Think Tank AS: Iran Bisa Hasilkan Uranium untuk Senjata Nuklir dalam Sebulan

Selasa, 14 September 2021 - 22:37 WIB
loading...
A A A


Iran secara sukarela menghilangkan stok senjata kimianya pada 1990-an sebelum bergabung dengan Konvensi Senjata Kimia pada 1997, dan tidak menggunakannya pada 1980-an, bahkan ketika Irak pimpinan Saddam Hussein menggunakan neurotoksin melawan pasukan Iran di medan perang, dan terhadap warga sipil Iran di kota-kota.

Laporan ISIS bukanlah upaya pertama untuk menunjukkan bahwa Iran berada di ambang menjadi negara senjata nuklir. Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghabiskan dekade terakhir masa jabatannya dengan mengklaim bahwa Iran berada di ambang membuat bom nuklir, yang diduga hanya hitungan "bulan" atau "minggu" lagi untuk melakukannya. Ketika prediksinya gagal terwujud, Netanyahu akan membuat klaim baru, dan siklus itu akan berulang.



Kekhawatiran Barat atas dugaan kegiatan senjata nuklir Iran mulai tumbuh pada 2019, satu tahun setelah AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) – sebuah perjanjian internasional yang mengikat Iran untuk membatasi kegiatan nuklirnya untuk imbalan pencabutan sanksi Barat yang menghancurkan ekonominya.

Setelah AS keluar dari kesepakatan, Teheran memberi para pihak penandatangan dari Eropa Barat jendela satu tahun untuk mengembangkan mekanisme guna melewati tekanan sanksi AS. Ketika mereka gagal melakukannya, Iran mulai meningkatkan tingkat pengayaan uraniumnya dan menimbun bahan-bahan ini.

Setelah pelantikan Presiden Joe Biden, Iran terus meningkatkan pengayaan, dari antara 5-20 persen pada akhir 2020 menjadi 60 persen pada musim semi 2021, mungkin sebagai bentuk tekanan pada Gedung Putih untuk kembali ke JCPOA. Iran dan AS telah mengadakan beberapa putaran negosiasi tentang pengaktifan kembali perjanjian nuklir ini, tetapi menemui jalan buntu, dengan pihak AS menuntut agar Teheran terlebih dahulu mengurangi pengayaan dan penimbunannya. Di sisi lain, Iran mengatakan Washington harus membatalkan sanksi ilegalnya terlebih dahulu.

(ian)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1619 seconds (0.1#10.140)