Anggota Kongres AS Ilhan Omar Kunjungi Kashmir, India Mencak-mencak

Kamis, 21 April 2022 - 22:01 WIB
loading...
Anggota Kongres AS Ilhan...
Anggota Kongres AS Ilhan Omar bertemu Presiden Azad Jammu dan Kashmir Sultan Chaudhry. Foto/samaaenglish.tv
A A A
ISLAMABAD - Anggota Kongres Amerika Serikat (AS) Ilhan Omar menuduh pemerintah Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mendiskriminasi Muslim di Jammu dan Kashmir serta di seluruh India.

Awal bulan ini, Omar mendesak pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk menghadapi India atas catatan hak asasi manusianya. Omar adalah anggota Kongres AS pertama yang mengunjungi Pakistan sejak penggulingan Imran Khan sebagai perdana menteri (PM).

India telah mengambil pengecualian yang kuat untuk kunjungan anggota Kongres AS Ilhan Omar ke Muzaffarabad, ibu kota wilayah Jammu dan Kashmir yang dikelola Pakistan.



“Kami telah mencatat bahwa dia telah mengunjungi bagian dari wilayah persatuan India, Jammu dan Kashmir, yang saat ini diduduki secara ilegal oleh Pakistan. Jika politisi seperti itu ingin mempraktikkan politik piciknya di dalam negeri, itu urusannya," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) India Arindam Bagchi dalam konferensi pers pada Kamis (21/4/2022).



“Tetapi melanggar integritas teritorial dan kedaulatan kami dalam pengejarannya menjadikannya milik kami. Kunjungan itu dikutuk,” tegas pejabat India itu.



Pernyataan keras Kementerian Luar Negeri India datang beberapa jam setelah Omar, anggota DPR AS Partai Demokrat dari Minnesota, memanggil Presiden “Azad Jammu dan Kashmir” (wilayah Kashmir yang dikelola Pakistan) Sultan Mahmood Chaudhry.

Menurut siaran pers sekretariat presiden, Omar “mengutuk” pelanggaran “hak asasi manusia” India di Jammu dan Kashmir selama pertemuannya.

India dan Pakistan sama-sama menguasai sebagian wilayah Jammu dan Kashmir, tetapi masing-masing mengklaim bahwa seluruh wilayah itu adalah milik mereka sendiri.

Omar juga mengatakan dia tidak hanya akan mengangkat masalah Kashmir di Kongres AS, tetapi juga membicarakannya dengan Presiden AS Joe Biden.

“Dia mengatakan bahwa pemahamannya tentang masalah Kashmir telah ditingkatkan dengan kunjungan saat ini,” papar rilis tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, delegasi Pakistan menuduh India “mengubah demografi” Jammu dan Kashmir dengan mengeluarkan sekitar 420 juta sertifikat domisili kepada umat Hindu dari luar Jammu dan Kashmir.

“Kami ditekan oleh langkah India di Kashmir pada 5 Agustus 2019,” papar pernyatakan Pakistan, merujuk pada keputusan New Delhi untuk sementara waktu menghapus status semi-otonom Jammu dan Kashmir.

Pada 2019, New Delhi juga membagi dua negara bagian Jammu dan Kashmir sebelumnya menjadi dua wilayah yang dikelola secara federal yakni Jammu dan Kashmir, serta Ladakh.

Langkah tersebut telah ditolak oleh Pakistan dan China. Chaudhry juga mencari mediasi AS dalam perselisihan Kashmir, proposisi yang telah ditolak New Delhi pada banyak kesempatan di masa lalu.

Omar sedang dalam kunjungan empat hari ke Pakistan yang dimulai pada 20 April.

Sejauh ini, dia telah bertemu Presiden Pakistan Arif Alvi, Perdana Menteri Shehbaz Sharif, Menteri Luar Negeri Hina Rabbani Khar serta mantan Perdana Menteri Imran Khan.

Rilis resmi oleh Departemen Informasi Pers (PID) Pakistan menyatakan Khar “menghargai suara kuat yang telah disuarakan oleh anggota Kongres Ilhan melawan kekejaman India” di Jammu dan Kashmir.

India tidak pernah mengakui kedaulatan Pakistan atas bagian utara Kashmir, yang sebagian besar diambil alih pejuang Islam pada 1947, beberapa bulan setelah tetangga subkontinen itu mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari kekuasaan Inggris.

Saat itu, Jammu dan Kashmir termasuk di antara ratusan negara bagian yang diberi pilihan untuk bergabung dengan New Delhi atau Islamabad.

Awalnya ragu untuk bergabung dengan India atau Pakistan, penguasa saat itu, Hari Singh, menandatangani "Instrumen Aksesi" dengan New Delhi pada Oktober 1947 setelah invasi oleh militan Islam Pakistan yang dimaksudkan untuk menguasai wilayah mayoritas Muslim.

Perdana Menteri India saat itu Jawaharlal Nehru menulis kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menuntut diakhirinya "agresi" Pakistan di wilayah tersebut, yang diikuti Resolusi 47 DK PBB.

Resolusi 47 DK PBB menyerukan penarikan "proksi" Pakistan dari wilayah tersebut, diikuti penarikan bertahap pasukan India, yang kemudian akan membuka jalan untuk melakukan plebisit di sana.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1278 seconds (0.1#10.140)