Komandan Chechnya Sebut Kadyrov Pengkhianat yang Dibeli Putin
loading...
A
A
A
KIEV - Sheikh Mansur, komandan batalion Chechnya Sheikh Mansur – salah satu dari dua batalion Chechnya berjuang bersama Ukraina – mengatakan kepala republik Chechnya, Ramzan Kadyrov , adalah seorang pengkhianat yang dibeli oleh Presiden Rusia Vladimir Putin .
Kadyrov telah secara aktif terlibat dalam perang Ukraina, mengirim pasukan untuk berperang bersama Rusia melawan Ukraina. Namun, ada laporan tentang beberapa orang Chechnya yang bertempur bersama Ukraina di medan perang, mengambil sikap melawan Rusia.
“Sayangnya, Kadyrov adalah pengkhianat, dan tentu saja jika Anda bertanya kepada kami tentang hal itu, kami tidak akan pernah mengizinkan seseorang seperti Kadyrov untuk mewakili rakyat Chechnya,” katanya.
“Kami adalah orang yang berpikiran terbuka, mencintai kebebasan, dan kami memberikan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan. Kami tidak akan pernah mengatakan bahwa kami adalah tentara atau budak siapa pun,” imbuhnya.
“Putin sebenarnya telah membeli Kadyrov. Dia memberinya makanan mewah, lalu memerintahkannya untuk pergi dan menyerang Ukraina,” dia melanjutkan seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (28/4/2022).
Menurut Sheikh Mansur, batalion tersebut telah hadir di Ukraina sejak 2014, ketika perang dimulai. Ia juga mengungkapkan bahwa mereka diundang oleh pasukan Ukraina untuk berperang melawan Rusia tetapi melakukannya di bawah bendera nasional mereka sendiri Ichkeria.
“Tentu saja, kami mengoordinasikan semua tindakan kami dengan Pasukan Ukraina saat kami berjuang bersama melawan musuh bersama, kejahatan bersama,” ujarnya.
Pasukan Ukraina telah menyediakan batalion itu dengan persenjataan yang diperlukan untuk melawan serangan Rusia di negara yang dilanda perang.
“Batalion terdiri dari lebih dari 100 pria bersenjata, dan mereka dianggap sebagai pasukan elit yang ditempatkan di titik-titik perang,” kata komandan itu.
Rusia menginvasi Ukraina dalam apa yang disebutnya “operasi militer khusus” pada 24 Februari.
“Pada awal invasi (Rusia), kami dikerahkan di pinggiran Kiev,” kata Mansur, seraya menambahkan bahwa mereka dipindahkan saat pertempuran semakin intensif dan diberi posisi garis depan.
Mereka sekarang hadir di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung dan daerah lain di mana pertempuran terus meningkat yang tidak dapat diungkapkannya.
“Kami memiliki sekitar 100 pejuang dan kami melakukan operasi khusus seperti memasang ranjau, serangan taktis, penyergapan, dan kami juga mengamankan posisi tertentu,” jelasnya.
Komandan itu juga mengatakan bahwa ada “beberapa orang Arab” dan Muslim yang telah bergabung dalam pertempuran bersama Ukraina dan dua batalion Chechnya.
“Ada beberapa orang Arab yang saya tidak kenal secara pribadi di antara jajaran berbagai brigade dan batalion Angkatan Darat Ukraina. Sebagian besar dari mereka tinggal di Ukraina sebelum perang saat ini,” ungkap Mansur.
Banyak dari mereka termasuk orang-orang dari Uzbekistan, Azerbaijan, dan Georgia antara lain.
“Selain itu, banyak warga Ukraina yang masuk Islam,” katanya.
“Semua sukarelawan yang berjuang bersama Ukraina harus melalui pemeriksaan izin keamanan oleh Badan Intelijen Ukraina," lanjut Mansur.
“Banyak yang mencoba menyusup ke barisan kami, terutama mereka yang berafiliasi dengan Rusia, di samping beberapa anak buah Kadyrov, dan yang lainnya dari organisasi yang berbeda,” ungkapnya.
Sementara komandan tidak secara eksplisit mengungkapkan pendapatnya tentang al-Qaeda atau ISIS, ia mengesampingkan dugaan hubungan antara batalionnya dan ISIS.
Mansur mengatakan bahwa dia mengenal orang-orang yang berperang melawan Rusia di Suriah, kemudian kembali ke keluarga mereka di Chechnya.
“Ketika perang saudara pecah di Suriah pada 2011, banyak dari seluruh dunia secara sukarela berperang di sana. Saat itu, tidak ada al-Qaeda atau ISIS, karena semua pejuang bersatu melawan Presiden (Bashar) al-Asad, tetapi dalam satu atau dua tahun, mereka mulai berpisah dan ISIS terbentuk,” jelasnya.
Dia mengatakan bahwa pada awal perang di Suriah, mereka meminta mereka untuk tidak pergi ke sana dan berperang karena mereka sudah berurusan dengan perang mereka sendiri.
“Mereka memilih jalan mereka, dan kami memilih jalan kami,” ucapnya.
“Beberapa dari para pejuang itu tersebar ke negara lain, seperti Turki, Georgia, Azerbaijan, dan itu adalah akhir dari kisah mereka. (Tapi) saat ini, kami memiliki misi besar untuk dipenuhi, dan kami tidak punya waktu untuk dihabiskan untuk masalah lain yang sekunder dari perang saat ini,” tuturnya.
Komandan Chechnya itu mengharapkan perang di Ukraina menjadi jangka panjang.
“Tidak ada perbedaan antara pasukan Kadyrov dan Angkatan Darat Rusia,” katanya, menegaskan dukungannya dan batalionnya untuk Ukraina selama konflik.
Kadyrov telah secara aktif terlibat dalam perang Ukraina, mengirim pasukan untuk berperang bersama Rusia melawan Ukraina. Namun, ada laporan tentang beberapa orang Chechnya yang bertempur bersama Ukraina di medan perang, mengambil sikap melawan Rusia.
“Sayangnya, Kadyrov adalah pengkhianat, dan tentu saja jika Anda bertanya kepada kami tentang hal itu, kami tidak akan pernah mengizinkan seseorang seperti Kadyrov untuk mewakili rakyat Chechnya,” katanya.
“Kami adalah orang yang berpikiran terbuka, mencintai kebebasan, dan kami memberikan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan. Kami tidak akan pernah mengatakan bahwa kami adalah tentara atau budak siapa pun,” imbuhnya.
“Putin sebenarnya telah membeli Kadyrov. Dia memberinya makanan mewah, lalu memerintahkannya untuk pergi dan menyerang Ukraina,” dia melanjutkan seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (28/4/2022).
Menurut Sheikh Mansur, batalion tersebut telah hadir di Ukraina sejak 2014, ketika perang dimulai. Ia juga mengungkapkan bahwa mereka diundang oleh pasukan Ukraina untuk berperang melawan Rusia tetapi melakukannya di bawah bendera nasional mereka sendiri Ichkeria.
“Tentu saja, kami mengoordinasikan semua tindakan kami dengan Pasukan Ukraina saat kami berjuang bersama melawan musuh bersama, kejahatan bersama,” ujarnya.
Pasukan Ukraina telah menyediakan batalion itu dengan persenjataan yang diperlukan untuk melawan serangan Rusia di negara yang dilanda perang.
“Batalion terdiri dari lebih dari 100 pria bersenjata, dan mereka dianggap sebagai pasukan elit yang ditempatkan di titik-titik perang,” kata komandan itu.
Rusia menginvasi Ukraina dalam apa yang disebutnya “operasi militer khusus” pada 24 Februari.
“Pada awal invasi (Rusia), kami dikerahkan di pinggiran Kiev,” kata Mansur, seraya menambahkan bahwa mereka dipindahkan saat pertempuran semakin intensif dan diberi posisi garis depan.
Mereka sekarang hadir di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung dan daerah lain di mana pertempuran terus meningkat yang tidak dapat diungkapkannya.
“Kami memiliki sekitar 100 pejuang dan kami melakukan operasi khusus seperti memasang ranjau, serangan taktis, penyergapan, dan kami juga mengamankan posisi tertentu,” jelasnya.
Komandan itu juga mengatakan bahwa ada “beberapa orang Arab” dan Muslim yang telah bergabung dalam pertempuran bersama Ukraina dan dua batalion Chechnya.
“Ada beberapa orang Arab yang saya tidak kenal secara pribadi di antara jajaran berbagai brigade dan batalion Angkatan Darat Ukraina. Sebagian besar dari mereka tinggal di Ukraina sebelum perang saat ini,” ungkap Mansur.
Banyak dari mereka termasuk orang-orang dari Uzbekistan, Azerbaijan, dan Georgia antara lain.
“Selain itu, banyak warga Ukraina yang masuk Islam,” katanya.
“Semua sukarelawan yang berjuang bersama Ukraina harus melalui pemeriksaan izin keamanan oleh Badan Intelijen Ukraina," lanjut Mansur.
“Banyak yang mencoba menyusup ke barisan kami, terutama mereka yang berafiliasi dengan Rusia, di samping beberapa anak buah Kadyrov, dan yang lainnya dari organisasi yang berbeda,” ungkapnya.
Sementara komandan tidak secara eksplisit mengungkapkan pendapatnya tentang al-Qaeda atau ISIS, ia mengesampingkan dugaan hubungan antara batalionnya dan ISIS.
Mansur mengatakan bahwa dia mengenal orang-orang yang berperang melawan Rusia di Suriah, kemudian kembali ke keluarga mereka di Chechnya.
“Ketika perang saudara pecah di Suriah pada 2011, banyak dari seluruh dunia secara sukarela berperang di sana. Saat itu, tidak ada al-Qaeda atau ISIS, karena semua pejuang bersatu melawan Presiden (Bashar) al-Asad, tetapi dalam satu atau dua tahun, mereka mulai berpisah dan ISIS terbentuk,” jelasnya.
Dia mengatakan bahwa pada awal perang di Suriah, mereka meminta mereka untuk tidak pergi ke sana dan berperang karena mereka sudah berurusan dengan perang mereka sendiri.
“Mereka memilih jalan mereka, dan kami memilih jalan kami,” ucapnya.
“Beberapa dari para pejuang itu tersebar ke negara lain, seperti Turki, Georgia, Azerbaijan, dan itu adalah akhir dari kisah mereka. (Tapi) saat ini, kami memiliki misi besar untuk dipenuhi, dan kami tidak punya waktu untuk dihabiskan untuk masalah lain yang sekunder dari perang saat ini,” tuturnya.
Komandan Chechnya itu mengharapkan perang di Ukraina menjadi jangka panjang.
“Tidak ada perbedaan antara pasukan Kadyrov dan Angkatan Darat Rusia,” katanya, menegaskan dukungannya dan batalionnya untuk Ukraina selama konflik.
(ian)