Serangan Nasionalis Hindu pada Muslim Makin Parah, Demokrasi India Terancam Punah

Jum'at, 18 Februari 2022 - 14:06 WIB
loading...
A A A
Yang lebih mengganggu, para pemimpin Hindu radikal dilaporkan telah menyerukan pembantaian jutaan Muslim, dengan satu ekstremis menyerukan seperti pembersihan etnis di Myanmar.

“Entah Anda bersiap untuk mati sekarang, atau bersiap untuk membunuh, tidak ada cara lain,” ujar Swami Prabodhanand Giri, presiden organisasi sayap kanan Hindu Raksha Sena, mengatakan kepada para pendukungnya di pertemuan keagamaan pada Desember.

“Inilah sebabnya, seperti di Myanmar, polisi di sini, politisi di sini, tentara, dan setiap umat Hindu harus mengambil senjata karena kami harus melakukan pembersihan ini,” ujar dia.

Akar perselisihan agama modern India dapat ditelusuri ke tahun 1947 ketika Inggris di bawah tekanan dari para pemimpin politik Muslim yang menginginkan negara mayoritas Muslim, mengubah perbatasan koloninya.

Dari pemisahan anak benua India itu, lahirlah Pakistan. Tetapi karena perbatasan baru ditarik begitu tergesa-gesa, hal itu membuat banyak Muslim dan Hindu berada di sisi perbatasan yang salah.

Situasi itu melepaskan gelombang kekerasan dan teror yang menewaskan 1 juta orang dan membuat 14 juta orang lainnya mengungsi.

Namun, jutaan Muslim tetap bertahan saat pembentukan India sebagai negara merdeka, yang perdana menteri pertamanya, Jawaharlal Nehru, menekan nasionalisme Hindu demi visi yang lebih egaliter untuk negara tersebut.

Baru pada tahun 1980-an sekularisme mulai terkikis. Perdana Menteri Indira Gandhi dan penggantinya, putranya Rajiv, mulai menjadi panutan berbagai kelompok agama konservatif, menyiapkan panggung bagi BJP untuk mengeksploitasi ketegangan agama.

Kehidupan umat Islam akan terus memburuk. Satu studi penting tahun 2006 yang dilakukan Partai Kongres yang sebelumnya dominan, menemukan umat Islam menderita tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi daripada umat Hindu.

Umat Islam di India juga tertinggal dalam hal melek huruf, pekerjaan, dan akses ke perbankan.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2015 seconds (0.1#10.140)