Buronan Mantan Bankir Ini Klaim Sebagai Pemimpin Oposisi Kazakhstan
loading...
A
A
A
ALMATY - Kazakhstan telah dicengkeram protes berdarah sejak awal tahun ini setelah lonjakan harga gas di negara itu. Tuntutan mereka agar kenaikan harga gas dicabut, dengan cepat dipenuhi pemerintah.
Tak hanya itu, kabinet menteri juga dibubarkan demi memuaskan para demonstran. Meski demikian, protes yang kerap diikuti aksi vandalisme dan penjarahan terus berlanjut.
Mantan Menteri Energi, Industri, dan Perdagangan Kazakhstan sekaligus mantan bankir yang jadi buronan, Mukhtar Ablyazov, mengklaim dirinya sebagai "pemimpin" protes yang sedang berlangsung di Kazakhstan.
Dia juga mengklaim secara rutin berkonsultasi dengan orang-orang di lapangan di kota Almaty tentang masalah taktis.
"Saya melihat diri saya sebagai pemimpin oposisi. Setiap hari para pengunjuk rasa menghubungi saya dan bertanya, 'Apa yang harus kami lakukan? Kami berdiri di sini: Apa yang harus kami lakukan?'" papar dia.
Mantan bankir, yang saat ini tinggal di Paris karena dituduh mencuri dana USD6 juta dari bank Kazakhstan itu menambahkan dia siap kembali ke tanah airnya dan memimpin pemerintahan sementara setelah protes mencapai skala yang tepat.
Ablyazov menepis tuduhan bahwa protes itu didanai dari luar negeri. Dia mengaku tidak menerima uang dari Barat untuk tujuan ini.
Sebelum ini, tidak ada orang yang mengaku bertanggung jawab atas protes yang melanda Kazakhstan sekarang.
Kerusuhan dimulai di beberapa kota, termasuk yang terbesar di negara itu, Almaty, setelah harga gas lokal naik sekitar 100%.
Pemerintah dengan cepat memangkas kenaikan harga dan berjanji mengendalikannya setidaknya selama setengah tahun.
Namun para pengunjuk rasa segera menambahkan pengunduran diri kabinet ke dalam daftar tuntutan mereka.
Presiden Kassym-Jomart Tokayev segera memecat pemerintah karena gagal mencegah protes rakyat.
Meskipun pemerintah memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa, kerusuhan di negara itu terus berlanjut, dengan para demonstran mulai merebut, menjarah, dan membakar gedung-gedung publik di beberapa kota, termasuk pemerintah daerah dan departemen kepolisian.
Mereka juga dilaporkan berhasil menyita senjata dari gudang senjata yang dijaga aparat penegak hukum setempat.
Protes itu juga diikuti penjarahan yang meluas, vandalisme, dan kerusakan pada properti publik dan pribadi senilai jutaan dolar, menurut perkiraan awal.
Presiden Tokayev mencap pengunjuk rasa yang kejam, yang menolak menghentikan kegiatan mereka dan memulai dialog, sebagai "teroris".
Dia berjanji menangani mereka dengan keras, mengerahkan militer untuk memadamkan kerusuhan dan memulihkan ketertiban. Tokayev juga berbicara kepada sekutu di Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) untuk memberikan bantuan.
Anggota CSTO setuju mengirim kontingen kecil penjaga perdamaian ke Kazakhstan. Mereka tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan apa pun yang terkait dengan memadamkan protes di negara itu.
Sebaliknya, mereka akan didedikasikan untuk menjaga fasilitas infrastruktur penting, seperti pembangkit listrik.
Tak hanya itu, kabinet menteri juga dibubarkan demi memuaskan para demonstran. Meski demikian, protes yang kerap diikuti aksi vandalisme dan penjarahan terus berlanjut.
Mantan Menteri Energi, Industri, dan Perdagangan Kazakhstan sekaligus mantan bankir yang jadi buronan, Mukhtar Ablyazov, mengklaim dirinya sebagai "pemimpin" protes yang sedang berlangsung di Kazakhstan.
Dia juga mengklaim secara rutin berkonsultasi dengan orang-orang di lapangan di kota Almaty tentang masalah taktis.
"Saya melihat diri saya sebagai pemimpin oposisi. Setiap hari para pengunjuk rasa menghubungi saya dan bertanya, 'Apa yang harus kami lakukan? Kami berdiri di sini: Apa yang harus kami lakukan?'" papar dia.
Mantan bankir, yang saat ini tinggal di Paris karena dituduh mencuri dana USD6 juta dari bank Kazakhstan itu menambahkan dia siap kembali ke tanah airnya dan memimpin pemerintahan sementara setelah protes mencapai skala yang tepat.
Ablyazov menepis tuduhan bahwa protes itu didanai dari luar negeri. Dia mengaku tidak menerima uang dari Barat untuk tujuan ini.
Sebelum ini, tidak ada orang yang mengaku bertanggung jawab atas protes yang melanda Kazakhstan sekarang.
Kerusuhan dimulai di beberapa kota, termasuk yang terbesar di negara itu, Almaty, setelah harga gas lokal naik sekitar 100%.
Pemerintah dengan cepat memangkas kenaikan harga dan berjanji mengendalikannya setidaknya selama setengah tahun.
Namun para pengunjuk rasa segera menambahkan pengunduran diri kabinet ke dalam daftar tuntutan mereka.
Presiden Kassym-Jomart Tokayev segera memecat pemerintah karena gagal mencegah protes rakyat.
Meskipun pemerintah memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa, kerusuhan di negara itu terus berlanjut, dengan para demonstran mulai merebut, menjarah, dan membakar gedung-gedung publik di beberapa kota, termasuk pemerintah daerah dan departemen kepolisian.
Mereka juga dilaporkan berhasil menyita senjata dari gudang senjata yang dijaga aparat penegak hukum setempat.
Protes itu juga diikuti penjarahan yang meluas, vandalisme, dan kerusakan pada properti publik dan pribadi senilai jutaan dolar, menurut perkiraan awal.
Presiden Tokayev mencap pengunjuk rasa yang kejam, yang menolak menghentikan kegiatan mereka dan memulai dialog, sebagai "teroris".
Dia berjanji menangani mereka dengan keras, mengerahkan militer untuk memadamkan kerusuhan dan memulihkan ketertiban. Tokayev juga berbicara kepada sekutu di Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) untuk memberikan bantuan.
Anggota CSTO setuju mengirim kontingen kecil penjaga perdamaian ke Kazakhstan. Mereka tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan apa pun yang terkait dengan memadamkan protes di negara itu.
Sebaliknya, mereka akan didedikasikan untuk menjaga fasilitas infrastruktur penting, seperti pembangkit listrik.
(sya)