebingungan dengan distrik Tonoshiro yang serupa di pusat kota Ishigaki.
Namun kebijakan ini rupanya berbuntut panjang karena pulau itu juga diklaim oleh China dan Taiwan. Kedua negara itu menyatakan frustasi dengan langkah Jepang.
"Diaoyu Dao dan pulau-pulau yang berafiliasi dengannya adalah wilayah yang melekat dengan China, dan China bertekad serta memutuskan untuk menjaga kedaulatan teritorialnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, pada konferensi pers di Beijing seperti dikutip dari Newsweek, Selasa (23/6/2020).
Diaoyu Dao adalah nama China untuk untuk formasi kepulauan kecil yang tidak berpenghuni itu.
"Pengadopsian Jepang atas RUU yang mengubah nama (pulau) adalah provokasi serius terhadap kedaulatan wilayah China, yang ilegal, batal dan tidak berlaku. Itu tidak dapat mengubah fakta bahwa Diaoyu Dao adalah milik China. Kami dengan tegas menentang langkah yang diambil oleh Jepang ini," imbuhnya.
Di sisi lain, Taiwan juga mengklaim pulau-pulau yang dikenal sebagi Diaoyutai itu. Kementerian Luar Negeri Taiwan menyebut gugusan pulau itu sebagi wilayah yang melekat pada negaranya.
"Fakta bahwa negara kita memiliki kedaulatan tidak dapat disangkal. Klaim sepihak dan tindakan yang diambil oleh pihak lain tidak dapat mengubah fakta ini," kata Kementerian Luar Negeri Taiwan dalam sebuah pernyataan.
Kedua belah pihak mengatakan mereka mengajukan protes ke Tokyo melalui saluran diplomatik. Menjawab komentar, konsulat Jepang di New York merujuk Newsweek ke komentar yang dibuat sebelumnya Senin oleh Sekretaris Kabinet Suga Yoshihide pada konferensi pers harian.
"Berkenaan dengan perubahan nama daerah dalam distrik, di bawah Undang-Undang Otonomi Daerah, kepala distrik yang bersangkutan harus melakukannya dengan suara majelis kota yang relevan, dan pemerintah tidak boleh mengomentarinya," kata Suga.