Menhan Taiwan: China Mampu Gelar Invasi Skala Penuh pada 2025
loading...
A
A
A
Dia menggarisbawahi situasi saat ini meningkatkan kemungkinan "salah tembak" di Selat Taiwan.
"Bagi saya sebagai seorang militer, urgensinya ada di depan saya," ujar dia yang menyatakan pejabat Taiwan melihat kemungkinan invasi militer oleh China ke Taiwan dalam beberapa tahun ke depan.
“Pada tahun 2025, China akan membawa biaya dan gesekan ke titik terendah. Mereka memiliki kapasitas sekarang, tetapi tidak akan memulai perang dengan mudah, harus mempertimbangkan banyak hal lain,” ungkap dia.
Komentar Chiu mengikuti pernyataan serupa yang disuarakan Presiden Taiwan Tsai Ing Wen, yang baru-baru ini meminta AS meningkatkan kehadirannya di wilayah tersebut.
Dalam seruan untuk outlet media yang berbasis di New York, Foreign Affairs, Tsai menulis bahwa akan ada konsekuensi "bencana" jika Taiwan jatuh ke tangan China.
Negara kepulauan Taiwan, yang secara resmi dikenal sebagai Republik China, dipandang oleh Beijing sebagai wilayah Cina yang bandel yang harus dikembalikan ke yurisdiksi daratan China dengan paksa, jika perlu.
Namun, Taiwan telah lama menjadi negara yang memiliki pemerintahan sendiri, dan Taipei secara konsisten menyatakan mereka akan melindungi otonominya dengan cara apa pun, setelah membeli senjata miliaran dolar dari AS selama bertahun-tahun.
Pada akhir 2020, Departemen Pertahanan AS menyetujui paket penjualan senjata senilai USD1,8 miliar yang mencakup peluncur roket, sensor yang ditingkatkan, dan artileri.
Meskipun Presiden AS Joe Biden membuat banyak wartawan agak bingung pada Selasa ketika menyentuh perkembangan terbaru antara China dan Taiwan.
Dia sebelumnya menyatakan dia tidak berniat mengubah kebijakan lama AS untuk mendukung "Kebijakan Satu-China" agar Taiwan ke kendali Beijing.
"Bagi saya sebagai seorang militer, urgensinya ada di depan saya," ujar dia yang menyatakan pejabat Taiwan melihat kemungkinan invasi militer oleh China ke Taiwan dalam beberapa tahun ke depan.
“Pada tahun 2025, China akan membawa biaya dan gesekan ke titik terendah. Mereka memiliki kapasitas sekarang, tetapi tidak akan memulai perang dengan mudah, harus mempertimbangkan banyak hal lain,” ungkap dia.
Komentar Chiu mengikuti pernyataan serupa yang disuarakan Presiden Taiwan Tsai Ing Wen, yang baru-baru ini meminta AS meningkatkan kehadirannya di wilayah tersebut.
Dalam seruan untuk outlet media yang berbasis di New York, Foreign Affairs, Tsai menulis bahwa akan ada konsekuensi "bencana" jika Taiwan jatuh ke tangan China.
Negara kepulauan Taiwan, yang secara resmi dikenal sebagai Republik China, dipandang oleh Beijing sebagai wilayah Cina yang bandel yang harus dikembalikan ke yurisdiksi daratan China dengan paksa, jika perlu.
Namun, Taiwan telah lama menjadi negara yang memiliki pemerintahan sendiri, dan Taipei secara konsisten menyatakan mereka akan melindungi otonominya dengan cara apa pun, setelah membeli senjata miliaran dolar dari AS selama bertahun-tahun.
Pada akhir 2020, Departemen Pertahanan AS menyetujui paket penjualan senjata senilai USD1,8 miliar yang mencakup peluncur roket, sensor yang ditingkatkan, dan artileri.
Meskipun Presiden AS Joe Biden membuat banyak wartawan agak bingung pada Selasa ketika menyentuh perkembangan terbaru antara China dan Taiwan.
Dia sebelumnya menyatakan dia tidak berniat mengubah kebijakan lama AS untuk mendukung "Kebijakan Satu-China" agar Taiwan ke kendali Beijing.