Ethiopia Serukan Warganya Angkat Senjata Perangi Pemberontak
loading...
A
A
A
ADDIS ABABA - Ethiopia telah mengumumkan keadaan darurat selama enam bulan pada minggu ini. Bersamaan dengan itu, negara Afrika Timur itu juga meminta warganya untuk memobilisasi dan mengangkat senjata melawan pasukan pemberontak yang bergerak menuju Ibu Kota.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mendesak warganya untuk membela diri melawan TPLF (Front Pembebasan Rakyat Tigray) setelah laporan menyatakan pasukan pemberontak telah menguasai dua kota utama Ethiopia.
Pasukan Tigray, serta pasukan dengan Tentara Pembebasan Oromo (OLA), dilaporkan dalam beberapa hari terakhir mengklaim telah mengambil alih kota-kota di Amhara di sepanjang jalan menuju Ibu Kota Addis Ababa.
CNN melaporkan salah satu kelompok pemberontak pada hari Rabu mengatakan bahwa mereka memiliki pasukan sekitar 15 mil dari pusat ibukota. Namun kantor berita yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu mengatakan tidak dapat secara independen mengkonfirmasi deklarasi tersebut.
"Hari ini, 1.165 Pasukan Khusus Oromia membelot ke OLA. 400 dari mereka bergabung dengan pasukan OLA di sekitar Laga Tafo. Pasukan kami terus mendorong dari segala arah, kami sangat dekat untuk melihat akhir dari kediktatoran yang menindas ini," tweet juru bicara OLA, Odaa Tarbii, seperti dikutip dari Business Insider,Jumat (5/11/2021).
Awal pekan ini, Menteri Kehakiman Etiopia Gedion Timothewos mengatakan pada konferensi pers pemerintah: "Negara kami menghadapi bahaya besar terhadap keberadaan, kedaulatan, dan persatuannya. Dan kami tidak dapat menghilangkan bahaya ini melalui sistem dan prosedur penegakan hukum yang biasa."
Konflik antara pemerintah Ethiopia dan TPLF meletus pada November 2020, setelah Tigray mengadakan pemilihan kepala daerah yang bertentangan dengan perintah Addis Ababa untuk menunda pemilihan karena pandemi.
TPLF, yang memerintah negara itu selama hampir dua dekade, berada pada posisi yang kurang menguntungkan. TPLF kalah dalam pemilihan terakhir dari blok partai oposisi yang baru dibentuk yang disebut Partai Kemakmuran. TPLF mengklaim bahwa kewenangan pemerintah telah berakhir pada 2020, baik karena pandemi COVID-19 atau tidak, sehingga pemerintah Addis Ababa dianggap tidak sah karena gagal menyelenggarakan pemilu.
Sebaliknya, pemerintah di Addis Ababa menyatakan pemilihan Tigray ilegal dan meluncurkan operasi terhadap wilayah "pemberontak" pada 3 November 2020. Operasi ini dibantu oleh Pasukan Pertahanan Eritrea (EDF).
Pasukan pemerintah Ethiopia berhasil merebut Ibu Kota wilayah Mekelle dan menyatakan operasi itu berakhir. Namun, TPLF terus berjuang dengan bantuan tentara Angkatan Pertahanan Nasional Ethiopia yang membelot, serta sukarelawan sipil setempat, merebut kembali Mekelle pada Juni 2021.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mendesak warganya untuk membela diri melawan TPLF (Front Pembebasan Rakyat Tigray) setelah laporan menyatakan pasukan pemberontak telah menguasai dua kota utama Ethiopia.
Pasukan Tigray, serta pasukan dengan Tentara Pembebasan Oromo (OLA), dilaporkan dalam beberapa hari terakhir mengklaim telah mengambil alih kota-kota di Amhara di sepanjang jalan menuju Ibu Kota Addis Ababa.
CNN melaporkan salah satu kelompok pemberontak pada hari Rabu mengatakan bahwa mereka memiliki pasukan sekitar 15 mil dari pusat ibukota. Namun kantor berita yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu mengatakan tidak dapat secara independen mengkonfirmasi deklarasi tersebut.
"Hari ini, 1.165 Pasukan Khusus Oromia membelot ke OLA. 400 dari mereka bergabung dengan pasukan OLA di sekitar Laga Tafo. Pasukan kami terus mendorong dari segala arah, kami sangat dekat untuk melihat akhir dari kediktatoran yang menindas ini," tweet juru bicara OLA, Odaa Tarbii, seperti dikutip dari Business Insider,Jumat (5/11/2021).
Awal pekan ini, Menteri Kehakiman Etiopia Gedion Timothewos mengatakan pada konferensi pers pemerintah: "Negara kami menghadapi bahaya besar terhadap keberadaan, kedaulatan, dan persatuannya. Dan kami tidak dapat menghilangkan bahaya ini melalui sistem dan prosedur penegakan hukum yang biasa."
Konflik antara pemerintah Ethiopia dan TPLF meletus pada November 2020, setelah Tigray mengadakan pemilihan kepala daerah yang bertentangan dengan perintah Addis Ababa untuk menunda pemilihan karena pandemi.
TPLF, yang memerintah negara itu selama hampir dua dekade, berada pada posisi yang kurang menguntungkan. TPLF kalah dalam pemilihan terakhir dari blok partai oposisi yang baru dibentuk yang disebut Partai Kemakmuran. TPLF mengklaim bahwa kewenangan pemerintah telah berakhir pada 2020, baik karena pandemi COVID-19 atau tidak, sehingga pemerintah Addis Ababa dianggap tidak sah karena gagal menyelenggarakan pemilu.
Sebaliknya, pemerintah di Addis Ababa menyatakan pemilihan Tigray ilegal dan meluncurkan operasi terhadap wilayah "pemberontak" pada 3 November 2020. Operasi ini dibantu oleh Pasukan Pertahanan Eritrea (EDF).
Pasukan pemerintah Ethiopia berhasil merebut Ibu Kota wilayah Mekelle dan menyatakan operasi itu berakhir. Namun, TPLF terus berjuang dengan bantuan tentara Angkatan Pertahanan Nasional Ethiopia yang membelot, serta sukarelawan sipil setempat, merebut kembali Mekelle pada Juni 2021.
(ian)