Vrindavan, Kota Suci Ribuan Janda India untuk Bertahan Hidup
loading...
A
A
A
Para janda itu kebanyakan buta huruf dan beberapa orang menikah saat masih bayi. Perbaikan nasib para janda itu karena berbagai petisi publik dan putusan pengadilan.
Pemerintah dan kelompok hak asasi manusia telah menginvestasikan puluhan juta dolar untuk mengangkat kondisi para perempuan terlantar.
Uang itu tidak hanya digunakan untuk membangun rumah kelompok bagi para janda, tetapi juga untuk mendanai pensiun dan menyediakan pelatihan kerja dan perawatan medis.
Sementara beberapa dari perubahan ini terjadi di seluruh India, mereka paling terlihat di Vrindavan.
Kota ini adalah labirin jalan-jalan sempit dan kuil-kuil batu pasir yang agung. Sepanjang hari, ribuan peziarah berkumpul untuk berdoa di bawah patung dewa raksasa.
Diyakini bahwa para janda telah berkumpul di kota itu sejak Chaitanya Mahaprabhu, tokoh reformis sosial Bengali abad ke-16, membawa sekelompok dari mereka ke sana untuk melarikan diri dari suttee.
Suttee merupakan praktik yang sekarang dilarang, di mana para janda Hindu membakar diri mereka sendiri di atas tumpukan kayu pemakaman suami mereka.
Selama bertahun-tahun, para janda di Vrindavan, yang dianggap sebagai rumah masa kanak-kanak dewa Hindu Krishna, bertahan hidup dengan menyanyikan lagu-lagu kebaktian di kuil-kuil.
Dengan menyanyikan lagu-lagu puja dewa itu mereka mendapat uang beberapa rupee sehari. Mereka pun mengemis uang dengan memakai baju sari putih.
Warna putih itu penanda bahwa warna telah hilang dari kehidupan mereka.
Pemerintah dan kelompok hak asasi manusia telah menginvestasikan puluhan juta dolar untuk mengangkat kondisi para perempuan terlantar.
Uang itu tidak hanya digunakan untuk membangun rumah kelompok bagi para janda, tetapi juga untuk mendanai pensiun dan menyediakan pelatihan kerja dan perawatan medis.
Sementara beberapa dari perubahan ini terjadi di seluruh India, mereka paling terlihat di Vrindavan.
Kota ini adalah labirin jalan-jalan sempit dan kuil-kuil batu pasir yang agung. Sepanjang hari, ribuan peziarah berkumpul untuk berdoa di bawah patung dewa raksasa.
Diyakini bahwa para janda telah berkumpul di kota itu sejak Chaitanya Mahaprabhu, tokoh reformis sosial Bengali abad ke-16, membawa sekelompok dari mereka ke sana untuk melarikan diri dari suttee.
Suttee merupakan praktik yang sekarang dilarang, di mana para janda Hindu membakar diri mereka sendiri di atas tumpukan kayu pemakaman suami mereka.
Selama bertahun-tahun, para janda di Vrindavan, yang dianggap sebagai rumah masa kanak-kanak dewa Hindu Krishna, bertahan hidup dengan menyanyikan lagu-lagu kebaktian di kuil-kuil.
Dengan menyanyikan lagu-lagu puja dewa itu mereka mendapat uang beberapa rupee sehari. Mereka pun mengemis uang dengan memakai baju sari putih.
Warna putih itu penanda bahwa warna telah hilang dari kehidupan mereka.